Mohon tunggu...
Donny Adi Wiguna ST MA CFP
Donny Adi Wiguna ST MA CFP Mohon Tunggu... Konsultan - CERTIFIED FINANCIAL PLANNER, Theolog, IT Consultant, Photographer, dan Guru bikin Kue dan Roti

Konsultan Perencana Keuangan di Bandung

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Aturan Pertama Penyiasat

28 Mei 2014   14:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:02 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Inilah aturan pertama yang selama ini dirahasiakan oleh para penyiasat dan jago-jago pat gulipat:

Orang-orang kebanyakan bodoh; mereka melakukan apa yang mereka ingin percayai, bukan kebenaran. Mereka bisa digiring ke sana ke mari dengan iming-iming hadiah atau rasa takut, dibuat membeli sesuatu atau menolak sesuatu, hanya karena dimotivasi untuk mempercayainya. Karena itu, belajarlah untuk menyelidiki kebenaran akan segala sesuatu sebelum bertindak.

Di jaman yang menikmati fasilitas teknologi informasi, kekuatan aturan pertama menjadi semakin nyata. Orang bisa diajak untuk menginginkan sesuatu, dan dengan demikian bisa mempercayai sesuatu sesuai dengan keinginannya itu. Untuk melihatnya menjadi lebih relevan, mari kita perhatikan hal yang sangat aktual saat ini: pemilu Presiden.

Begini, bagi para pemilih, bagi orang-orang yang sibuk mendukung dan membela calonnya masing-masing, apa yang menjadi motivasi mereka? Kalau bicara dan ngobrol dan chatting -- belakangan lebih sering pakai messenger daripada tatap muka -- maka secara umum kita bisa menemukan orang-orang yang menaruh harapan. Karena berharap, maka mereka mengambil langkah, melakukan sesuatu ini dan itu. Harapan yang diterima adalah yang sesuai dengan keinginan, dan tentunya setiap orang percaya bahwa keinginannya itu baik dan layak untuk diusahakan.

Ada banyak kepercayaan untuk menaruh keinginan, tentunya kita tidak bisa melepaskan dari kepercayaan agama. Konon dalam diri setiap manusia ada kerinduan untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan selagi masih hidup di bumi, dan itu diyakini akan membawa kebahagiaan yang tak terkira. Jalannya adalah menjadi 'saleh' dan 'religius' -- saya beri tanda kutip karena sifatnya yang sangat relatif dan berbeda-beda antara satu kepercayaan dengan kepercayaan lainnya. Kalau diperhatikan, maka ada keserupaan dari semuanya, di mana kepercayaan itu diterima karena sesuai dengan harapan dan keinginan.

Jadi begitulah: orang-orang menginginkan berkah dari Tuhan, dengan mempercayai bahwa ada serangkaian hal yang harus dilakukan, ditaati, diikuti. Orang-orang mempercayai Tuhan menginginkan orang yang tegas dan berani untuk menjadi Pemimpin negeri ini. Sebagai buktinya, para pemimpin agama memberikan restunya, dan bersama-sama menaikkan doa-doa mujarab yang pasti membawa kemenangan bagi sang pemimpin tegas berwibawa ini. Mereka mempercayai bahwa salah satu bentuk kesalehan adalah mendukung calon yang disetujui oleh para pemimpin agama, yang berarti disetujui oleh suara ilahi  yang pasti terjadi. Lagipula, pengalaman "membuktikan" hal-hal itu: mereka mengalami hal-hal enak dan menyenangkan selama bersama sang calon pemimpin. Ada fasilitas dan kenikmatan yang tersedia: musik, menari-nari, makan-makan. Ada senyum dan keramahan serta berkah uang disertai tarikan bibir sang pemimpin yang tegas berwibawa.

Orang seperti ini, mana ada salahnya? Maka, semua keburukan yang diungkapkan oleh lawan politiknya, tentu merupakan dusta. Suatu kampanye negatif, mengisahkan masa lalu seolah-olah perbuatannya begitu kelam dan kejam. Mana mungkin orang sebaik ini pernah berbuat jahat di masa lalu? Pastilah dia ini korban dari konspirasi, dari tipu muslihat iblis, dari kekuasaan yang tidak adil dan dikuasai oleh pihak-pihak asing!

Dalam kepercayaan yang sesuai dengan keinginan hati, satu-satunya yang berlaku adalah keyakinan. Tidak usah mempelajari sejarah, karena pasti semuanya adalah hasil manipulasi dan pemutarbalikkan fakta. Buat apa? Yang penting adalah dia yang sudah berdiri di sini, ditemui di sini, sudah berbicara dengan gagahnya dan menimbulkan inspirasi yang menggetarkan jiwa. Inspirasi dari orang yang sukses, karena diam-diam merasa diri sendiri adalah gagal, kurang, dan tidak mampu.

Orang-orang bodoh tidak mampu mengerti, tidak mampu belajar, tidak mampu mencari tahu tentang kebenaran. Karena kalau menemukan kebenaran, mungkin jadi akan tidak menyukainya. Kebenaran juga bisa terasa menyakitkan. Kebebasan itu menyakitkan, karena ada resiko salah dan gagal. Lebih mudah, lebih enak, mempercayai apa yang ingin dipercayai, mengikuti saja apa kata orang-orang yang lebih pintar, melihat bukti-bukti di depan mata, dan melangkah dalam iman dengan kacamata kuda. Kenapa harus berpikir mencari jalan sendiri, kalau bisa mengikuti dia yang sudah sukses?

Dan demikianlah orang-orang bodoh jatuh terperangkap dalam aturan pertama penyiasat, para tukang sihir yang bisa membuat fakta terbalik-balik sesuai kehendak mereka.

Kebenaran itu mungkin menyakitkan, tetapi kebenaran itulah yang akan membebaskan manusia. Ini bukan soal hitam atau putih, bukan tentang positif atau negatif, bukan urusan yin atau yang. Ini adalah mengenai apa yang benar, yang sesuai dengan realita, yang selalu benar pada dirinya sendiri, tidak ada kontradiksi. Kebenaran adalah realita, sejarah, berada dalam waktu masa lalu, dan konsekuensinya akan terjadi di masa yang datang. Kebenaran adalah tolok ukur baik atau jahat, dasar dari moralitas.  Orang akan menganggap jalannya sendiri adalah baik, menganggap segala usahanya adalah baik, tapi semuanya itu harus diuji dengan Kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun