Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Antrean Daring (Tak) Selalu Membuat Jadi Mudah

10 Januari 2018   15:01 Diperbarui: 10 Januari 2018   15:46 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Secara umum, keberadaan teknologi informasi seharusnya mempermudah hidup manusia, termasuk antrian secara online. Kalau dulu kita mengantri, entah tiket atau mengurus administrasi secara fisik tampak di lokasi dan cukup melelahkan, sekarang tinggal menunggu di depan komputer sambil ngopi tanpa harus hadir di lokasi. Sekilas tampak mudah dan menyenangkan tanpa harus capek-capek pergi ke lokasi antrian. Namun benarkah demikian?

Sayangnya sistem online sekarang kurang memperhatikan hukum dasar ekonomi yaitu penawaran dan permintaan. Bila kondisi penawaran dan permintaan seimbang atau normal mungkin belum terlalu masalah. Namun bila sebaliknya terjadi, suasananya bisa lebih brutal dari mengantri fisik. Ketika permintaan tinggi, ribuan orang bisa sekaligus mendaftar antrian yang membuat sistem down. Kadang-kadang spekulan ikut masuk mengantri sehingga menimbulkan crowd yang memacetkan jaringan. Padahal kalau mengantri fisik, paling-paling lihat antrian panjang kita bisa menghitung apakah akan dapat atau tidak, walaupun kadang bisa brutal juga dengan menyerobot antrian.

Beberapa contoh antrian yang menyebalkan yang pernah saya alami sendiri antara lain:

1. Antri tiket kereta api

Kelihatannya memang asyik bisa pesan tiket di internet tanpa harus datang ke stasiun. Tapi cobalah pesan tiket saat tanggal libur terutama liburan panjang seperti lebaran atau tahun baru. Begitu tepat jam 00.00 malam saat dibukanya pembelian tiket, hanya dalam hitungan detik tiket bisa langsung habis, atau sulit mengakses website penjualan tiket. Kadang-kadang memang beruntung bila kita sabar 5-10 menit atau satu dua jam kemudian (tergantung limit waktu pembayaran), bisa jadi ada yang gagal bayar sehingga kita bisa mengakses dan memesan tiket. Tapi jumlahnya terbatas, kadang-kadang malah kembali hang.

2. Antri pengurusan paspor

Sejak diberlakukan sistem antrian paspor secara online, sekarang tidak mudah lagi memesan hari ini untuk memperoleh antrian esok hari, terutama di kantor imigrasi di kota-kota besar. Kadang servernya down sehingga antrian hingga dua tahun kedepanpun sudah habis.  Pas kembali normal, jatah antrian tinggal untuk 1 orang, dan ketika sudah klik habis kuota. Terpaksa saya gigit jari karena baru ada kuota lagi untuk dua bulan kedepan. Lama kelamaan bila tidak diatur bakal seperti antrian haji, harus menunggu tahunan baru bisa mengurus paspor.

3. Sundul Gan!! (antri jualan barang)

Sekilas punya toko online memudahkan kita menjajakan barang di internet. Nyatanya tidak semudah yang dibayangkan, apalagi bila barang tersebut ditaruh di marketplace. Masih ingat kalimat ngetop 'Sundul Gan!' di Kaskus dulu? Setiap orang berlomba untuk menjadi headline agar terbaca saat konsumen browsing internet, padahal setiap detik bakal ditimpa pengiklan lain dengan barang sama secara sadis tanpa ada kesempatan buat barang kita jual diri di halaman muka. Kalau mau bertahan tentu ada biaya ekstra yang harus dikeluarkan, padahal jumlah barang yang dijual sedikit dan murah sehingga tidak bakal menutupi ongkos iklan untuk bertahan.

4. Antri pre-order

Untuk barang tertentu yang ditunggu-tunggu kehadirannya, seperti hape keluaran terbaru, atau tiket nonton perdana, kemacetan bisa terjadi saat hendak melakukan pre-order. Persis seperti antrian tiket kereta api, kita hanya berharap ada yang gagal bayar agar bisa masuk slot pemesanan kembali. Itupun tetap bersaing dengan ribuan orang lainnya di depan komputer atau gawai dalam hitungan detik pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun