Beberapa kali saya menyebut "akuntansi Batak", maka respon orang hampir sama. Mana ada? Dipakai di mana? Bahkan reviewer dari salah satu jurnal terindeks Scopus membubuhkan komentarnya: bagaimana ini bisa dipakai di UE atau USA?Â
Atau yang paling umum responnya, akuntansi itu ya sama saja yang penting balance. Jadi apa gunanya membicarakan akuntansi apa itu, akuntansi Batak?
Kita memang telah terbiasa mengikuti arus utama (main stream). Segala pemikiran, segala definisi harus mengikuti arus utama. Maka akuntansi Batak menjadi aneh. Tak masuk hitungan.
Itulah yang mendorong saya ketika itu mulai menggali akuntansi dari budaya Batak Toba. Kebetulan saya mendapat bimbingan dari dosen yang tepat, yang juga telah menggali akuntansi dari satu kerajaan di Sumatera. Beliau senang pula membimbing saya.
Akuntansi modern, katakanlah begitu untuk menyebut akuntansi bisnis yang dipakai sekarang merupakan sistem dual balance, debet - kredit. Tujuannya adalah mencatat dan melaporkan laba. Laba adalah gizinya kapital.
Akuntansi Batak Toba merupakan sistem triple balance. Karena masyarakat Batak Toba menjalani kehidupannya berlandaskan adat "Dalihan Na Tolu" yaitu dasar yang tiga. Turunan dari dasar ini adalah "Pangalaho Na Tolu" yaitu tiga sikap dasar yang mulia, serta "Parhatuaon Na Tolu" yaitu tiga tujuan hidup mulia.Â
Ketiganya adalah satu sistem yang melandasi kehidupan orang Batak Toba untuk mencapai kehidupan bahagia. Maka semua transaksi ekonomi dalam masyarakat Batak Toba dijalankan dengan triple balance. Tujuannya bukan mencatat laba tetapi menjaga harmoni sosial.
Tentu untuk menaikkan akuntansi budaya ini ke permukaan, kita perlu mengemukakan paradigma yang berbeda (non mainstream).
Demikianlah sekilas akuntansi Batak Toba.
Salam budaya.Â