Pada artikel sebelumnya (Distorsi Kuasa Zeth Sahuburua) saya menjelaskan tentang Strategi Intrupsi-Kepanikan Publik yang diadopsi oleh pemerintah untuk membangun bargaining politik terhadap pemerintah pusat. Namun sungguh disayangkan akhirnya bermuara pada distorsi kebijakan. Distrorsi tersebut justru membuat posisi Maluku semakin lemah dalam politik kebijakan dan politik anggaran di era Jokowi-JK.
Hal tersebut makin kentara ketika mengkaji dokumen dari Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Kementerian PPN/Bappenas, terkait Rakorbangpus II dan Pembukaan Pra-Musrenbangnas 2015. Ada semacam keliru pemahaman yang dilakukan oleh Pemerintah Maluku. Yaitu ketika mengajukan usulan isu strategis pembangunan yang akan menjadi skala prioritas. Rupanya, Pemda Maluku belum bisa membedakan antara isu strategis dan agenda programatik. Usulan isu strategis pembangunan Provinsi Maluku yang diajukan kepada Bappenas dapat dilihat pada gambar di atas.
Usulan yang diajukan Pemda Maluku lebih bersifat programatik. Padahal Pemerintah pusat berharap Pemda mengajukan usulan isu strategis. Kekeliruan ini tentu akan membut singkronisasi program pembangunan Pusat-Daerah atau Daerah-Pusat menjadi terkendala.
Coba bandingkan dengan usulan isu strategis yang diajukan oleh Provinsi Papua kepada Bappenas:
Maka pada artikel ini saya akan mengulas secara singkat model Agenda Setting Strategy. Yaitu sebuah model politik kebijakan yang dapat digunakan dalam mempengaruhi dan menghasilkan kebijakan publik yang otentik. Artikel ini akan merujuk pada pendekatan dan teori yang telah dikemukakan sebelumnya oleh para ahli. Kompetensi keilmuan mereka sudah tidak dapat diragukan lagi, hingga karya-karyanya menjadi bacaan wajib bagi sarjana-sarjana ilmu politik.
Model Agenda Setting Strategy ini berpijak pada basis teori seperti yang telah dikemukaan oleh Davis Easton, William N. Dunn, Graham T Allison, Michael Holwet, James Anderson dan juga ilmu marketing Hermawan Kertajaya.
Agenda Setting Strategy (Sebuah Pengantar)
Kebijakan publik dapat diartikan sebagai serangkaian aktifitas yang melibatkan pengetahuan, politik dan administratif untuk memproduksi sebuah kebijakan demi merespon problem sosial, kebutuhan dan atau keinginan publik. Hal utama yang perlu disadari sejak awal bahwa problem sosial adalah objek dari kebijakan publik, sementara masyarakat dan pemerintah adalah subjek dari kebijakan publik tersebut.
Pemangku kebijakan (pemerintah) sering menempatkan masyarakat sebagai subjek kebijakan. Kekeliruan ini sama artinya pemangku kebijakan mendikte bahwa masyarakat adalah biang masalah sementara pemerintah itu penyelamat. Maka kebijakan publik bukan soal government to people, melainkan soal bagaimana secara kolektif untuk memahami, menemukan solusi, mengatasi dan mengambil pelajaran dari setiap problem soal yang ada.
Berikut ini Agenda Setting Strategy yang paling umum digunakan oleh pemangku kebijakan dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan publik. Penjelasan yang saya ajukan juga sangat sederhana dan hanya menyentuh aspek-aspek primer dari setiap tahapan.
Agenda Setting Strategy bersifat sirkuler atau berkesinambungan, yaitu meliputi policy formulation, policy adoption, policy implementation, dan policy monitoring & evaluation.