Mohon tunggu...
Donkollâ„¢ Haeruddin
Donkollâ„¢ Haeruddin Mohon Tunggu... -

Tukang angon onta wkwkwkwkkwkwkwk

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makanan Instant. Berbahaya?

12 Oktober 2010   09:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:29 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah lama saya berusaha menghindari makanan makanan instant,walau kadang sewaktu waktu suka 'nakal' juga untuk mengkonsumsinya.Bukan apa apa,alasan sederhananya karena saya dikaruniai Tuhan perut yang suka 'rock en roll' bila mengkonsumsi makanan instant.Entah saya harus mensuykuri keadaan perut saya yang kayak begini atau sebaliknya.Untuk anda yang pakar kesehatan kompasiana mungkin bisa menjelaskan kenapa sebuah perut bisa tak tahan menerima makanan instant.Tapi yang jelas,bagi saya makanan instant merupakan opsi terakhir yang akan saya konsumsi.

Sebagai seorang bujangan abadi yang hidup ngekost,memang akan sangat terbantu bila ada makanan instant.Masalahnya perut saya tak bisa kompromi untuk makanan cepat saji itu.Saya adalah penggemar berat kopi walau bukan seorang perokok.Tapi untuk menghidangkan kopi,tak selalu mudah semudah teman teman saya.Mereka cukup membuatnya dari sebungkus kopi instant yang tinggal tuang air panas.Benar benar simple.Tapi untuk saya,meminum kopi instant berarti harus merelakan perut kesakitan seperti terkena maag.Itulah sebabnya,maka saya perlu sedikit 'bersusah payah' hanya untuk secangkir kopi.Tapi biarlah,toh semua ada harganya.Sisi positifnya,saya jadi menyukai ritual membuat kopi pagi yang nyaris 12 tahun tak pernah terlupa.Ada kebahagiaan kecil bila kita menikmati hal yang dengan susah payah kita sajikan.

Bicara tentang makanan instant,rasanya tak akan cukup sehari bila kita menyebutkan merek mereknya saking banyak jenisnya.Hidup kita seolah dikepung oleh makanan makanan instant itu.Tengoklah kewarung warung kecil di pedesaan.Segala jenis makanan instant memenuhi rak rak warung.Tiwul sebagai contoh,makanan khas gunung kidul itu kini tersedia dengan 'versi' instantnya.Bukan main.Kita jadi dimanjakan dan diberi kemudahan dengan adanya makanan makanan itu.Sekaligus dibikin malas.Efek negatif lainnya yang saya kira,tentu saja saya bisa salah,adalah merebaknya budaya instant dihampir semua sendi sendi kehidupan kita.Maka muncullah penyanyi karbitan,politisi sehari jadi,dan keinginan kaya tanpa mau susah payah.Saya menamakannya sebagai indomie syindrome.Jangan nyari nyari di wikipedia tentang istilah itu,toh cuma karangan ngawur saya saja.

Saya tak kompeten bila mengungkapkan secara detail mengenai baik buruknya makanan instant.Tapi ayo coba kita berpikir secara logika.Sebuah makanan instant,pasti mengandung unsur unsur tambahan seperti pengawet,pewarna,zat anti gumpal,penguat rasa dan sebagainya.Walaupun unsur unsur itu telah lolos uji di balai pengujian,tapi semua itu tak membuktikan bahwa makanan instant itu save 100%.Apalagi bila makanan itu terlalu sering dikonsumsi.Jadi cara amannya mungkin kita mulai menjarangkan mengkonsumsi makanan makanan itu dan menggantinya dengan sesuatu yang segar.Hidup adalah pilihan,jadi ayo kita memilih hal terbaik buat tubuh kita.

Salam rock en roll

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun