Mohon tunggu...
Diyan Ahmad
Diyan Ahmad Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

yakusa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunitas Cangkir dan Ikhtiar Kota Kreatif

24 Mei 2015   16:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:39 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membangun kota tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga telah menjadi tanggung jawab bersama. Kota tidak boleh memiliki jarak dengan kemanusiaan, membangun kota jangan sampai juga membangun kesenjangan, melahirkan konflik dan menjadikan warga kota justru terasing dengan lingkungannya sendiri.

Warga kota harus secara kreatif mendorong dan melahirkan kota kreatif. Kota yang dibangun oleh pemerintah dan seluruh warga, bahu membahu membangun peradaban kota bersama. Kota kreatif yang dibangun bersama adalah prototipe kota baru yang lahir atas gotong royong dan kebersamaan.

Bung Hatta dalam Ekonomi Kerakyatan karya Revrisond Baswir, menyatakan bahwa kharakter bangsa ini yang tak boleh terlupakan salah satunya semangat gotong royong. Ini merupakan salah satu bagian bahwa kota kreatif harus memilki bagian jiwa ke-Indonesia-an, yaitu gotong royong.

Meminjam istilah Ridwan Kamil, “your city is your responsbility” kota yang dibangun atas tanggung jawab bersama menjadi kunci awal untuk membangun creative city. Sehingga gotong royong bukan hanya sekedar panggilan keterpaksaan sosial. Melainkan keikhlasan dan kesadaran diri bergotong royong yang menjadi ruh-nya.

Dengan kolaborasi tersebut kata kota itu akan mendekati kenyataan. Namun melihat pemerintah dengan sistem saat ini yang cukup nyaman dengan sistem lama. Maka merekalah yang harus merespons terlebih dahulu dan memudakan kembali dirinya. Me-muda-kan bukan berarti ditinjau dari segmen usia. Melainkan tertanam jiwa muda yang selalu gelisah terhadap kenyamanan. Selalu mengupgrade dan berpandangan jauh kedepan merupakan bagian dari jiwa muda.

Berbicara karya dan bukan kaya adalah bahan bakar atas ide dan gagasan. Menghilangkan kata “untuk saya” diubah menjadi “untuk mereka” ialah bentuk keharusan. Tanpa adanya itu kemustahilan kolaborasi dapat tercapai. Dan kota kreatif jauh dari pandang.

Komunitas Kreatif

Di Kota Metro, beberapa komunitas menanamkan sikap dengan atau tanpa pemerintah, warga atau komunitas harus terus bergerak untuk membangun kotanya. Karena mereka berhak dan bisa mengambil peran untuk mengatur dan mengubah kota menjadi kota kreatif melalui komunitas-komunitas kreatif. Komunitas-komunitas itulah yang kela menjadi motor penggerak rekayasa kota.

Komunitas Cangkir kamisan misalnya, meski lahir ditengah kota kecil, Kota Metro yang jauh dari pusat peradaban besar, namun tak menyurutkan mimpinya terhadap perubahan kota. Kota yang seharusnya dimiliki setiap warga didalamnya. Bukan hanya pemerintah, tapi setiap warga berhak memiliki dan mengatur kotanya.

Gerakan yang dibangun komunitas ini bukanlah bentuk gerakan baru tapi paling tidak reborn nya generasi baru untuk menafsirkan kota itu sendiri. Gerakan yang termanifestasikan sebagai gerakan warga yang memgambarkan akan kemauan hidup sebuah kota.

Diawali dengan diskusi setiap kamis malam di emperan rumah, anak-anak muda berdialektika tentang kota. Kota yang ditempati maupun disinggahi. Tidak melihat dari baju agama, usia, tambah lagi dengan dari mana ia berasal. Melainkan mereka yang melihat kota ini perlu obat untuk sakit nya sang kota. Rasa tanggung jawab akan tugas warga kota itu lah yang merumuskan akan kemana arah jalan kota kedepan.

Diskusi yang kini telah berjalan hingga ke seri 40-an lebih terus melahirkan ide dan gagasan kreatif untuk kota. Misal, didahului dengan merangsang keterlibatan warga dengan portal jurnalisme warga, www.pojoksamber.com dan mendorong kembali budaya literasi.

Dengan begitu, komunitas ini sudah meletakkan pondasi pembangunan kota atas dasar pengetahuan. Serta memperluas jangkauan hasil buah pikir warga melalui portal tersebut. Agar kebaikan yang tumbuh dapat disebarluarskan dan ditularkan.

Seperti air mengalir, ada yang terhampar dicela-cela batu. Singgah diantara-antara rerumputan, Ataumenggenang didalam kubang. Tapi komunitas tidak memilih bagian tersebut.Melainkan sebaliknya, mengalir terus tanpa berfikir untuk berhenti. Melawan kenyamanan dan menchallenge kebutuhan kota.

Gelisah akan kenyamanan ini membuahkan hasil. Rumah Bersama didirikan dari uluran tangan orang-orang baik. Tanpa proposal, tanpa meminta-minta, tanpa banyak bicaraataupun semacamnya, iuran bersama-bersama akan cita tentang rumah bersama yang menjadi basis gerakan dibangun diatas tanah warga untuk menjadi tempat lahirnya ide-ide baru.

Dirumah ini pula terpusat jaringan wifi gratis untuk warga. Sebagai bentuk edukasi akan pentingnya berjalan diatas modernisasi teknologi. Munculnya Sai Wawai Publishing (SWP) dan Sai Wawai Institute (SWI) yang bergerak di penerbitan buku dan lembaga kajian dan riset warga, membangun Bank Sampah sebagai alternatif pengelolaan sampah kota yang setiap hari semakin bertambah, memperkuat sinyal cita-cita bersama mewujudkan kota kreatif.

Hasil-hasil dari produksi komunitas itu dipakai sebagai bekal gerakan selanjutnya. Misal, hasil dari penerbitan buku, kaos komunitas, hasil kreatif pengelolaan sampah, ataupun “gerakan sedekah tong sampah” yaitu dengan menjual tong sampah dengan harga dibawah pasar dan di tanam oleh relawan-relawan disudut-sudut kota.

Sehingga komunitas ini menjawab pula bagaimana kemandirian sebuah warga (komunitas) dibentuk, agar mengurangitradisi lama yaitu ketergantungan terhadap negara (pemerintah), danmengedukasi kemandirian wargaagar tak meluluharus tunduk dengan kekuasaan.

Oleh karna itu, wacana social enterpreneurship mulai dijalankan sebagai terobosan lifestyle baru untuk kota. Bersosial sekaligus berwirausaha juga dapat mengurangi mindset buruk yang melekat di dunia pendidikan saat ini. Ditambah lagi,bisa memperpanjang nafas komunitas dan menegaskan akan kemandirian warga.Seperti yang terkandung dalam lirik lagu #SayangiMetro,“Sayangi lah kota ini jaga tetap alami, Sayangi lah kota ini,warga hidup mandiri”. Lagu yang merupakan bagian dari mengkampanyakan Gerakan #SayangiMetro dengan Gerakan Pungut Sampah(GPS) setiap minggu Car Free Day (CFD).

Secara sadar atau tidak sadar, Komunitas ini telah menjawab tiga segmen dari empat segmen yang di lontarkan oleh Ridwan Kamil, “sehebat-hebatnya pemerintah, ia hanya membawa ¼ perubahan. ¼ lagi ada di bisnis. ¼ lagi ada di pergerakan masyarakat seperti ormas dan komunitas. ¼ lagi ada di media.”

Kedepanya cita-cita komunitas ini dengan pembuatan Portal Jurnalisme Warga, Rumah Bersama, wi fi gratis dan Bank Sampah di setiap kelurahan, akan menginspirasi lahir dan tumbuhnya komunitas-komunitas baru yang melibatkan lebih banyak warga untuk mempercepat terwujudnya kota kreatif.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun