Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Balada Kalung Anti Covid-19

20 Juli 2020   13:53 Diperbarui: 20 Juli 2020   19:00 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eucalyptus,Anti virus Corona (sumber foto : sonora.id)

Alkisah di satu kerajaan, terjadi wabah penyakit yang sangat ganas. Wabah tersebut sudah merengut ribuan nyawa manusia. Hal ini membuat sang Raja menjadi masgul dan gundah gulana. 

Melihat Raja yang bermuram durja, seorang abdi dalem, meskipun dia buta tentang ilmu obat-obatan, mencoba mencari obat penyakit itu. Tidak berapa lama, di suatu pagi yang cerah, seisi warga kerajaan tersentak dan seluruh negeri menjadi geger. Cerita yang beredar, obat penyakit ganas itu sudah ditemukan. 

Banyak warga yang terharu sembari kagum melihat sumbangsih dan pengadian abdi dalem tersebut. Tetapi sekelompok adipati dan warga terpelajar di kerajaan tersebut terkejut dan bergumam..... masa sih?

Karena,bukan hanya seluruh warga kerajaan terkejut, si abdi dalem sendiri juga terkejut, karena obrolannya tadi pagi di warung kopi Mak Inem bisa tersebar begitu cepat. Kenyataanya si abdi dalem masih meracik resep obat itu dan belum selesai.

Iya, di tengah pandemi covid19, perhatian warga Indonesia tersita dengan rilis berita dari Kementerian Pertanian, yang menyatakan bahwa mereka sudah menemukan obat virus covid19, disebutkan Eucalyptus yang mengandung Cineol-1,8 efektif membunuh virus dengan tingkat keberhasilan 80 -100%.

Pernyataan Menteri Pertanian ini tidak salah, malah merupakan angin segar bagi Indonesia,  ketika seluruh ilmuwan di dunia berlomba-lomba untuk menemukan vaksin dan obat virus covid19, Kementerian Pertanian sudah selangkah lebih maju dengan penemuan obat Covid19. 

Tetapi pernyataan Menteri Pertanian kemudian berbuntut panjang setelah muncul lagi pernyataan, bahwa dalam waktu dekat Kementerian Pertanian berencana bekerjasama dengan industri dan segera memproduksi obat berbahan eucalyptus itu secara massal.

Alhasil pernyataan ini menjadi polemik,  Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menilai, tidak ada relevansi antara kalung antivirus dengan paparan virus corona, demikian juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ari Fahrial Syam, menilai, butuh perjalanan riset yang panjang untuk dapat mengklaim kalung eucalyptus tersebut sebagai antivirus corona.

Wajar saja, para ilmuwan itu membantah, sebagai ilmuwan mereka terikat dengan kode etik keilmuan yang sistematis dan ilmiah. mereka tahu persis bahwa penelitian tentang eucalyptus ini masih pada tahap in vitro alias masih sebatas penelitian di laboratorium. 

Jajaran di Litbang Kementan seharusnya tahu bahwa untuk memproduksi obat atau vaksin membutuhkan beberapa tahapan yang lazim disebut uji klinis , tidak ujuk-ujuk mempublikasikan  hasil penelitian yang masih berskala laboratorium. 

Dan, satu hal lagi, "statement" ini muncul dari institusi resmi negara yang seharusnya mengeluarkan pernyataan dan kebijakan yang sudah dikaji dengan matang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun