Mari kita gunakan momentum 75 tahun lahirnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada 19 Agustus 2020 lalu untuk merefleksikan, antara lain, arah pendidikan vokasi kita! Kondisi pendidikan vokasi kita saat ini membutuhkan perhatian tersebut.Â
Kegiatan belajar praktik tidak dapat dijalankan dengan mendatangkan peserta didik ke sekolah. Sementara, peralatan praktik di rumah tidak memadai.Â
Mendalami teori dalam jangka panjang menjadikan pendidikan vokasi sama dengan SMA atau universitas biasa. Padahal, kompetensi lulusan vokasi sangat ditentukan dari kemahiran yang diasah melalui pelajaran praktik.
Pendidikan vokasi juga masih berada di bawah bayang-bayang ironi. Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat per Februari 2020 bahwa lulusan SMK justru menyumbang tingkat pengangguran terbuka (TPT) tertinggi di Indonesia, yaitu 8,49% dari 6,88 juta orang. Ironisnya adalah hal ini terjadi justru ketika pendidikan vokasi diharapkan membantu orang lebih cepat bekerja.Â
Jika pada saat sebelum pandemi Covid-19 saja SMK sudah menyumbang pengangguran, apalagi saat ini ketika kompetensi lulusan menurun akibat kurang diasah. Amanat UU No. 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebut SMK "dirancang menyiapkan lulusan untuk dapat bekerja sesuai kompetensi yang dimiliki" tidak terlaksana dengan optimal.
Kedua hal tersebut menjadi tantangan berat pemerintahan Presiden Joko Widodo yang berjanji memberi prioritas bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM).Â
Memang, langkah-langkah strategis kiranya telah diambil pemerintah untuk menjawab tantangan dan kebutuhan di atas. Walaupun begitu, langkah-langkah tersebut masih tetap memerlukan pemikiran lebih lanjut demi menghasilkan dampak jangka panjang.
Vokasi-DUDI
"Pernikahan"Sejauh ini, ada dua langkah pemerintah yang paling menonjol dalam memajukan pendidikan vokasi. Pertama, membentuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Vokasi. Kedua, mencanangkan program link and match vokasi dan dunia usaha dan industri (DUDI).
Dengan memisahkan politeknik dari Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) serta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, pemerintah mulai memberi tempat khusus bagi pendidikan vokasi.Â
Kekhasan pendidikan vokasi sebagai "jalan tol" bagi mereka yang ingin cepat mendapat pekerjaan dengan bekal keterampilan praktis kembali diangkat.Â