Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dulu, Seni Musik Bukan Hiburan, Melainkan Ritual Agama dan Perang

7 Maret 2017   07:21 Diperbarui: 8 Maret 2017   02:00 2945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nekara perunggu dari NTB (Koleksi Museum Nasional)


Saya yakin banyak Kompasianermenyenangi musik. Saya yakin pula banyak Kompasianer belum mengetahui sejarah musik di Nusantara. Nah, tulisan berikut diharapkan dapat menambah wawasan teman-teman Kompasianer dan masyarakat lain tentang musik.

Menurut referensi yang saya baca, kesenian terdiri atas dua bagian, yakni seni yang bersifat tangible (benda atau dapat diraba), misalnya seni rupa. Satu lagi seni yang bersifat intangible (tak benda atau tidak dapat diraba),  seperti seni musik, seni tari, dan seni teater.

Produk kultural

Seni musik berkaitan erat dengan bunyi-bunyian, baik yang bersifat kultural (yang diciptakan oleh manusia) maupun yang bersifat alami. Pada dasarnya musik merupakan organisasi bunyi yang dihasilkan karena adanya kesepakatan antara si pencipta bunyi, si pemain alat yang menghasilkan bunyi, dan si pendengar melalui proses yang amat panjang. Dalam interaksi tersebut kemudian muncul parameter sebagai produk kultural.

Pengenalan seni musik di Nusantara diperkirakan telah berlangsung sejak masa prasejarah, yaitu pada masa mesolitik. Waktu itu masih dalam bentuk sederhana dan belum beragam. Hal ini tercermin dari lukisan di dinding-dinding goa yang menggambarkan pertempuran dan tarian.

Kita dapat mereka-reka bahwa pertempuran dan tarian itu, kemungkinan diiringi oleh musik atau bunyi-bunyian sederhana.  Dulu seni musik pada masa prasejarah, mulanya bukan ditujukan untuk sarana hiburan, tapi lebih banyak berkaitan dengan aktivitas ritual keagamaan dan peperangan.

Bunyi-bunyian tertentu bagi masyarakat prasejarah yang umumnya menganut animisme, dipercaya dapat memanggil roh-roh leluhur dalam suatu upacara ritual keagamaan. Temuan arkeologis berupa nekara perunggu dari NTB dan moko dari NTT, diperkirakan sebagai sumber bunyi-bunyian yang mengiringi upacara ritual keagamaan pada masa Paleometalik, sekitar 2500 tahun yang lalu. 

Nekara diperkirakan menjadi cikal bakal dari alat musik yang sekarang dikenal dengan sebutan gong. Hal ini diperkuat adanya temuan arca megalitik yang sedang memegang nekara di situs Pasemah, Sumatera Selatan.

Anggota tubuh

Musik yang paling awal dipastikan berasal dari bunyi-bunyian anggota tubuh manusia, seperti bersiul, berteriak, bertepuk tangan, dan menghentakkan kaki. Tradisi ini berkembang dan ada di seluruh Nusantara kuno, melewati masa ribuan tahun, sekitar 3500 SM sampai abad ke-5 Masehi. Sementara alat musik pertama kemungkinan dibuat dari potensi alam sekitar, misalnya sangkha, yakni terompet dari cangkang moluska.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun