[caption id="attachment_321079" align="aligncenter" width="597" caption="Sumber foto:viva.co.id"][/caption]
Kurikulum 2013 tak henti-hentinya tuai kontroversi, kurikulum produk akhir kabinet ini memang terkesan terburu-buru tanpa persiapan jangka panjang untuk melaksanakannya. Jika membaca petunjuk pelaksanaan memang kesannya menarik dan mudah untuk dilaksanakan namun kenyataan di lapangan tak demikian. Banyak sekali kendala-kendala yang tak bisa terselesaikan dengan juknis semata.Disisi satu sisi pemerintah ingin menerapkan kurikulum baru namun dalam pemenuhan bimtek dan buku masih amburadul.
Kadang dalam benak berfikir, " Apakah pak menteri bisa mengajar sehari saja dengan format kurikulum 2013 di sekolah?". Memang pertanyaan ini konyol, namun saya rasa tidak bisa bisa sesuai juga dengan tuntutan dikurikulum 2013. Meskipun bisa mungkin pak menteri harus bekerja keras belajar dan memahami kurikulum 2013 dan itu hanya sekali waktu saja padahal guru harus membelajarkan setiap hari.
Berbicara mengenai kurikulum 2013 memang menarik, pasalnya produk kurikulum ini terkesan acak-acakan dibanding masa transisi kurikulum sebelum. Berbagai kendala di lapangan menganai keikulum 2013 yaitu,
1. Pengadaan buku yang amburadul
Pengadaan buku disekolah memang amburadul, hal ini terlihat dari ketersediaan buku. Buku pemerintah yang seharusnya bisa digunakan untuk belajar siswa juga belum seluruhnya sampai disekolah utamanya untuk mata pelajaran peminatan dijenjang SMA.
2. Belum semua guru menjalani bimtek
Dalam anggaran kurikulum 2013 diprogramkan bimtek untuk guru dalam rangka akselerasi kemampuan guru dalam penerapan kurikulum 2013. Dan lagi-lagi hanya sebagian mapel saja yang sudah mengikuti bimtek. Alhasil guru harus menerapkan pembelajaran tuntutan pemerintah yang belum jelas seperti apa isi kurikulum dan teknik penilaiannya.
3. Teknik penilaian yang seabrek
Dalam pembelajaran seorang guru dituntut untuk melaksanakan penilaian yang memusingkan. Pasalnya dalam penialaian tak ada format yang jelas dan praktis sehingga ujung-ujungya penilaian kembali kurikulum lama yang hanya seadanya semampu guru. Melihat format penilaiannya saja sudah membingungkan apalagi mau melaksanakan penialainnya.
4. Budaya belajar siswa