Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karena Kearifan Lokal, Dulu Erupsi Gunung Sindoro Tanpa Korban Jiwa

8 Desember 2021   12:46 Diperbarui: 8 Desember 2021   13:10 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku pengayaan untuk anak-anak SD terbitan Balar Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta (Sumber: tangkapan layar makalah Agni Mochtar)

Ratusan tahun lalu sebelum Gunung Sindoro erupsi, masyarakat sudah memiliki kearifan lokal tentang kebencanaan. Mereka selalu mengamati lingkungan dan tanda-tanda alam. Beberapa hari sebelum erupsi, masyarakat sudah meninggalkan kota yang sekarang dikenal sebagai situs Liyangan.

Situs Liyangan terletak di Temanggung, Jawa Tengah. Bisa jadi selama ratusan tahun, Sindoro telah beberapa kali memuntahkan debu vulkanik atau apa pun sebutannya. Ketika erupsi, mungkin saja masyarakat meninggalkan Liyangan secara permanen. Mereka pindah ke lokasi lain yang dianggap lebih aman.

Begitu dahsyatnya debu vulkanik, bisa dilihat dari dampak Gunung Semeru di Jawa Timur, yang mulai erupsi 4 Desember 2021 lalu. Di wilayah tertentu, debu vulkanik menutupi sebagian rumah penduduk. Mungkin tebalnya minimal satu meter. Bayangkan bagaimana beratnya sehingga beberapa rumah rata dengan tanah karena tidak sanggup menahan beban di atasnya.

Sejauh ini erupsi Semeru telah merenggut 34 korban jiwa. Belum lagi korban harta benda, termasuk jembatan penghubung Lumajang-Malang yang terputus. Bandingkan dengan tiadanya temuan rangka manusia pada situs Liyangan. Berarti tanpa korban jiwa dalam erupsi Sindoro. Menurut pakar kebencanaan, zona aman berada sekitar 12 kilometer dari Gunung Semeru.

Situs Liyangan baru terkuak beberapa tahun lalu setelah ratusan tahun tertutup debu vulkanik.  Penambang pasirlah penemu situs tersebut, yang kemudian diteliti oleh Balai Arkeologi Daerah Istimewa Yogyakarta (Balar DIY). Pak Sugeng Riyanto beberapa kali memimpin ekskavasi di sana. Bahkan Pak Sugeng telah menghasilkan beberapa buku tentang situs Liyangan.  

Lihat tulisan saya [Menurut Penelitian Balai Arkeologi DIY, Situs Liyangan Tertutup Letusan Gunung Sindoro pada Abad ke-11].   

Lihat juga [Letusan Gunung Api Model untuk Penelitian Arkeologi] 

Film animasi tentang situs Liyangan (Sumber: tangkapan layar Balar DIY)
Film animasi tentang situs Liyangan (Sumber: tangkapan layar Balar DIY)

Bahan pelajaran buat dunia arkeologi

Sekali erupsi saja, tebal debu vulkanik dampak Gunung Semeru mencapai satu meter bahkan lebih. Seandainya berkali-kali meletus, tentu tebal debu vulkanik begitu tinggi. Demikian yang sering terjadi pada temuan-temuan arkeologi, seperti candi, yang kini berada di bawah permukaan tanah. Tentu betapa tebalnya debu vulkanik atau kita sebut tanah berpasir itu.

Tanah, pasir, dan material lain bisa dibedakan satu sama lain. Setiap partikel bahan-bahan itu sangat berbeda.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun