Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kamar Barokah, Tempat Rendezvouz Suami Istri Saat Ibadah Haji

22 Agustus 2019   19:51 Diperbarui: 22 Agustus 2019   20:01 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kamar Jamaah Haji (Dokpri)

Pergi haji merupakan dambaan semua Umat Islam di seluruh dunia. Setiap tahun hampir sekitar dua setengah juta orang menunaikan ibadah haji di kota Mekah. 

Selain menunaikan kewajiban sebagaimana tercantum dalam rukun kelima Islam, pergi haji juga merupakan upaya untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala yang besarnya hingga seratus ribu kali lipat dari ibadah di tempat lain.

Mengingat panjangnya antrian pergi haji khususnya jamaah dari Indonesia, jamaah yang berangkat hampir semuanya merupakan pasangan suami istri. Jumlahnya boleh dibilang sekitar 70-80% dari total seluruh jamaah yang diberangkatkan ke tanah suci. Rata-rata usianya di atas 40 tahun hingga kakek nenek, walau ada pula beberapa pasangan muda nyelip di antara para orang tua tersebut. 

Selain suami istri, ada juga bapak, ibu, mertua, mantu, atau saudara yang ikut serta, ada pula yang pergi sendiri tanpa pasangan. Jamaah perempuan wajib didampingi oleh muhrimnya, bisa suami, ayah, adik, anak, atau saudara yang menyertainya.

Walau sebagian besar yang berangkat adalah pasangan suami istri, bukan berarti mereka boleh tinggal sekamar (kecuali mungkin ONH Plus yang memiliki ketentuan tersendiri). Karena terbatasnya jumlah hotel dan kamar dengan harga terjangkau, maka satu kamar diisi oleh 4-5 orang sekaligus dengan jenis kelamin yang sama. Laki-laki berkumpul dalam satu kamar, demikian pula wanita dalam satu kamar lainnya. Tidak boleh dalam satu kamar berisi sepasang suami istri apalagi lebih, haram hukumnya.

Namun sebagai manusia, kebutuhan biologis juga (terkadang) harus disalurkan, apalagi bila membawa pasangan yang sah. Kalau yang pergi sendiri tanpa pasangan tentu harus bisa menahan diri sampai kembali ke tanah air, tapi bagaimana kalau pasangan suami istri bersama-sama menunaikan ibadah haji? Apalagi yang namanya hubungan suami istri merupakan bagian dari ibadah, dan bila dilakukan di tanah suci bakal berlipat ganda pahalanya serta bakal dikaruniai generasi penerus yang sholeh.

Bagi yang sudah tua apalagi kakek nenek mungkin tidak terlalu menghiraukan hal tersebut karena mereka memang benar-benar fokus beribadah. Lalu bagaimana dengan pasangan muda, apalagi yang ternyata sedang berbulan madu (mungkin daftarnya dulu waktu masih pacaran, biasanya kalau calon istri sudah daftar duluan, calon suami bisa menyusul bila sudah menikah karena wanita wajib didampingi muhrimnya).

Kalau di LP biasanya ada kamar yang disebut bilik asmara, maka saat ibadah haji juga ada kamar serupa yang biasa disebut kamar barokah. Sebenarnya kamar tersebut bukanlah kamar khusus yang disediakan untuk kepentingan tersebut, tapi memanfaatkan kamar yang ada untuk digunakan secara bergantian. Misalnya pasangan A lagi ingin berduaan saja, maka teman sekamarnya sengaja mengalah, pergi belanja atau ke Masjidil Haram untuk beribadah. Nanti giliran pasangan berikutnya gantian meminjam kamar, begitu seterusnya.

Terkadang bisa juga meminjam kamar petugas haji, yang penting ada ungkapan terima kasih sekedarnya. Petugas juga mengerti kalau ada beberapa pasangan yang ingin 'beribadah' berdua tanpa gangguan orang lain, yang penting kembali bersih dan rapi seperti sediakala. Sudah menjadi rahasia umum kalau kamar barokah menjadi tempat favorit rendezvouz bagi pasangan suami istri untuk 'beribadah'.

Memang tidak semua pasangan suami istri memanfaatkan kamar barokah tersebut. Sebagian memang benar-benar fokus untuk beribadah wajib dan sunnah di Masjidil Haram, sebagian lagi masih malu-malu untuk meminjam kamar baik dengan teman sekamar maupun petugas. Mungkin karena kita belum terbiasa terbuka untuk membicarakan sesuatu yang dianggap tabu apalagi di tanah suci, walau sebenarnya hal tersebut merupakan ibadah untuk pasangan yang sah.

Itulah salah satu pernak pernik ibadah haji. Waktu selama 40 hari sejak berangkat hingga pulang haji tentu membosankan bila tak ada kegiatan lain, mengingat waktu wajib ibadah haji tak sampai seminggu, hanya 5-6 hari saja sejak persiapan wukuf di Arafah hingga Jamarat di Mina yang diakhiri tawaf ifadah dan sa'i di Masjidil Haram. Sisa waktu lainnya diserahkan kepada jamaah masing-masing sesuai keinginannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun