Data merupakan salah satu komponen penting dalam mendukung kampanye pilpres. Dukungan data membuat kita bisa menganalisis dan menyampaikan berbagai hal terkait untuk menunjukkan keberhasilan atau kegagalan suatu program.
Dengan data pula kita bisa menjelaskan sesuatu tanpa keraguan.Â
Memang tidak semua data benar 100%, namun paling tidak sumber data tersebut bisa dipertanggungjawabkan apabila ada kesalahan, tidak asal kutip tanpa sumber yang jelas.
Sayangnya, tim kampanye Prabowo-Sandi masih saja mengedepankan persepsi dan emosi ketimbang data dalam menjelaskan suatu persoalan. Mereka masih mudah bereaksi negatif tanpa dukungan data yang kuat, hanya didasarkan katanya dan fakta sesaat.Â
Contoh paling kasat mata adalah tertipunya mereka oleh salah seorang anggota tim kampanye mereka sendiri tanpa didukung data yang kuat. Tanpa penyelidikan dan hanya berdasarkan pengakuan mereka langsung konferensi pers tanpa dukungan data yang kuat.Â
Akibatnya ketika terbongkar kebohongannya, terpaksa diselenggarakan konferensi pers lagi untuk mengklarifikasi dan meminta maaf setelah telanjur dipermalukan.
Dari kejadian beberapa minggu terakhir, termasuk perdebatan di Mata Najwa semalam, tampak sekali lemahnya penguasaan data yang dimiliki tim kampanye Prabowo-Sandi.Â
Misal dalam menjelaskan harga sepiring nasi dan ayam goreng di Jakarta lebih mahal dari Singapura, mereka hanya mengatakan kata Bank Dunia tanpa diikuti dengan data-data yang terukur.Â
Jauh berbeda dengan tim kampanye Jokowi-Ma'ruf yang langsung menjelaskan persentase perbandingan harga yang dikutip dari the economic intelligence, Singapura nomor satu harga makanan termahal di dunia. Kemudian hasil survey dari Numbeo menyebutkan biaya makan lebih rendah 61% dari Singapura, harga bahan mentah lebih rendah 31%.
Lalu saat Budiman Sudjatmiko mempertanyakan Prabowo yang menunda pembayaran gaji pada sebagian karyawan pabrik KK, tidak dijawab dengan data oleh Dahnil dan kawan-kawan tapi malah mengalihkan fokus pembicaraan.Â
Demikian ketika kasus kebohongan Ratna Sarumpaet yang cukup diselesaikan dengan permintaan maaf, tim Prabowo-Sandi justru mengalihkan fokus pada kesalahan pengangkatan Archandra karena Jokowi "dibohongi" aparat di bawahnya, yang tidak jeli mencek kewarganegaraan beliau sebelum diangkat sebagai menteri.