Minggu malam, 20 Juni 2021, TV One memutar film Walter Monginsidi, kisah seorang pemuda Sulawesi semasa perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI.
Penggarapan film ini sangat baik membawa kita seolah-olah berada dalam suasana perang antara tahun-tahun 1947-1949. Para pendukung film ini antara lain Roy Martin, S. Bono,. Pitrajaya Burnama, Ray Sahetapi dan Faruk Afero telah berperan dengan sangat baik. Penghargaan juga kita sampaikan kepada pemeran perwira --perwira NICA membuat kita mendengar kembali Bahasa Belanda yang sudah lama tidak terdengar di negeri ini.
Diantara adegan-adegan menarik yang menunjukkan sikap mental seorang pejuang  yang kokoh, tanpa kompromi, mengutamakan kepentingan tanah air adalah, tawaran pihak NICA yang ditolak WM Sidi.
"Apa yang akan saya pelajari kalau sekolah di Belanda?" Tanya Walter.
"Banyak sekali. Ilmu Hukum, Ilmu Ekonomi, Ilmu Kedokteran..."
"Termasuk ilmu menindas bangsa lain?"
Perwira NICA marah sekali, bercarut-carut: God verdomme...!
Puncaknya adalah ketika Hakim Pengadilan Belanda menjatuhi hukuman mati WM Sidi atas dakwaan sebagai seorang ekstremis, menggangggu kepentingan masyarakat umum.
"Tembak saya secepatnya. Sebab kalau saya sempat lolos, saya akan menembak Tuan Hakim."
Dalam Pengadilan Belanda itu, WM Sidi minta menggunakan Bahasa Indonesia, menolak didampingi pengacara. Ketika dijatuhi hukuman mati, WM Sidi menolak meminta grasi kepada Ratu Belanda. Begitu juga saat menjelang eksekusi, WM Sidi menolak ditutup mukanya. Komandan regu tembak NICA sebelum melaksanakan tugas meminta maaf terlebih dulu.
"Laksanakan tugas kalian dengan baik. Tembak saya setelah mengucapkan: merdeka!"