Mohon tunggu...
Doharman Sitopu
Doharman Sitopu Mohon Tunggu... Penulis - Manajemen dan Motivasi

Seorang Pembelajar berbasis etos , Founder sebuah lembaga Training Consulting, Alumni YOKOHAMA KENSHU CENTER--JAPAN, Alumni PROAKTIF SCHOOLEN JAKARTA, Penulis buku "Menjadi Ghost Writer"--Chitra Dega Publishing 2010, Founder sebuah perusahaan Mechanical Electrical (Khususnya HVAC), Magister dalam ilmu manajemen, Memiliki impian menjadi Guru.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Surat untuk Pemimpin (Part 1)

1 September 2013   22:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:30 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13780495161836179699

Bertemu Ibu Pertiwi Sang pemberi Amanah Agung

[caption id="attachment_262892" align="alignleft" width="300" caption="Ibu pertiwi menangis (http://padhangwengi.blogspot.com)"][/caption] Beberapa waktu yang lalu penulis mendapatkan moment of truth yang terjadi dalam ruang ultra dimensi yang terjadi hanya dalam waktu super nano detik. Dalam ruang dan waktu itu penulis bertemu dengan yang empunya negeri permai yang kita huni bersama ini. Ibu Pertiwi namanya. Tanpa memerinci seperti apa dan di mana peristiwa ini terjadi, yang pasti penulis mendapatkan sebuah tugas suci yakni menyampaikan titipan pesan untuk para pemimpin negeri ini. Namun demikian yang merasa bukan pemimpin alias rakyat biasa, tak perlu berkecil hati. Kita juga pemimpin, yang layak menelisik pesan ini, setidaknya untuk diri dan keluarga kita sendiri. Inilah pesan itu, mari kita simak!

Ajakan bersyukur

Saudara-saudari pemimpin Negeri hijau Indonesia. Sudah sepantasnya putra-putri bangsa bersyukur atas segala RAHMAT yang diberikan oleh Sang Khalik kepada negeri ini. Tengoklah betapa gugusan pulau-pulau yang demikian banyak dan luasnya tersebar menguntai bagaikan mutiara dari Sabang sampai Merauke. Dihubungkan pula oleh jembatan biru---yakni samudra yang dihuni oleh berbagai biota laut, terumbu karang, ikan, dan deposit mineral-tambang yang tak terkira jumlah dan potensinya.

Disamping itu semua kawasan yang dinamai nusantara ini masih diperindah dengan jalur khatulistiwa yang membelah tengah secara simetris, sehingga negerimu menikmati energi maha dahsyat---matahari, itulah yang memungkinkan proses fotosintesa terselenggara demikian masif untuk selanjutnya menghasilkan energi hijau yang luar biasa. Ingat, energi itu tak pernah musnah---hanya berubah bentuk---suatu saat energi matahari itu akan menjadi harta karun bagi generasi mendatang. Hal itu akan memungkinkan Indonesia sintas dimasa depan menjadi bangsa penghasil energi hijau terbesar di dunia. Kelak kalau dunia kesulitan sumber energi, maka Indonesia merupakan primadona penghasil pohon dan buah Jarak yang mengandung sedemikian melimpah ruahnya energi Hijau tersebut. Demikian juga tumbuhan lain seperti bambu, kayu, dan hasil hutan lainnya yang siap diolah menjadi penghasil energi hijau. Indonesia akan menjadi negara terkaya di dunia. Bangsa-bangsa dan negara-negara lain akan antri membeli energi dari Indonesia, BBM hijau.

Setahuku inilah negeri yang paling subur dan paling kaya dengan sumber daya alam paling dicari di dunia. Sehingga tak heran negara ini bak gula yang selalu dirubung semut, karena harum dan manisnya. Sebagai bukti, sejarah telah menuliskan bahwa imperial asing silih berganti mampir bahkan betah berabad-abad menguasai dan menghisap madu manis negeri ini. Mulai dari rempah-rempah hingga batu bara dan emas yang tak habis-habisnya mereka eksploitasi demi mengisi pundi-pundi  negara dan oknum pejabat tertentu.

Bangsa ini dikaruniai penduduk yang pintar-pintar---terbukti pada Olimpiade fisika dan matematika akhir-akhir ini yang dimenangi anak-anak Indonesia. Tak kalah menariknya,  bila kita memirsa acara-acara televisi yang bergenre talk show dan debat hukum dan politik, terlihat bahwa penduduk negeri ini piawai dalam hal bersilat lidah. Namun faktanya masih saja dibelit berbagai permasalahan, terutama masalah korupsi. Aku menengarai hal ini disebabkan kurang pintarnya bangsa ini BERSYUKUR terhadap RAHMAT yang diberikan oleh sang pencipta alam ini.

Intinya, Aku mengajak seluruh pemimpin dan komponen bangsa ini untuk belajar bersyukur, sehingga berusaha untuk bekerja dengan benar, penuh tanggung jawab. Sudah seharusnya semua pemimpin menjadi pelayan bagi seluruh rakyatnya. Bukan sebaliknya. Ini semua dapat diejawantahkan bila semua pemimpin mau dan mampu merendahkan hati masing-masing.

Sedih karena koruptor

Belakangan ini Aku sering bersedih menelisik tingkah polah para koruptor yang terjadi di seantero negeri ini. Tokoh tokoh politik berlomba mengumpulkan kekayaan seolah mereka masih hidup berjuta tahun lagi. Mereka terlalu memanjakan anak dan generasinya dengan warisan harta kekayaan yang melimpah ruah---yang tak habis dimakan tujuh turunan. Padahal mereka tidak tahu bahwa semua orang harus beraktualisasi melalui kerja dahulu untuk mendapatkan rejeki. Hal itulah yang dikehendaki oleh Pencipta Alam semesta ini agar seseorang menjadi manusia seutuhnya. Bahkan sang khalik pun sampai hari ini, sampai detik ini masih tetap bekerja. Memberkati dan mengawasi  seluruh umatnya.

Terlahir menjadi anak multi Jutawan Dollar yang tak perlu bekerja  namun langsung menikmati hasil warisan nenek moyangnya (baca: apalagi hasil korupsi) bukanlah cara beraktualisasi gaya pemilik alam semesta ini.  Apakah generasi yang seperti itu akan menjadikan Bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat? Apakah mereka dapat menjaga kehormatan bangsanya kelak, jika mereka tidak mampu merasakan jerih juang pahlawannya memperjuangkan negerinya dengan tetesan darah dan penderitaan? Enak saja mereka ongkang-ongkang kaki. Ingin makan tinggal telepon, ingin ini dan itu tinggal order. Tidak, tidak, Aku tidak sudi kelak negeri ini dipenuhi keturunan para koruptor yang bermental lemah dan konsumtif---tidak produktif.

Akhir akhir ini Aku bak tertusuk oleh pedang yang menghunjam langsung ke ulu hati, oleh ayunan pedang pemangku amanah untuk menjagai masyarakat, mengayomi, dan melayani masyarakat. Aku mendengar salah satu petinggi POLRI telah melukai hatiku, merobek-robek dadaku, hingga tak mungkin lagi disembuhkan seperti sedia kala. Butuh usaha dan upaya bahkan waktu yang lama untuk mengobati lukaku kali ini. Bagaimana tidak, polisi adalah aparat penerima amanah itu seharusnya mengemban tugas dan tanggung jawab yang mulia di tengah-tengah masyarakat, yakni melindungi. Namun amanah dan tanggung jawab itu diselewengkan 180 derajat. Bukannya menjaga harta, tanah, bisnis masyarakat, malahan sebaliknya merampok paksa harta kekayaan rakyat dan menjadikannya seorang raja yang kaya raya, mengejutkan dan membelalakkan mata siapa pun, termasuk penulis.

Ini baru dua contoh, demikian keluh Ibu Pertiwi. Bagaimana dengan ribuan bahkan jutaan koruptor yang masih bebas berkeliaran memuaskan nafsu busuk mereka itu? Sangat dikhawatirkan negara ini akan digerogoti, dihisap tulang sumsumnya oleh mereka, hingga suatu saat negeri ini menjadi negeri antah berantah yang dikuasai oleh manusia-manusia korup dan kotor. Hadehhh, Ibu Pertiwi mengeluh . Di wajahnya nampak kesedihan yang mendalam dan kekhawatiran yang luar biasa. Wajahnya dihiasi keriput yang mengesankan atrofi melebihi usianya.

Mendengan penuturan Ibu Pertiwi, dada ini serasa ingin meledak  terlebih melihat wajah muramnya itu. Hati ini panass, ingin rasanya menonjok para koruptor yang enak-enak menikmati keringat rakyat itu. Sepihak memang dapat dibayangkan betapa “indahnya” hidup mereka. Kerjaan mereka tiap hari hanyalah mencari tempat rekreasi yang paling mengasyikkan, wisata kuliner hanya sekadar untuk tempat makan siang, keliling dunia untuk menghamburkan uangnya yang tidak “berseri” itu, menyumbang pada yayasan, dan berbagai program pencitraan lainnya. Maka tak heran di beberapa rumah ibadah mereka dianggap dewa atau pahlawan yang gagah perkasa.

Tidak demikian halnya dengan rakyat pada umumnya, yang berpacu dengan waktu dan berbagai permasalahan hidup. Subuh sudah berangkat bermacet ria menuju kantor atau tempat tugas, dan pulang sore hari hanya untuk memperjuangkan perut anak dan istrinya. Masalah pendidikan nanti dulu, asalkan bisa menyambung hari-hari sudah bersyukur. Merekalah kalangan yang rentan terhadap kenaikan BBM, sembako, dan biaya pendidikan. Demikian juga para pengusaha yang berjuang mati-matian dengan para buruh untuk mencari jalan keluar kenaikan upah minimum. Bahkan banyak pengusaha yang angkat bendera putih karena iklim bisnis dan politik yang kurang kondusif. Namun sangat disayangkan, adakah pejabat, pemimpin bangsa ini memedulikan kesulitan mereka?

Tanpa diketahui oleh rakyat, tanpa dilihat oleh buruh, tanpa diharapkan oleh para pengusaha, ternyata di balik kesulitan, dibalik jerih juang mereka mempertahankan roda ekonomi agar tetap tetap bergulir, masih ada saja manusia yang tega menodai perjuangan itu dengan cara menggunting dalam lipatan, dengan cara mengendap-endap mencuri kekayaan yang bukan miliknya. Alih-alih membantu mengentaskan bangsa ini, mereka malah memerosokkan bangsa ini ke dalam jurang yang gelap nan gulita. Jika bukan ditanggung oleh rakyat, siapa lagi yang bertanggung jawab atas uang yang mereka korupsi?

Demikianlah keluh kesah  Ibu Pertiwi yang diutarakannya penuh kesedihan mendalam. Penulis tidak tahan lagi mendengar keluhan itu, emosinya serta merta memuncak dan berjanji kepada pemberi amanah agung itu akan menyampaikan pesan beliau kepada semua pihak terkait sepulangnya ke negeri hijau Indonesai.

Di akhir pertemuan kami, Ibu Pertiwi berjanji akan menemui saya lagi dalam moment of truth berikutnya. Untuk pertemuan kali ini cukuplah sebagai pembukaan. Konon Sang pemberi amanah agung itu telah mempersiapkan “obat” yakni formula yang fundamental yang perlu diinternalisasikan ke seluruh stakeholder bangsa ini. Apakah Formula fundamental itu, tak lain adalah ETOS KERJA. Sampai bertemu pada part selanjutnya, yakni Uraian Etos yang telah dipersiapkan Ibu Pertiwi untuk kita semua.

Saudara-saudari, semoga dalam moment of truth berikutnya seperti janji Ibu Pertiwi kepada saya, formula itu benar-benar dapat kita aplikasikan untuk mengubah keadaan Bangsa ini secara signifikan. Semoga.

Salam Etos: Bigger –Higher--Better

Doharman Sitopu--0812-8232-994

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun