Kita belum biasa berbeda
Masyarakat terhenyak, manakala akan menyaksikan kehadiran bulan yang dirindukan umat Islam, tapi tergores oleh luka, ya luka yang begitu dalam. Goresan itu semakin menyayat-nyayat hati manakala anak-anak kecil tak berdosa diajak melakukan perbuatan yang tercela. Rentetan bom bunuh diri di Surabaya dan sekitarnya yang dilakukan oleh satu keluarga adalah sebuah aksi amoral. Perbuatan yang jauh dari nilai agama, kemanusiaan dan peradaban.
Entah pikiran macam apa yang ada dalam benak para pelaku teror. Doktrin apa sih yang membuat mereka berbuat nekat. Untuk mencerna dengan akal sehat pun saya tak mampu. Dengan nurani apalagi, ini jelas bertentangan dengan prinsip ketuhanan dan kemanusiaan. Apalagi Islam, yang artinya selamat, dan memberi keselamatan atau rahmat bagi seluruh alam. Jelas perbuatan itu bertolak belakang dengan nilai Islam.
Dan kenapa yang disasar adalah mereka yang berbeda. Berbeda keyakinan, suku, politik atau apapun. Bukankah jelas jelas Tuhan mengatakan dalam Al Quran , kita diciptakan berbeda-beda itu untuk saling mengenal, saling memahami, saling bergotong royong untuk bersatu bukan berseteru. membangun peradapan kebaikan bukan untuk saling bermusuhan dan menebar kebencian. Apalagi bangsa Indonesia didirikan diatas pondasi perbedaan yang sangat banyak. Mulai dari suku, agama, bahasa, golongan indonesai menjadi bangsa heterogen terbesar di dunia. Para pendiri bangsa sudah sepakat menyatukan perbedaan itu ke dalam rumah besar bernama NKRI. Akankah bangunan yang sudah kokoh ini akan kita robohkan dengan menyulut api permusuhan terhadap mereka yang berbeda dengan kita. Dunia medsos apalagi, sikap nyinyir dan sinis terasa sekali. Apa yang dianggap berbeda baik pemhaman, politik dan sebagainya dikomentari dengan hal-hal negatif. Sebuah sikap kepo yang tidak pada tempatnya. Mestinya kita pahami dulu, tidak semua orang itu sama dan tidak semua orang harus sesuai dengan kita. Sehingga kita menyikapi perbedaan itu dengan wajar saja. #Belajarmenunduk