Mohon tunggu...
Doni Hermawan
Doni Hermawan Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Money

Negeri Agraris yang Menangis

13 Agustus 2018   17:40 Diperbarui: 13 Agustus 2018   18:19 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Berita korupsi yang melibatkan kepala dinas pertanian Padang Lawas, Sumatera Utara, makin digarap serius oleh Polri. Kasusnya berlanjut. Pengamat dan anggota dewan turut bersuara. Mereka meminta Polisi  mengulik daerah lain. Sebab, bisa jadi, praktik seperti ini diam-diam telah meluas ke berbagai tempat. Bila tak banyak berita korupsi pertanian muncul di halaman koran, mungkin karena belum ketahuan saja.

Dalam sebuah wawancara, Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Krisnadwipayana, Indriyanto Seno Adji, meminta agar OTT yang dilakukan Polda Sumut ini ditindaklanjuti secara paralel. Katanya, pasti niscaya bila ada keterlibatan pejabat di tingkat pusat.

Korupsi sektor pertanian ini memang sangat mengancam hajat banyak orang. Ratusan juta penduduk masih menjadikan nasi sebagai bahan pangan utama. Maka produktivitas tanaman padi harus terjaga benar. Yah, syukur jika dapat ditingkatkan secara drastis. Sebab jumlah penduduk tentu bertambah, otomatis jumlah beras yang dibutuhkan pun meningkat.

Kementan seperti kalang kabut dalam mengelola anggarannya. Banyak pos subsidi yang dibiayai. Jumlahnya pun tak sedikit. Dari subsidi benih, pupuk, atau alsintan. Ada pula anggaran untuk cetak sawah baru dan pembuatan irigasi. Lengkap bukan? Maka wajar saja bila pengelolaan anggaran dicurigai tak tepat sasaran dan berpotensi bocor sana-sini.

Mana pertanggungjawaban atas subsidi benih, pupuk, dan sebagainya itu? Mana hasil cetak sawah baru dan bantuan pembuatan saluran irigasi? Jika saja semua pos subsidi itu teralokasikan dengan baik, tepat sasaran, dan tepat guna. Maka kita tak bakal membaca laporan BPS yang menyebutkan nilai tukar petani rendah, apalagi berita ancaman puso lantaran musim kemarau.

Hanya ada dua musim di Indonesia. Anehnya, tiap kali musim berganti kita harus dibikin pusing gara-gara dampaknya? Kekeringan saat kemarau, dan terendam air saat musim hujan. Bila mengantisipasi musim kemarau saja Kementan tak mampu, bagaimana mau mengantisipasi dampak curah hujan tinggi?

Dengan anggaran triliunan rupiah itu, urusan dampak cua. Bahkan, harusnya produktifitas tanaman padi meningkat luar biasa, harusnya kita dapat membeli beras premium dengan harga murah. Kurang apa? benih disubsidi, pupuk disubsidi, cetak sawah baru katanya sudah ribuan hektare. Nyatanya, nilai tukar petani, harga gabah, dan harga beras tak semanis bualan sang menteri.

Bulog pun sampai diwajibkan menyerap gabah dan beras dengan kualitas seburuk apa pun agar petani tak rugi. Kita sering membaca berita yang menyebutkan bahwa beras yang dijual Bulog berkualitas buruk. Artinya, kualitas gabah pun banyak yang tak bagus, bukan? Tentu saja ini tak perlu terjadi bila sentra-sentra produksi memiliki mesin pengering yang dapat dijangkau dengan murah dan mudah oleh para petani. Jadi ke mana perginya anggaran selangit itu? Mana hasilnya?

Bila di Medan saja seorang kepala dinas bisa kongkalikong dengan petani untuk memainkan dana bantuan, bagaimana dengan Jawa Barat dan Sulawesi yang notabene adalah sentra produksi tanaman padi? Dari kasus OTT Medan, tampak jelas bahwa alokasi subsidi dan dana bantuan untuk kelompok tani tak terawasi dengan baik. Penyaluran anggaran subsidi dan dana bantuan sektor pertanian di semua daerah penerima harus ditelusuri. Alokasi harus jelas, pertanggungjawaban harus diekspor ke publik. Jika tidak, oknum-oknum yang menggerogoti anggaran ini bakal merasa aman dan nasib kedaulatan pangan kita tak bakal aman, tak peduli betapa sering klaim surplus dilontarkan.

Jangan sampai negeri agraris ini mengerang tangis, gara-gara segelintir bromocorah anggaran pertanian dibiarkan merajalela. Persis wereng yang menghabisi sawah-sawah rakyat. Basmi mereka!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun