Mohon tunggu...
Rudi Zein
Rudi Zein Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sederhana saja

Menuliskan yang tak terkisah

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menggapai Puncak Palasari

28 Agustus 2019   01:30 Diperbarui: 28 Agustus 2019   01:54 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah 30 menit sampailah kami pada pemberhentian  pertama di warung bandrek. Tidak lama disana, kami mulai lanjutkan dengan lari kecil menuju perkampungan warga. Tanjakan pertama kami hadapi saat mendekati tebing keraton. Lumayan capek, tapi aku harus bisa mengatur tenaga karena perjalanan masih sangat panjang.

dokpri
dokpri
Bau tanah mulai tercium, artinya jalanan beton sudah kami tinggalkan. Kami menyusuri perkampungan warga yang dihiasi ladang sayuran. Bentuk rumah khas yang sangat berbeda di perkotaan menggambarkan kesederhanaan dan kehangatan. Rasanya tenteram menjadi bagian dari mereka, pikirku.

Selain berladang, terlihat tumpukan karung pupuk kandang dijalan perkampungan itu. Alhasil, bau tanah yang tadinya mendominasi penciumanku sekejap tergantikan oleh aroma menyengat dari tumpukan karung putih berisi pupuk kandang didepan rumah-rumah warga. Artinya, selain berladang mereka juga memproduksi pupuk kandang untuk keperluan sendiri ataupun dijual.

dokpri
dokpri
Jalanan terjal mulai kami lalui, tak ada lagi rumah-rumah warga, hanya tanaman belukar disebelah kiri dan hamparan ladang disebelah kananku. Derap sepatu kawan-kawanku seolah menciptakan alunan irama tak beraturan diatas tanah merah.

Kami berlari terus menjauh dari hamparan ladang, menyusuri jalanan kecil di antara belukar. Udara bersih dan segar mulai terasa menembus paru-paru, tarikan nafas terasa lega dirongga dadaku. Sesekali kami berjalan karena lelah, sekaligus mengabadikan gambar dari ponsel sederhana. Kami pun berlari lagi saat tenaga dirasa sudah terkumpul.

Minggu sebelumnya, aku juga melintasi jalur ini, paling tidak apa yang akan kami hadapi sudah tergambar dalam ingatanku. Jalanan kecil masih menjadi satu-satunya lintasan berlari kami, hanya saja tanaman yang aku sebut belukar dikiri kanan kami semakin tinggi. Ranting belukar sudah mulai menyentuh lengan.

Dari kejauhan aku melihat beberapa rekanku terlihat kecil diantara belukar, berlari dijalanan kecil yang menanjak dan berkelok. Sungguh penampakan indah dari kejauhan.

dokpri
dokpri
7km telah kami lalui, saatnya kami tiba di tanjakan berpasir tebal. Aku merasa tanjakan ini cukup menguras tenaga, lantaran medan yang berpasir tebal dan menanjak sekitar dua ratus meter. Suara nafasku dan beberapa yang lain terdengar jelas bersahutan menjadikan irama yang sedikit lucu.

Terik matahari mulai terasa menyengat, debu pasir menyelimuti muka kami menambah beban ujian mental untuk bisa menyelesaikan tanjakan pasir itu. Karena bagiku melintasi tanjakan pasir tadi begitu menguras tenaga. Dan alhasil, pemandanganpun berubah menjadi hutan pinus selepas dari tanjakan pasir. Area yang luas, pohon pinus yang tak terhitung jumlahnya mendatangkan kesejukan setelah tersiksa sebelumnya.

Sejenak kami menghilangkan lelah sebelum kami mulai melanjutkan perjalanan. Masih harus berjuang sebelum kami tiba di warung tempat kami beristirahat.

Perutku sudah minta diisi, bayangan gorengan panas, teh manis memacu langkahku untuk segera tiba di warung Abah Eman. Satu-satunya warung di tengah hutan dengan sajian yang cukup lengkap. Hanya berdagang pada hari sabtu dan minggu, dan kerap menjadi tempat istirahat bagi pelari atau pegiat hobi motor cross.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun