Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemudik (Bukan) Kriminal Kesehatan

4 April 2020   20:48 Diperbarui: 4 April 2020   21:08 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Lalulintas di Tulungagung (Dokpri)

Di tengah wabah corona yang sedang menggejala sekarang ini, pemudik menjadi salah satu target isolasi alias ODP. Tak tanggung-tanggung, dari gubernur hingga presiden melalui menteri dan jubirnya menyatakan hal tersebut seperti dikutip di sini (1) dan di sini (2).

Alasannya karena para pemudik berpotensi menjadi penyebar virus corona dari zona merah ke daerah. Beberapa daerah bahkan sudah memberlakukan local lockdown, termasuk desa-desa di wilayah Jawa yang menutup pintu bagi masuknya pemudik dari wilayah Jabodetabek dan Bandung.

Ancaman tersebut ternyata bukanlah gertak sambal belaka. Dikutip dari kompas.com di sini (3), satu keluarga yang baru saja pulang dari Bandung harus menjalani karantina selama 14 hari. Padahal mereka belum diperiksa secara medis oleh tim dokter saat mereka datang, apakah mengalami gejala awal penyakit yang ditimbulkan oleh virus corona atau tidak.

Baru setelah 14 hari, mereka akan dikontrol apakah menimbulkan gejala terpapar virus corona atau tidak. Kalau tidak mereka boleh kembali ke rumahnya, namun sebaliknya bila kedapatan mengidap gejala tersebut langsung dibawa ke rumah sakit untuk melanjutkan karantinanya.

Idealnya, setiap pemudik yang berasal dari zona merah didata dan diperiksa secara medis dulu apakah memiliki gejala awal penyakit corona atau tidak, minimal mengikuti rapid test terlebih dahulu.

Bila dinyatakan negatif, mereka dipantau secara online melalui aplikasi, jadi tak perlu harus dikarantina di satu tempat tapi bisa dilakukan di rumah secara mandiri dan masih bebas bergerak dengan ketentuan wajib lapor melalui aplikasi bila keluar rumah.

Pemudik bisa langsung dikarantina bila menunjukkan gejala awal yang berpotensi mengidap penyakit yang disebabkan oleh virus corona atau hasil rapid test dinyatakan positif, lalu dilakukan swab test untuk memastikan kembali apakah yang bersangkutan memang benar-benar terpapar virus corona. Kalau sudah jelas hasilnya barulah sang pasien dianggap sebagai PDP yang harus menjalani isolasi di rumah sakit atau tempat yang disediakan.

Memang bisa saja pemudik tampak sehat namun berpotensi membawa virus atau sebagai carrier. Oleh karena itulah gunanya aplikasi pendataan pemudik seperti yang dilakukan di Wuhan untuk memantau aktivitas penduduk.

Pemudik tetap dipantau aktivitasnya dan kondisinya selama 14 hari melalui aplikasi tersebut. Jadi seandainya ada yang terpapar mereka bisa langsung diamankan ke rumah sakit terdekat untuk di isolasi sesuai dengan protokol kesehatan penanganan Covid19.

Ingat, pemudik bukanlah kriminal kesehatan yang harus diisolasi tanpa pandang bulu. Jangan karena tidak mau repot memeriksa, lalu digebyah uyah jadi ODP tanpa kecuali.

Persoalannya bukan sekedar fisik tapi juga psikologis pemudik yang menjadi 'tersangka' pembawa virus. Mereka yang diisolasi akan sulit kembali diterima di masyarakat walau sudah dinyatakan sembuh karena ditengarai masih menyimpan 'bom waktu' virus di tubuhnya. Padahal belum tentu mereka menderita atau membawa, hanya karena jadi ODP maka terpaksa harus diisolasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun