Mohon tunggu...
Dokter Kusmanto
Dokter Kusmanto Mohon Tunggu... .

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saya Mau Gendong Anak Saya

19 Februari 2014   01:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:42 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_312675" align="aligncenter" width="590" caption="difoto oleh Kusmanto"][/caption]

Seorang ibu muda menangis sambil mengendong putrinya yang berusia dua tahun. Siapapun yang melihatnya pasti sedih dan bertanya tanya, mengapa ibu itu menangis sambil mengusap punggung putrinya.

Kejadiannya pada hari sabtu pagi dan cuaca kota Jakarta rintik rintik masih hujan. Saya di ajak oleh teman yang juga tetangga. Teman saya ini dari keluarga yang aktip dalam kegiatan sosial.

Siapa pula yang menyangka; saat kami berangkat dengan dengan mobil jeep yang cukup besar, ternyata seorang gadis cantik menjadi supirnya. Terkagum kagum saya duduk di bangku belakang tanpa kuatir mobilnya di kemudikan oleh seorang wanita cantik.

Mobil langsung menuju jalan toll dan terus kencang membelah kota Jakarta menuju Bumi Serpong Damai. Kebenaran daerah itu adalah tempat kelahiran nenek saya. Sehingga saya menjadi ingat pula pengalaman sekitaran tahun 1960an.

Tak terasa, mobil mulai parkir dan tandanya kami sudah tiba di lokasi tujuan. Saya turun dari mobil dan dipandu untuk ikut masuk kedalam ruangan. Didalam ruangan itu banyak anak anak balita sedang kumpul bersama, bermain maupun bernyanyi. Barangkali ada yang ulang tahun, karena ada nyanyian selamat ulang tahun. Sesaat saya memperhatikan anak anak bernyanyi sambil diiringi seorang yang bermain gitar. Kesannya sederharna tetapi penuh sukacita. Sekitar 10 menit saya ikut memperhatikan lingkungan dan kegiatan anak anak tersebut. Mungkin totalnya ada sekitar 50an anak dari berbagai usia. Tiba tiba saya di panggil untuk ikut hadir dalam pertemuan. Saya tidak paham pertemuan apa itu. Tetapi saya mendengarkan dan memperhatikan, supaya saya mempunyai "benang merah" nya rapat tersebut. Saya mulai paham bahwa ini adalah kegiatan sosial yang dipelopori oleh tokoh agama. Tujuan kegiatan sosial yang sangat mulia dan memang masih sangat dibutuhkan untuk kondisi sosial ekonomi di negara kita.

Dalam pertemuan tersebut hadir beberapa orang yang menurut saya sudah mapan dalam ekonomi. Mereka melakukan pelayanan untuk kelompok masyarakat yang sangat membutuhkan pertolongan kegiatan sosial ini.

Tentu semua kendala harus ada jalan keluarnya. Tentu pula kegiatan organisasi sekecil apapun, harus ada pemimpinannya. Tentu saja banyak faktor yang bisa menyebabkan berhasilnya suatu organisasi. Dan tentu saja segala kendala harus di prioritaskan sesuai kebutuhan, waktu dan kemampuan untuk melaksanakannya. Wajarlah bila organisasi dari kecil makin membesar dan makin berperan dalam masyarakat. Tetapi Visi dan Misi akan tetap menjadi dasar untuk membuat panduan kerja. Semacam buku pintar lah yang akan menjabarkan semua aktivitas. Sehingga struktur organisasi bisa di pahami oleh anggota pengurus yang notabene nya adalah kerelaan tanpa imbalan materi. Dalam diskusi tersebut; tampak para pengurus yang bekerja dengan iklas, sukarela, dengan tujuan mulia. Saya yakin, pastilah organisasi itu akan berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Pastilah semacam buku panduan untuk semua struktur organisasi dan petunjuk kerjanya akan mempermudah dan memperjelas tugas, tanggung jawab, hak dan wewenangnya. Sejenak saya meninggalkan rapat tersebut dan saya kembali ke lokasi anak anak tadi berkumpul dan bernyanyi. Mereka sudah tidak ada dan ruangan sangat sunyi sekali. Kemanakah mereka semua itu ?

Ternyata mereka semuanya tidur, serentak mereka tidur di ranjang nya masing masing. Anak anak itu sangat lucu, dan tiap anak tidurnya di ranjang masing masing.

Ada anak yang masih sangat muda sekali, mungkin usia nya baru beberapa bulan saja. tertidur dengan pulas sambil tengkurap. Yang lainnya tidur saling melintang diatas ranjangnya. Mereka tampak pulas dan tampak bahagia.

Tiba tiba seorang ibu pengurus membawa satu anak usia sekitar dua tahun keluar ruangan ? Padahal teman teman lainnya masih tidur nyenyak.

Terjadi lah pembicaraan antara sang pengurus dan ibu anak itu. Pengurus : Ibu..., ini Lovita. di empok empok yah biar Lovita tidur. Ibu (sambil menangis dan menerima anakya) : iya... terima kasih

Pembicaraan yang sepintas dan super cepat.

Sang ibu berjalan pergi menuju satu ruangan yang mungkin untuk ruang pertemuan antara anak dan orang tua. Tetapi ibu itu tetap berdiri sambil menimang putrinya. Saya perhatikan dari jauh tanpa sang ibu tahu bahwa saya sedang memperhatikan. Mungkin sekitar 5 menit saya perhatikan ibu itu meneteskan air mata sambil berjalan perlahan lahan di sekitar ruangan itu. Menetes air mata sambil mengusap punggung Lovita yang menemplok di dada ibunya. Sang anak (Lovita) sangat baik, tenang, diam saja walaupun matanya tidak tidur. Pasti Lovita sangat kangen terhadap ibunya.

[caption id="attachment_312679" align="alignnone" width="622" caption="difoto oleh Kusmanto"][/caption]

Perlahan saya mendekati ibu nya dan berdialog.

Kusmanto : Ibu.... mengapa menangis ?.... siapa nama anaknya ? Sang ibu menyeka air mata tetapi malah bertambah banyak tetesan air matanya. Dijawab : Ini anak saya, Lovita namanya

Kusmanto : Berapa usianya ? Ibu : Dua tahun (sambil menangis )

Kusmanto : Boleh saya tahu, kenapa anaknya ada di panti sosial ini ? Ibu : Yah... itulah pak... Salah saya... Kusmanto : Boleh saya tahu, kenapa salah ibu ? Sang ibu menjawab dengan spontan dan polos sekali. Dijawab : Waktu itu, saya pacaran dan akhirnya saya hamil. Setelah hamil dua bulan, saya di tinggalkan tanpa berita apapun. Saya tidak berani bertanya usia ibu itu, tetapi dugaan saya sekitar 25 tahun. Kami cerita panjang lebar tentang asal usul sang ibu. Bahwa sang ibu berasal dari kota kecil Jawa Timur (di jelaskan kotanya). Sedangkan sang ibu tidak pernah tau asal usul sang pacar, taunya hanya dari jawa tengah.

Cukup banyak yang kami diskusikan, dan akhirnya saya lanjut bertanya.

Kusmanto : Apakah bapak Lovita masih ada ? Ibu : Sejak hamil dua bulan tidak ada kabar lagi sampai sekarang. Kusmanto : Bagaimana ibu bisa menghidup diri saat ini ? Ibu : Saya bekerja sebagai pengasuh anak majikan dan diijinkan untuk melihat Lovita tiap dua minggu sekali. Saya tinggal di rumah majikan dan diberi ijin rutin menjengguk Lovita. Kusmanto : Apakah ibu masih akan rutin mengunjungi Lovita ? Ibu : Iya.... saya sayang anak ini... saya mengharapkan anak ini. Kusmanto : Apakah ibu akan usahakan anak ibu ini sekolah dan menjadi pintar dan mandiri ? Di Jawab : saya ingin anak saya pintar tetapi saya tidak mampu biayakan. Saat ini saja, saya cuma sebagai pengasuh anak. Kusmanto : Apakah ibu akan ambil Lovita, bila sudah mampu menghidupi Lovita ? Ibu : Iya., saya mau bawa pulang bisa saya sudah mampu. Tapi sekarang saya masih jadi pengasuh anak orang. Saya juga mau gendong anak saya. Kusmanto: Saya harap dan saya doakan supaya Lovita menjadi anak pintar, sehat dan bakti terhadap orang tua. Ibu itu malah menjadi makin menangis. Pembicaraan berkisar sekitar 15 menit dan saya harus stop bertanya supaya ibu itu punya waktu bercengkama dengan Lovita. Sebelum pamitan, tidak lupa saya meminta ijin untuk foto ibu tersebut yang sedang menggendong Lovita. [caption id="attachment_312681" align="alignnone" width="635" caption="difoto oleh Kusmanto"][/caption] Itulah situasi yang saya alami di panti asuhan. Pengalam dengan anak anak pun tersebit lagi saat saya menjalankan tugas adaptasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tepatnya saat di bagian anak. Banyak anak anak terlantar. Banyak anak anak kecelakaan lalu lintas yang butuh pertolongan beberapa dokter dalam waktu bersamaaan. Banyak anak anak yang menderita penyakit bawaan maupun penyakit menular. Semoga saja, dan saya berdoa, semoga saja TIM Pengurus panti sosial itu bisa memahami dan memilah milah kriteria kedokteran, psikologi maupun sosial ekonomi. Karena sesungguhnya apa yang dihadapi panti sosial itu adalah keterkaitan yang sangat erat antara kebutuhan tindakan medis akibat perilaku kejiwaan manusia yang sangat berkaitan sekali dengan sosial ekonomi. Oleh karena itu; apapun misi visi kegiatan sosial tersebut, haruslah melibatkan ilmu kedokteran, ilmu psikologi dan ilmu sosial ekonomi. Dan tak terasa, waktu sangat cepat dan waktu sudah siang hari. Saya tidak paham dan tidak tahu keputusan pertemuan mereka termasuk program massa depan organisasi itu. Yang pasti tantangan moral, konsep kerja, keuletan yang berkomitmen. Akhirnya kami meninggalkan panti sosial itu dengan doa untuk sesuatu yang akan menjadi lebih baik untuk anak anak dipanti tersebut.

[caption id="attachment_312677" align="aligncenter" width="590" caption="difoto oleh Kusmanto"][/caption] [caption id="attachment_312678" align="aligncenter" width="524" caption="Difoto oleh Kusmanto"][/caption] [caption id="attachment_312680" align="aligncenter" width="590" caption="Difoto oleh Kusmanto"][/caption]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun