Mohon tunggu...
Donny Irmawan
Donny Irmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Penulis adalah seorang mahasiswa S1 jurusan Ekonomi Pembangunan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengubah Perilaku Konsumsi Demi Menjaga Inflasi

20 Mei 2020   12:00 Diperbarui: 20 Mei 2020   11:57 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pandemi Covid-19 membawa seseorang kepada kepanikan, tidak hanya pada kondisi kesehatan namun dalam sisi kebutuhan mereka juga sangat khawatir. Pasalnya selama masa pandemi ini ketersediaan barang dan bahan pokok menurun, kebutuhan masyarakat setiap harinya terus bertambah sedangkan produktivitas perusahaan berkurang.

Kemudian muncul yang namanya panic buying, situasi dimana banyak orang tiba-tiba melakukan pembelian makanan, bahan pokok dan sebagainya dengan cara sebanyak-banyaknya dan menimbun untuk kebutuhan yang akan datang. Terlebih lagi ditengah pandemi ini rasa cemas akan ketersediaan bahan makanan sering dirasakan.

Tindakan punic buying sebenarnya tindakan untuk ikut-ikutan dengan orang lain dalam berlanja berlebihan, ini merupakan perwujudan dari herd instint misalnya mereka melihat dari media sosial. Kondisi seperti ini mengakibatkan kelangkaan bahan kebutuhan di pasar, karena perusahaan tidak mampu lagi untuk produksi di masa seperti ini diakibatkan kurangnya bahan baku. Jika kondisi ini berangsung lama akan mengakibatkan harga di pasar naik, dan mengakibatkan inflasi. Stabilitas harga terganggu, karena penawaran berkurang dan meningkatnya permintaan pasar yang lebih tinggi kemudian mengarah pada inflasi.

Konsumsi rumah tangga memang sangat diperlukan dalam masa pandemi seperti ini, karena sebagai penopang kegiatan ekonomi agar terus berjalan. Namun konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Melemahnya optimisme konsumen terutaama disebabkan oleh menurunnya persepsi keyakinanan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini.

Pendapatan yang menurun juga menyebabkan konsumsi berkurang, penurunan pendapatan ini disebabkan oleh hilangnya pekerjaan karena banyak perusahaan yang melakukan PHK. Sementara itu menurut Bank Indonesia, dari sisi ekspektasi konsumen masih relatif optimis terhadap perkiraan kondisi ekonomi 6 bulan mendatang meskipun tidak sekuat perkiraan sebelumnya. Optimisme tersebut didorong oleh perkiraan penghasilan yang meningkat dan kegiatan usaha yang kembali membaik pada 6 bulan mendatang.

Pandemi Covid-19 terus berdampak terhdap perekonomian, kinerja ekspor tahun ini mengalami penurunan tidak hanya terjadi pada sisi komoditas namun juga pada sektor pariwisata. Kondisi ketidakpastian yang tinggi mempengaruhi tingkat keyakinan konsumen. Stimulus pemerintah terus diberikan terhadap dunia usaha demi menjaga konsumsi tetap terjaga.

Relaksasi perpajakan dilakukan untuk mendorong belanja dan daya beli, dan dalam sisi non fiskal relaksasi dilakukan untuk mendorong lalu lintas perdagangan serta kebijakan pangan untuk memastikan pasokan. Kebijakan pangan yang dilakukan pemerintah guna untuk menjamin ketersediaan pasokan utama dan strategis bagi penduduk dengan harga terjangkau.

Produk pangan yang strategis adalah beras, jagung, bawang merah dan putih, cabai, daging, telur, gula dan minyak goreng. Kemudian pemerintah juga mempercepat rekomendasi impor untuk beberapa komoditas yang pemenuhannya masih melalui impor. Semua kebijakan yang dilakukan ini dengan harapan prospek pertumbuhan ekonomi tahun ini tetap terjaga.

Perkembangan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia saat ini terus menurun, semakin banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan mereka  sehingga pendapatan mereka juga menurun. Sebaliknya jika kita melihat harga bahan pokok di pasar pada masa mendekati lebaran seperti ini biasanya melambung tinggi. Dilihat dari data yang dirilis oleh kementrian perdagangan, peningkatan harga terjadi pada daging sapi, daging ayam, minyak goreng, tepung terigu, telur, cabe, bawang dan ketela pohon.

Faktor pemicu kenaikan bawang karena menipisnya pasokan dari petani. Kemudian menipisnya ketersediaan gula saat ini menurut Menko Perekonomian dikarenakan kendala dalam sisi impor dari negara lain dengan adanya pembatasan atau lockdown. Seperti yang kita tahu dalam hal kebutuhan gula dan bawang Indonesia masih mengandalkan impor dalam memenuhi kebutuhannya. Kenaikan harga menjelang menjelang ramadhan dan lebaran memang terjadi setiap tahun. Namun biasanya harga kembali normal setelah lebaran.

Menurut data data dari BPS dan laporan perkembangan ekonomi oleh Bank Indonesia, kondisi inflasi tetap terjaga dikisaran sasaran. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2020 tercatat sebesar 0,28% (mtm), lebih rendah dibandingkan inflasi bulan lalu sebesar 0,39% (mtm). Perkembangan ini dipengaruhi oleh kelompok inflasi inti yang rendah, administrated prices (AP) mencatat deflasi serta inflasi volatile food yang melambat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun