Mohon tunggu...
Drajad Hari Suseno
Drajad Hari Suseno Mohon Tunggu... -

Drajad Hari Suseno, born in Surakarta on 17 June 1965, is highly motivated person who has a wide range of experience in the field of public relations, communications, marketing, social-politics, and governmental policies, etc. He has good relationship to national level media as his class-mates are at good positions in the media. His overseas journey has resulted his wide-world overview as well as mutual network. He also has strong leadership in the field of revitalizing small and medium enterprises, been involved in developing Sragen Regency in order to enhance many rewards at national level. He is now working as Junior Experts at Bogor Ring Road, a toll road operated by PT Marga Sarana Jabar, a joint venture which 55% of its share is owned by a state owned company PT Jasa Marga (Persero) Tbk. and 45% is owned by PT Jasa Sarana a provincial owned company.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada sudah Usai

23 Maret 2011   05:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:32 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Benar, pilkada Sragen boleh dikatakan sudah usai. Meskipun penetapan hasil pemungutan suara secara resmi baru akan diumumkan oleh KPUD Sragen setelah penghitungan manual dilakukan, namun de facto prosesi pemilukada di Sragen telah berhasil menghasilkan pasangan pemenang. Berdasarkan quick count PDE Sragen, Pasangan Agus-Daryanto (ADA) berhasil mendulang 50,68% suara. Patut disyukuri perhelatan politik dan pengelolaan psikologi massa itu telah berjalan dengan damai, aman, tertib, dan lancar. Aparat keamanan patut memperoleh pujian dengan kesiagaannya, KPUD juga patut diberi pujian ketika indikasi deviasi segera diantisipasi. Barangkali hanya Panwas yang tidak perlu diberi pujian karena impotensinya menyikapi pelanggaran. Lembaga ini memang terasa mandul sejak awal, kurang mampu menjemput bola liar pelanggaran demi pelanggaran.

Secara riil politis, sesungguhnya peserta pemilukada Sragen hanya dua, yaitu Pasangan YUDA (Yuni-Darmawan) dan Pasangan ADA, meskipun de facto dan de jure ada lima pasangan yang bersaing. Ketiga pasangan selain YUDA dan ADA, yaitu pasangan NOTO (Wiyono-Dariyanto), LAKU (Sularno-Kushardjono), dan DAMAR (Danang -Sumiyarno) nyatanya masing-masing hanya mampu meraup suara kurang dari tiga persen.

Dalam suatu pertandingan, tentu ADA yang berhasil menjadi juara, di sisi lain tentu ADA yang kurang berhasil. Sangat wajar jika yang berhasil akan meluapkan kegembiraan, sementara yang kurang beruntung menelan kekecewaan.

Sebagaimana terlihat di Kuwungsari sebagai basis Pasangan ADA, para pendukung kelihatan sumringah mengikuti perolehan suara yang masuk langsung dari saksi di TPS, dan ditayangkan lewat layar lebar. Ketika perolehan suara sudah tak mungkin terkejar, tak pelak sorak-sorai begitu menggelora, menggema gegap gempita menyambut kemenangan sambil sesekali diiringi luncuran percikan kembang api walaupun hari masih sore.  Euforia ini tentu dapat dipahami, namun perlu disadari pula bahwa lolosnya Pasangan ADA sebagai pemenang akan berarti awal dari sebuah perjalanan dan perjuangan memuliakan rakyat Sragen, seperti dijanjikan pada masa-masa kampanye.

Sudah seyogyanya pula luapan kegembiraan ini diberi batas agar kemenangan ini tidak menjadikan sang pemenang lupa diri. Tidak bisa diingkari, Agus Fatchurrahman, sebagai bupati terpilih, dan pasangannya wakil bupati terpilih, Daryanto, tampak cerah berbinar seolah mengatakan bahwa perjalanan panjang, berat, dan berliku dalam prosesi pemilukada ini telah usai. Keletihan jiwa dan raga yang sebelumnya terpancar dari raut muka mereka, seketika hilang terobati dengan perolehan suara yang berhasil mereka dulang. Menyikapi dengan cool dan dewasa adalah investasi rekonsiliasi.

Di sisi lain, tidak banyak informasi yang bisa digambarkan bagaimana suasana kebatinan di markas Pasangan YUDA. Namun bisa dibayangkan, dan wajar saja, bila suasana kekecewaan menyelimuti pasangan dan pendukung mereka yang kurang beruntung. Boleh jadi, pemilukada Sragen bisa berarti pilu-kada. Tidak perlu berkecil hati mengingat tidak ada yang kalah dalam prosesi ini. Mereka hanya kurang berhasil mendulang suara sehingga tidak mampu mengungguli Pasangan ADA.

Masih ada hari esok, masih ada harapan, dan masih terbuka lebar kesempatan dan peluang memenangkan pertandingan. Bu Mega memerlukan waktu lebih dari tiga puluh tahun untuk duduk di kursi kepresidenan. Pengalaman beliau tentu menjadi pelajaran penting ketika kita disadarkan bahwa untuk mencapai suatu cita-cita, haruslah melalui suatu proses, tidak pernah instan. Tidak perlu pula menyalahkan satu dan lain pihak mengingat proses politik dan demokrasi memang seperti yang sudah dilalui.

Cara terbaik adalah melihat ke dalam, menerima kekurang-beruntungan ini dengan dewasa, jiwa ksatria, dengan jiwa besar. Introspeksi adalah jalan terbaik untuk melihat secara obyektif, faktor-faktor apa dan sektor mana yang menjadi kelemahan mendulang suara. Tidak ADA yang kalah, hanya kurang suara.

Menyudahi kekecewaan dan melupakan kekurangan suara adalah terapi mujarab untuk melupakan semua peristiwa, dan kembali menatap masa depan. Life must go on…

Beberapa catatan yang layak menjadi kajian oleh para politisi, pengamat, akademisi, maupun penyelenggara negara.

Pertama, besaran dan banyaknya partai bukanlah sebuah ukuran dan faktor penentu kemenangan mengingat pengalaman di beberapa pemilukada, koalisi partai besar justru menelan kekalahan. Wonogiri dam Grobogan adalah contoh konkritnya.Di sisi lain, pemilukada bukanlah pemilihan partai, tapi pemimpin, figure, atau individu. Pemahaman yang demikian ini telah menjadi perspektif konstituen dalam menentukan pilihan.

Kedua, secara teoritis politik adalah upaya meraih kekuasaan. Namun berpolitik di Sragen adalah proses meraih kekuasaan melalui pengelolaan psikologi massa. Tidak heran jika muncul tesis bahwa pertandingan memperebutkan kursi bupati itu adalah sebuah pertarungan antara kekuasaan, materi, arogansi versus nurani, reputasi, dan harga diri.

Ketiga, kekuatan money politics terbukti bukanlah cara paling utama untuk mendulang suara. Meskipun besar pengaruhnya, namun positioning dan agenda setting terhadap kemasan isu, manajemen isu dan image building ternyata mampu membangkitkan emosi massa dan menjadi faktor penting serta barrier-resistent terhadap serangan politik uang.

Keempat, kejenuhan sebagian warga masyarakat, terutama birokrat, terhadap kekuasaan incumbent menjadi kekuatan penentu dalam membatasi ruang gerak kecurangan yang bisa terjadi di setiap lini. Menjadi lebih mengkristal ketika pendekatan terhadap birokrat dilakukan secara intimidatif dengan bahasa kekuasaan. Bahasa ini bukan media menarik simpati, namun justru melahirkan sikap antipati yang meluas mengingat esprit de corps birokrat mesti tidak teraba, tapi terasa.

Kelima, munculnya relawan menjadi kekuatan dahsyat menepis pasukan bayaran. Maka tidak heran, bagi Pasangan ADA, biaya yang dikeluarkan jauh lebih irit dari pada yang dikeluarkan Pasangan YUDA. Menjadi tersendat pula langkah mendulang suara ketika terjadi political decay oleh sebagian kader partai, terutama yang lebih memilih mengamankan posisinya.

Keenam, bangunan kebersamaan partai-partai pengusung dan pendukung yang tidak segera koordinatif, ditambah kendali kekuasaan tunggal (one man show) dalam pengelolaan pembiayaan, justru menciptakan intrik baru yang tidak produktif.

Ketujuh, kegamangan konstituen memandang ketokohan antara calon dengan sponsor utamanya, juga berisiko mencairkan pilihan. Massa cenderung bingung, yang nyalon siapa, yang sibuk siapa. Di sisi lain, citra incumbent juga bisa melahirkan kegamangan baru.

Sekelumit catatan-catatan di atas barangkali masih kurang lengkap, namun setidaknya sudah memberi rangkuman prosesi pemilukada Sragen.

Pelajaran penting dan sangat mahal yang bisa dipetik dari semua peristiwa di Sragen adalah betapa tidak produktifnya sikap arogan dan sewenang-wenang kepada bawahan. Jabatan adalah sebuah amanah yang membutuhkan kerelaan yang tulus untuk melayani rakyat sebagai manifestasi investasi akhirat. Berbuat yang terbaik untuk rakyat, akan menjadi catatan sejarah hidup manusia, yang tak mungkin lekang oleh waktu sampai kapan pun.

Kepada sang juara, selamat memasuki babak baru, tugas dan tantangan berat sudah menanti. Sudahi euforia berkepanjangan, biarkan wong cilik tetap kritis konstruktif…

Sragen, 20 Maret 2011


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun