Mohon tunggu...
Dodi Kurniawan
Dodi Kurniawan Mohon Tunggu... Guru - Simplex veri sigillum

Pengajar di SMA Plus Al-Wahid

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Metasemiotika

2 Mei 2021   14:29 Diperbarui: 28 Juni 2021   08:16 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://medium.com/@luissergiosantos/drafs-about-metasemiotics-eef5a0c87f44

Hari ini kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Sebuah peringatan yang tentu saja semakin menyadarkan kita tentang betapa pentingnya pendidikan bagi keberlangsungan sebuah bangsa.

Kata Yunani didaktos (mengajar) dan Latin educare (menuntun keluar) erat kaitannya dengan proses pendidikan. Kata didik kerap dijadikan nama, seperti Didik Hadiprayitno (nama lahir beliau Kwee Tjoen Lian) atau lebih dikenal sebagai Didik Nini Thowok. Uniknya, nama belakang Didik tercatat di Amerika setidaknya tahun 1893 atas nama Anna Didik. Apakah kata didik berasal dari didaktos? Ini perlu ditelisik lagi.

Dalam bahasa Arab pendidikan adalah tarbiyyah yang berasal dari kata kerja rabbaa-yurabbii. Kata tarbiyyah seakar dengan kata riba yang inti maknanya adalah bertambah atau meningkat. Rabwah (dataran tinggi) juga berasal dari akar kata yang sama.

Tidak perlu heran apabila kedua kata yang kita kenal ini berasal dari akar kata yang sama namun bergerak ke arah yang berlawan secara semantik. Hal yang sama terjadi dengan nifaaq dan infaaq. Ya, kemunafikan dan sedekah. Akar kata keduanya adalah nafaqa (lubang tempat bersembunyi).

Perbedaan makna yang dibedakan hanya oleh alif (ribaa), alif maqshur (rabbaa), ya (tarbiyyah)  dan waw (rabwah); atau perbedaan  infaaq yang berasal dari kata kerja anfaqa (membelajakan harta) dengan nifaaq  dari naafaqa (menyembunyikan sesuatu/berpura-pura) membawa kita pada kajian semiotika.

Saya tambahkan sedikit elaborasi kebahasaan ini. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa harakat bahkan tanda titik pada huruf Arab tidak ada pada awalnya. Sulit bagi kita untuk membedakan mana ya, ba, tsa, na atau ta. Adalah Abu al-Aswad ad-Duali (69 H) yang merintis penulisan titik dan harakat pada Al-Qur'an dan kemudian diterapkan dalam penulisan non-Qur'ani.

Nah, pada saat mushaf Al-Qur'an-- apalagi bahasa Arab non-Qur'ani--belum bertitik dan bersyakal, maka rasm (tulisan) Al-Qur'an yang seibarat peta buta ini akan dibaca sesuai dengan imla yang diajarkan Nabi saw atau intuisi berdasarkan dzauq al-lughah dengan melihat tanda-tanda yang bahkan masih sangat samar. Inilah tingkatan metasemiotika. Pada titik ini kita bisa melihat samar-samar bayangan bagaimana bahasa pertama kali diajarkan Tuhan kepada manusia.

Semiotika berasal dari kata Yunani sēmeioun (tanda) yang nampaknya malah berasal dari kata Arab ism dari akar kata wasm  (tanda) atau samw (tinggi/transenden). Itulah barangkali salah satu makna dari asmaa' (nama-nama atau tanda transendental) yang diajarkan oleh Tuhan kepada Adam sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an. Wallahu a'lam.

Selamat Hari Pendidikan Nasional! 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun