Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenapa Mantan Presiden Tidak Mau Madeg Pandhito

6 Juli 2018   06:10 Diperbarui: 6 Juli 2018   08:13 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lengser Keprabon Madeg Pandhito

Ketika gelombang protes mahasiswa tahun 1998 meluas, istana mulai panik. Beberapa menteri bahkan menarik diri dari rejim Pak Harto. Penguasa Orde Baru itu pun memanggil beberapa tokoh masyarakat untuk memberi masukan ke Cendana. Satu diantaranya adalah Emha Ainun Najib alias Cak Nun. Hampir semua tokoh bangsa tak ada yang berani meminta pak Harto mundur. Entah takut, sungkan atau enggan menyampaikan.

Cak Nun sadar meminta pak Harto turun tahta setelah 32 tahun berkuasa bukan perkara mudah. Harus menggunakan pendekatan bahasa dan budaya sehingga sang Penguasa yang sudah mirip Raja dapat legowo dan menerimanya. Melihat demontrasi yang sudah memakan korban jiwa, pilihan pak Harto turun sudah 99%. Akhirnya sebagai orang Jawa, Cak Nun meyakinkan pak Harto bahwa dalam budaya Jawa golongan penguasa atau raja itu masuk kriteria Kasta Kstaria, sedangkan kasta tertinggi dalam budaya yang dipengaruhi nilai Hindu adalah Kasta Brahmana, atau pandhito atau Ulama.. maka munculah kata dari pak Harto siap untuk lengser Keprabon, Madeg pandhito, turun dari penguasa menjadi seorang pandhito .

Dalam Budaya Jawa, pandhito menempati posisi istimewa, karena sesuai pengrauh struktur Hindu ia masuk golongan tertinggi yakni kasta Brahmana. Maka Pandhito digambarkan sebagai seorang yang tak punya cita cita untuk meraih kekuasaan duniawi dan materi, tapi hanya mengabdikan diri pada Tuhan untuk meraih kebenaran. 

ia hanya mencari dan mengembangkan hal yang terkait dengan pranata sosial, norma, etika politik, moral dan ideologis untuk membeti kontribusi pada negara agar tercipta hubungan yang mengarah pada asas keseimbangan alam. Yakni Raja harus ambek paramaarta atau mendahuklukan yang perlu didahulukan, adil dan mengayomi dan rakyat harus patuh dan tak melanggar hukum.

Tugas Moral seorang pandhito menjadi barometer sekaligus operator moral, agar keseimbangan antara penguasa dan rakyat tak tergoyahkan. Posisi pandhito sangat luhur an terhormat, karena segala hal di mata pandhito dinilai dari kacamata moral. Minimal pandhito mengingatkan penguasa jika menyimpang. Tapi tak banyak mantan Presiden di Indonesia yang mau mengambil falsafah Jawa ini, yakni menjadi pandhito atau ulama. rata-rata malah membuat kerajaan partai Politik dengan membangun dinasti untuk meraih kekuasaan. Akhirnya mereka berusaha memegang kekuasaan sebagai King maker atau skenario dalam meraih kekuasaan,

Para mantan Presiden masih bermain bidak bidak politik untuk ikut merajut kekuasaan. Mereka bahksan lebih sibuk menyiapkan startegi meraih kekuasaan ketimbang naik kelas menjadi pandhito yang membagikan nilai-nilai moral dan etika politik. Mungkin sebenarnya mereka masih ingin berkuasa tapi dengan menempatkan bidak-bidaknya dan bermain di balik layar. Sebuah cita-cita yang jauh dari nilai budaya, spiritual dan moral.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun