Mohon tunggu...
Sembodo Nugroho
Sembodo Nugroho Mohon Tunggu... Peternak - Master of Animal Science

Bersepeda adalah hal yang sangat menyenangkan bagi saya, dengannya bisa mendapatkan tubuh yang sehat, inspirasi baru untuk dibagikan dan menikmati kesegaran udara dengan bonus pemandangan nan indah...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Merawat Reformasi dalam Bingkai Negara Kesatuan

24 Januari 2017   04:00 Diperbarui: 24 Januari 2017   04:21 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini telah banyak kita rasakan gejala mencuatnya kembali Politik Identitas pasca Penistaan agama yang dilakukan oleh Calon Gubernur DKI Jakarta "Ahok". Umat Islam yang marah dengan ulah sang petahana tersebut melakukan beberapa aksi damai agar hukum bisa ditegakan terhadap sang penista.  Berawal dari aksi bela Islam yang dikenal dengan gelombang massa besar 411 dan 212, yang kemudian drama demi drama dimulai.  

Drama pertama adalah aksi tandingan yang dilakukan oleh pendukung Ahok yang kemudian mengatasnamakan dirinya sebagai aksi kebhinekaan, namun nyatanya justru aksi yang tidak ada sedikit pun nilai edukasinya terhadap masyarakat malah terkesan sebuah aksi bebal.  Berawal dari aksi inilah Bipolar kekuatan mencuat ke permukaan antara kekuatan Islam dengan pendukung ahok, terlebih media mainstream terlihat menyulut isu tersebut dengan framing yang dibangun agar terlihat kebhinekaan negara ini berada di ujung tanduk.  Aksi bela Islam seolah menjadi sebuah momok bagi persatuan negara ini, padahal kalau kita melihat dengan kacamata yang objektif dalam kerangka hukum, tidaklah salah apa yang dilakukannya yakni menuntut keadilan di depan hukum.  Namun apa yang dilakukan oleh pendukung ahok seolah menjadi sebuah kebenaran dengan mengatasnamakan aksi Kebhinekaan, yang kemudian memunculkan stigma masyarakat bahwa Islam tidak pro kesatuan, padahal merekalah yang justru tidak dewasa dalam iklim demokrasi dalam era Reformasi seperti saat ini. 

Drama kedua adalah mencuatnya isu makar yang dilakukan oleh beberapa oknum yang sengaja menunggangi Aksi superdamai 212 untuk menjatuhkan penguasa yang sah.  Stigma makar yang dibangun,  justru malah menjadi bola panas yang digulirkan supaya aksi superdamai terkesan bagian dari sebuah aksi makar yang terorganisir dengan pengerahan massa super banyak ke jantung Ibukota.  Sejatinya dalam iklim demokrasi yang menjadi amanah konstitusi tidaklah salah aksi demonstrasi yang dilakukan, malah justru penguasa seolah takut dengan masukan dan tuntutan yang disuarakan oleh rakyat  Dari drama inilah yang kemudian berbuntut pada pebungkaman oleh penguasa terhadap rakyat yang bersuara.  Pembrendelan terhadap situs-situs Islam dengan dalih penyebar isu Hoax yang dianggap mengancam keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara, tanpa adanya klarifikasi terhadap pemilik situs-situs yang dibrendel.  Stigma isu Hoax yang dibangun saat ini adalah apa saja yang sekiranya mengkritik atau memberi masukan kepada penguasa adalah sebuah hoax yang membahayakan keutuhan NKRI.  Kalaulah kita melihat dengan sisi ke-objektifan ala era reformasi saat ini, sejatinya penyebar hoax adalah penguasa sendiri yang belum mampu membangun sistem komunikasi yang efektif antar lembaga negara.  Hal tersebut menjadi kentara saat sebuah kebijakan dipublish yang kemudian antar lembaga negara yang ada seolah tidak menau dengan kebijakan yang dibuatnya dan saling lempar tidak bertanggungjawab.  Seolah negara menjadi sebuah tempat magang oleh penguasa saat ini, yang kemudian menjadikan kegaduhan demi kegaduhan terjadi antar lembaga negara soal kebijakannya,  yang dampaknya begitu berasa pada tataran rakyat tingkat bawah sebagai pelaksana kebijakan yang telah dibuat.  

Drama Ketiga adalah kontras kepentingan politik pada tubuh ormas (Organisasi Masyarakat) yang membawa konflik horizontal semakin mengeruh, hal ini terlihat saat ada segelintir ormas/LSM mencoba menjadi aktor penggerak pembubaran ormas FPI dengan dalih anti NKRI.  Menjadi kentara muatan politik yang diusung oleh ormas tersebut sebagai buntut panjang dari aksi 411 dan 212, FPI yang notabene sebagai salah satu penggerak massa yang menuntut pengadilan terhadap penista Agama "Ahok".  Pimpinan FPI (Habib Rizieq Shihab)  yang menjadi bagian dari penggerak aksi 411 dan 212 dilaporkan sebagai anti Pancasila dan NKRI, yang kemudian intimidasi dan kekerasaan juga  dilakukan terhadap anggota-anggota FPI, terlebih saat pulang pengawalan pemeriksaannya di Bandung silam.  Para penegak hukum seolah buta dan membisu melihat apa yang terjadi, anakisme yang selama ini selalu dilawannya namun pada kasus ini terlihat tak berdaya.  Usut punya usut ada backingan yang dilakukan oleh oknum penegak hukum, yang kemudian membiarkan anarkisme yang dilakukan oleh ormas/LSM tersebut sebagai bentuk pembenaran terhadap pembubaran FPI.  Sebuah ironi yang terjadi dewasa ini, dimana FPI dianggapnya sebagai ormas yang anarkis, kemudian mencoba dibubarkan dengan cara intimidasi dan kekerasan pada anggota-anggotanya di berbagai penjuru daerah.  Logika berpikir objektif pastilah mampu melihat siapa yang anarkis dan anti Kebhinekaan dengan tindakannya tersebut.  Aksi dukungan moral pun dilakukan oleh aliansi gabungan Ormas saat pemeriksaan Habib Rizieq atas dugaan penistaan simbol negara yang belum terbukti kebenarannya dan masih terkesan absurd, seolah mengaburkan pengawalan kasus yang menjerat si Penista Agama "Ahok". 

Di Era Reformasi saat ini seharusnya Hukum ditegakan dengan setegak-tegaknya tanpa memandang status dan tingkatan sosialnya, mengingat Spirit Reformasi yang dibangun adalah supermasi hukum dengan menegakannya se-adil adilnya.  Jika ada yang sudah terbukti melanggarnya maka segera diproses tanpa memberikan hak istimewa, terlebih kasus SARA yang berpotensi pada rawan konflik Horizontal yang berkepanjangan.  

Pemerintah seharusnya semakin dewasa pada era Reformasi saat ini, opini yang berkembang di masyarakat adalah salah satu bentuk ekspresi yang sudah dijamin oleh konstitusi dan telah menjadi konsekuensi bersama pada saat telah disepakatinya reformasi 18 tahun silam.  Yang harus dibenahi penguasa saat ini adalah sistem komunikasi antar lembaga negara, supaya kenyamanan bisa dirasakan masyarakat setiap kebijakan yang dipergulirkannya.  Dan membuat kebijakan-kebijakan yang pro terhadap rakyat .

Pembubaran Ormas dengan cara anarkisme tidaklah dibenarkan di negara hukum ini, Sebaiknya ormas tersebut ditindak dengan hukum yang berlaku dan diberi pembinaan supaya kumpulan masyarakat yang terhimpun didalamnya bisa merasakan keikutsertaannya menjadi anggota didalamnya, bukan sekadar ikut-ikutan namun juga mendapatkan nilai sesuai visi ormasnya.  Tidak pula dibenarkan terhadap oknum penegak hukum yang menjadi pelindung Ormas/LSM yang anarkis, seolah membiarkan anarkis dan kriminalitas dibiarkan dan dilindungi. 

Berkembangnya era Reformasi yang didukung oleh akses informasi yang lebih cepat serta semakin membaiknya Taraf pendidikan, seharusnya pola pikir yang dibangun semakin dewasa dan selalu mempertimbangkan segala konsekuensi logis yang terjadi dari setiap hal yang dilakukannya.  Selalu mengkaji secara kritis dan mendalam setiap isu yang berkembang di tengah masyarakat, bukan malah menjadi kompor pemicu memanasnya isu kearah hal yang negatif.  Keberagaman dalam bingkai Kebhinekaan adalah modal besar untuk menghadapi derasnya turbulensi kebangsaan ke depan. Sebenarnya masalah kebhinekaan sudahlah terselesaikan saat sumpah pemuda 28 Oktober 1928 yang membawa Spirit Kebangsaan.  

Para aktor politik seharusnya memberikan edukasi yang baik terhadap rakyatnya, memberikan sebuah gambaran bahwasanya sudah dewasa dalam berpolitik dan bernegara.  Karena Representasi aktor politik di tataran pemerintah dan luar pemerintah adalah representasi dari keadaan rakyat yang ada.  Keresahan dan kegaduhan yang ada adalah bentuk belum dewasanya sikap berpolitik yang kemudian terkesan amatiran dalam berpolitik dan belum siap menerima era reformasi yang telah diperjuangkan bersama 18 tahun silam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun