Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pinda Lekka

11 Juli 2022   14:02 Diperbarui: 11 Juli 2022   16:44 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://rateyourmusic.com/release/single/willy-derby/pinda-pinda-lekka-lekka-de-dorpsmuziek/

Saya punya dua cerita. Dan cerita yang pertama adalah tentang kacang tanah.

Berawal dari hubungan antara Belanda dan Tiongkok yang dimulai sejak awal abad ketujuh belas, yakni pada tahun 1624. VOC menaklukkan sebagian besar pulau Formosa, sekarang Taiwan, di lepas pantai selatan Tiongkok. Hal ini, menurut Siem Eikelenboom dalam China moves to centre stage, menjadi sumber penting pasokan makanan bagi VOC. Dari Formosa, VOC juga terlibat dalam perdagangan yang sibuk dan menguntungkan dengan Tiongkok, mengekspor sutra, porselen, dan produk lainnya kembali ke Belanda. Tiga puluh delapan tahun kemudian, penduduk Cina di pulau itu memberontak dan mengusir Belanda.

Pada tahun 1728, Belanda akhirnya memperoleh pos perdagangan di Kanton, sekarang Guangzhou, berurusan dengan teh dan porselen, dan bertukar teknologi perkapalan terbaru. Pada paruh kedua abad kesembilan belas, kekaisaran Tiongkok melemah setelah serangan oleh pasukan Inggris dan pasukan lainnya, dan Belanda akhirnya dapat menandatangani perjanjian perdagangan dengan negara tersebut.

Mereka mendirikan misi diplomatik di Peking, yang mengalami kerusakan sekitar tahun 1900 selama pendudukan oleh anggota Gerakan Yihetuan nasionalis, yang menyebabkan Pemberontakan Boxer. Setelah intervensi oleh pasukan internasional, Tiongkok dipaksa untuk membayar denda yang cukup besar kepada delapan negara yang terlibat. Meskipun Belanda hanya memainkan peran kecil dalam intervensi, Belanda menerima 0,17 persen dari denda, setara dengan 400 juta Euro dalam uang hari ini dan dibayarkan dalam 39 tahun.

Sepuluh tahun kemudian, orang-orang Tionghoa pertama mulai bermunculan di jalan-jalan Belanda. Kedatangan mereka dipicu oleh pemogokan yang melanda armada dagang Belanda pada tahun 1911. Pemogokan itu dipatahkan ketika perusahaan pelayaran Belanda mempekerjakan pekerja di provinsi Guangdong untuk menggantikan para pemogok. 'Orang Cina air' ini, demikian mereka disebut, kebanyakan bekerja sebagai pengisi batu bara dan juru api di rangkaian kereta api jarak jauh dan ditempatkan di dekat pelabuhan Rotterdam dan Amsterdam. Banyak rumah kost yang mereka tinggali, yang sebagian besar dikelola oleh orang Tionghoa, secara bertahap berkembang menjadi restoran.

Sejumlah besar pekerja Tionghoa kehilangan pekerjaan mereka dalam resesi ekonomi tahun 1929 dan dipaksa untuk berjalan dari rumah ke rumah menjual kue kacang (tengteng) dan barang-barang lainnya. Kue kacang, yang menurut Liliek Pranachitra, pertama kali dikenalkan oleh Ng Kwai ini ternyata digemari warga Belanda. Apalagi para pedagangnya yang biasa disebut sebagai pindamen (tukang kacang) dengan uniknya meneriakkan jualannya: "Pinda! Pinda! Lekka! Lekka!" Kira-kira berarti 'Kacang tanah, kacang tanah, enak, enak'. Sungguh menarik perhatian warga pribumi. Nampaknya para Imigran asal Cina ini kesulitan mengucapkan lekker dalam bahasa Belanda yang artinya enak. Lalu, karena aksen mereka kata lekker berubah menjadi lekka.

Inilah kisah perjuangan kaum diaspora Cina di Belanda yang diselamatkan oleh jualan kue kacang dengan resep ala kampung halaman mereka di Shanghai, tenteng atau dalam bahasa Belandanya adalah pinda.

Kisah Kedua, Sebuah Lagu dan Citra Bangsa

Ng Kwai berhasil menjadikan tengteng atau pinda menjadi viral di seantero negeri kincir. Bahkan, bukan itu saja, menurut Siem Eikelenboom, fenomena pinda menjadi subjek dari banyak novel dan lagu, termasuk hit Willy Derby tahun 1932 Pinda! Pinda! Lekka! Lekka! Sementara itu menurut laman Second Hand Songs lagu Pinda! Pinda! Lekka! Lekka! dirilis pada tahun 1933 pada label Parlophon.

Adalah Remy Sylado yang melambungkan kembali wacana bahwa lagu Willy Derby, Pinda! Pinda! Lekka! Lekka!  ini sebagai lagu yang diplagiasi oleh W.R. Supratman dalam menggubah lagu kebangsaan Indonesia Raya pada tahun 1990an. Namun, Kaye A. Solapung, seorang pengamat musik, membantah tulisan Remy dalam Kompas tanggal 22 Desember 1991. "Ia mengatakan bahwa Remy hanya sekadar mengulang tuduhan Amir Pasaribu pada tahun 1950-an. Ia juga mengatakan dengan mengutip Amir Pasaribu bahwa dalam literatur musik, ada lagu Lekka Lekka Pinda Pinda di Belanda, begitu pula Boola-Boola di Amerika Serikat. Solapung kemudian membedah lagu-lagu itu. Menurutnya, lagu Boola-boola dan Lekka Lekka tidak sama persis dengan Indonesia Raya, dengan hanya delapan ketuk yang sama. Begitu juga dengan penggunaan chord yang jelas berbeda. Sehingga, ia menyimpulkan bahwa Indonesia Raya tidak menjiplak," begitu kutip Bobby Agung Prasetyo dalam tulisannya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Pernah diragukan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun