Mohon tunggu...
Diyaa Diya
Diyaa Diya Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

mengumpulkan tugas uts auditing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran G20 dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

28 Oktober 2022   17:10 Diperbarui: 28 Oktober 2022   17:13 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peran G20 dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Oleh : Aulia Hamru, Arma, Astri dan Dea Ananda Eka

PENDAHULUAN
Ekonomi global telah meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam 40 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan standar hidup di sebagian besar negara, tetapi juga menghasilkan pengurangan sumber daya alam dan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK). Beberapa perkiraan menunjukkan bahwa pada tahun 2050, percepatan pertumbuhan penduduk dan produk domestik bruto (PDB) akan menghadapi tantangan besar berupa kelangkaan sumber daya, yang semakin melemahkan pembangunan ekonomi, terutama di daerah yang lebih miskin. Sementara PDB di negara maju terus meningkat, ekonomi di kawasan berkembang justru tumbuh lebih cepat, dengan rata-rata pertumbuhan per kapita di negara-negara berpenghasilan rendah sebesar 5,9% atau 3,6%, dan pertumbuhan keseluruhan sebesar 1,3% atau 0,8%. per kapita di negara-negara berpenghasilan rendah. Negara berpenghasilan tinggi seperti negara G20.
Tulisan ini secara khusus mengkaji peran G-20 sebagai pendekatan dalam membentuk tata kelola ekonomi global. Dengan hanya 20 anggota, klub berusaha membangun pilar tatanan ekonomi baru yang akan kuat dan tahan terhadap krisis keuangan global. Secara spesifik, kajian ini mengidentifikasi isu-isu konseptual dan empiris apa yang muncul terkait dengan proses pembentukan tata kelola ekonomi global yang saat ini menjadi fokus perhatian G20.
Kajian yang dibahas dalam tulisan ini sangat penting dalam memahami argumen terbuka klasik tentang keberadaan G-20 dan klaimnya atas mandat global. Pro dan kontra terutama menekankan bahwa klub tidak memiliki legitimasi untuk membangun sistem ekonomi global.
Di sisi lain, pembentukan G20 dipandang sebagai pendekatan yang realistis dan efektif untuk merespon cepat krisis keuangan global dan membangun sistem yang tahan terhadap krisis serupa di masa depan. Makalah ini menunjukkan pentingnya G-20, sebagai klub dengan anggota terbatas, untuk meningkatkan kemampuannya dalam menjawab tantangan ekonomi global yang dihadapi baik anggota G-20 maupun non-anggota. Kemampuan ini akan memungkinkan G-20 untuk berkontribusi dalam membentuk tatanan ekonomi global yang lebih inklusif.

PEMBAHASAN
Latar Belakang Terbentuknya G20
Pada awal 2008, Amerika Serikat  mengalami krisis keuangan. Berbeda dengan krisis ekonomi 1929-1930-an, resesi pada 2008 di Amerika Serikat berdampak lebih luas sampai ke negara lain, terutama negara maju. Hal ini tidak lepas dari pengaruh besar AS dalam tatanan internasional, dimana AS dijadikan sebagai model negara kapitalis. Akibat pengaruh yang besar tersebut, ketika ekonomi AS dilanda krisis banyak negara pengikut AS yang terkena dampaknya. Bahkan krisis ini dianggap sebagai krisis terparah dalam sejarah ekonomi Amerika Serikat. Krisis finansial di AS berawal dari peristiwa Subprime Mortgage dimana bank cenderung memberi pinjaman perumahan sebesar-besarnya, terutama kepada peminjam “sub-prime”, yaitu peminjam yang kurang atau tidak layak (banyak yang tidak mempunyai agunan dan bahkan tidak mempunyai pekerjaan/penghasilan tetap). Sehingga banyak terjadi kredit macet karena banyak yang gagal membayar dan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi AS berjalan lambat.
Sejak awal tahun 2008, Amerika Serikat dilanda dengan krisis keuangan. Berbeda dengan krisis ekonomi tahun 1929-1930, resesi AS tahun 2008 berdampak lebih besar pada negara-negara lain, terutama negara-negara maju. Hal ini tidak lepas dari pengaruh besar Amerika Serikat dalam tatanan internasional, dimana Amerika Serikat dijadikan model bagi negara kapitalis. Akibat pengaruh yang besar ini, ketika ekonomi AS dilanda krisis, banyak negara klien AS yang terkena dampaknya. Bahkan, krisis tersebut dianggap yang terburuk dalam sejarah ekonomi AS. Krisis keuangan di Amerika Serikat dimulai dengan insiden subprime mortgage, ketika bank cenderung membuat hipotek besar, terutama kepada peminjam "subprime" (yaitu pekerjaan/obligasi). Banyak kredit bermasalah belum dilunasi, dan pertumbuhan ekonomi AS melambat.
Hal ini mendapat perhatian luas dan serius dari para pemimpin dunia, karena krisis keuangan AS telah mempengaruhi krisis ekonomi global. Dalam Globalization in Retreat, Roger C. Altman mengatakan era ekonomi laissez-faire telah berakhir. Selama 30 tahun, model kapitalisme pasar bebas Anglo-Saxon telah menyebar ke seluruh dunia. Peran negara telah dihilangkan, adanya deregulasi dan privatisasi, arus modal lintas batas dan perdagangan bebas juga meningkat. Banyak negara maju telah mengadopsi model ini. Namun, ketika krisis keuangan global dimulai, sistem keuangan Anglo-Saxon dianggap bangkrut. (Altman, 2009).
Terlepas dari berbagai upaya untuk mengatasi krisis keuangan global, Amerika Serikat dan negara maju telah menyadari bahwa mereka tidak dapat mengatasi krisis keuangan global sendirian tanpa melibatkan orang lain. Harmoni atau kerjasama antar bangsa sangat diperlukan untuk mengatasi krisis keuangan global yang melanda dunia. Dimulai dari situlah, para Pemimpin dari 20 negara menjalin kerjasama yang saat ini dikenal dengan istilah G-20 yang merupakan suatu mekanisme sebagai upaya untuk mengatasi krisis ekonomi dunia. Negara-negara G-20 tersebut adalah: Amerika Serikat, Afrika Selatan, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, China, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Perancis, Rusia, Turki dan Uni Eropa.

Penyebab Terjadinya Krisis Finansial Global
Kegagalan Konsensus Washington menyebabkan para ekonom Barat yang berorientasi pasar seperti Jagdish Bhagwati, Paul Krugman, Joseph E. Stiglitz, dan Jeffrey Sachs menciptakan apa yang disebut Konsensus Pasca-Washington. Sistem pasar dan pentingnya faktor non-ekonomi terhadap berfungsinya tatanan sosial pasar (Fine, 2001). Pendekatan pasca-Washington Consensus, ketika diterapkan pada negara-negara berpenghasilan rendah, telah mengurangi peran pemerintah dalam menjalankan fungsi kontrol dan intervensi ekonomi, karena Konsensus Washington telah menghasilkan negara-negara yang disusun oleh kelompok minoritas negara maju saja. meminimalkan tidak terlalu efektif. Ini mewakili kepentingan mayoritas masyarakat dunia. Konsensus Pasca-Washington melanjutkan liberalisasi yang diberikan Konsensus Washington sebagai kerangka kerja, tetapi mempertimbangkan faktor-faktor non-ekonomi. Sebagai regulator, negara harus melakukan intervensi untuk mengatasi kegagalan pasar.
Kerjasama antara pasar dan negara merupakan mekanisme pelengkap untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat di Asia Timur menjadi bukti nyata. Keajaiban Asia Timur ini merupakan awal dari pembangunan konsensus pasca-Washington (Hadi et al., 2007). Konsensus Pasca-Washington adalah sintesis yang mewakili kemajuan kaum strukturalis dan neoliberal dalam upaya meningkatkan kinerja pasar dan pemerintah melalui interaksi yang saling melengkapi. (Onis and Senses, 2003) Pergeseran paradigma yang terjadi menunjukkan bahwa sejarah memang berulang, dimulai dengan perlunya peran negara sebagai pemain sentral dalam urusan ekonomi (merkantilisme), Pasar sebagai protagonis (liberalisme) , kini negara kembali menjadi pemain utama ekonomi, bisnis dan pembangunan. Kegagalan pasar adalah masalah kritis dan membutuhkan intervensi aktif dari pemerintah. Hal ini terlihat pada krisis keuangan global 2008, ketika negara-negara pimpinan AS melakukan intervensi dalam upaya untuk keluar dari krisis ekonomi. Kesepakatan Forum G20 juga mencerminkan pentingnya negara dalam menangani masalah sosial dan pembangunan.
Dalam kerjasama internasional, negara yang berbeda dan kepentingan negara yang berbeda saling bertabrakan, yang tidak dapat mereka temui sendiri. Kerjasama internasional adalah sisi lain dari perselisihan internasional dan aspek hubungan internasional. Pertanyaan kunci dalam kerja sama internasional adalah sejauh mana kepentingan bersama yang dicapai melalui kerja sama dapat mendukung gagasan kepentingan sepihak dan kepentingan yang bersaing dalam tindakan. Dengan kata lain, kerjasama internasional dapat muncul karena kehidupan internasional meliputi berbagai bidang seperti ideologi, politik, ekonomi, masalah sosial, lingkungan, budaya, pertahanan dan keamanan. Hal ini menimbulkan berbagai kepentingan dan menimbulkan berbagai masalah sosial. Beberapa negara telah membentuk kerjasama internasional untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut (Perwita dan Yani, 2005).
Forum G20 merupakan kerjasama internasional antara negara maju dan negara berkembang (emerging economy) yang digunakan sebagai solusi krisis keuangan global dan sebagai sarana untuk mencegah krisis di masa depan. Meskipun ada banyak pertaruhan di antara negara-negara anggota, forum tersebut telah mencapai konsensus untuk kebaikan bersama dan keberlanjutan sistem ekonomi global.
Negara-negara G20 sepakat bahwa krisis keuangan global sekarang ini disebabkan oleh faktor-faktor kunci antara lain : Pengelolaan resiko pasar keuangan yang kurang bertanggung jawab akibat skema kompensasi lembaga keuangan yang mendorong investasi jangka pendek dan pengambilan resiko yang berlebihan, kebijakan moneter yang mendorong kondisi global imbalances, menurunnya standar penilaian credit rating agencies akibat kurangnya transparansi dan adanya konflik kepentingan, serta ketidakmampuan otoritas keuangan negara maju dalam menerapkan safeguard yang memadai atas inovasi dan perkembangan di sektor keuangan. Pada KTT G20 November 2008 di Washington DC, Para Pemimpin G20 sepakat bahwa langkah-langkah yang dapat diambil guna memulihkan pertumbuhan dan mendukung ekonomi emerging market antara lain : melakukan langkah untuk menstabilkan sistem keuangan, dukungan kebijakan moneter dan menggunakan langkah fiskal yang sesuai, memberikan likuiditas untuk membantu mencairkan pasar kredit, memastikan bahwa IMF, Bank Dunia dan Multilateral Development Banks (MDBs) lainnya memiliki sumber daya yang cukup untuk membantu negara-negara berkembang yang terkena dampak krisis dan juga memberikan pendanaan perdagangan dan infrastruktur. Kemudian pertemuan di London Inggris pada April 2009 menghasilkan kesepakatan diantaranya : menyetujui pengambilan langkah segera untuk memperbaiki kembali pertumbuhan dan mendukung ekonomi negara berkembang, menyepakati sejumlah prinsip bersama untuk mengawal reformasi pasar keuangan, sependapat mengenai rencana aksi yang menyusun berbagai rencana kerja komprehensif untuk mengimplementasi berbagai prinsip tadi dan meminta menteri keuangan untuk bekerja memastikan rencana aksi bisa diimplementasi secara penuh dan giat, menyepakati bahwa reformasi hanya bisa sukses jika dilakukan berdasarkan komitmen atas prinsip pasar bebas. Hal itu mencakup regulasi, penghormatan bagi milik pribadi, perdagangan dan investasi terbuka, pasar kompetitif, dan sistem keuangan yang diregulasi secara efektif dan efisien. (setneg.go.id).

Peran G20 dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Dunia
G-20 merupakan kumpulan kelompok 19 negara, termasuk ekonomi terbesar di dunia dan Uni Eropa. Secara resmi, G-20 Group of Twenty (G-20) disebut Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral. Sebagai forum ekonomi, G-20 merupakan forum konsultasi dan kerjasama mengenai isu-isu yang berkaitan dengan sistem moneter internasional. Pertemuan rutin antara negara-negara maju dan berkembang utama untuk mempertimbangkan, mengeksplorasi dan merangsang perdebatan untuk mengeksplorasi strategi yang mengarah pada stabilitas keuangan internasional dan solusi untuk masalah yang tidak dapat ditangani oleh satu negara saja.
Koordinasi internasional dan pendekatan yang koheren sangat penting untuk mengelola krisis dan mengambil tindakan untuk mencegah krisis di masa depan. Perdana Menteri Kanada Paul Martin menulis di Foreign Affairs tentang pentingnya dan perlunya negara-negara berkumpul untuk membahas dan menilai situasi di negara lain, termasuk kebijakan dan tindakan apa yang harus diambil. . Untuk itu, banyak anggota Forum G20, baik maju maupun berkembang, mengambil langkah-langkah untuk mengatasi krisis keuangan global yang dimulai di Amerika Serikat. Forum ini diakui sebagai forum informal yang sangat terbuka dan konstruktif untuk diskusi, mendorong  perwakilan negara untuk membahas isu-isu terpenting yang menjadi perhatian bersama terkait dengan stabilitas ekonomi global. G20 juga menyumbang 80% dari ekonomi dan populasi global (Parnohadiningrat, 2009).
Pada poin kedua, beberapa faktor yang disepakati menyebabkan krisis ekonomi dan keuangan. Sehubungan dengan itu, pada KTT G20 yang diadakan di Washington, DC pada bulan November 2008, para pemimpin G20 juga sepakat bahwa langkah-langkah berikut dapat diambil untuk memulihkan pertumbuhan dan mendukung negara-negara berkembang: lakukan. Langkah-langkah fiskal yang tepat, penyediaan likuiditas untuk mencairkan pasar kredit, dan IMF, Bank Dunia, dan bank pembangunan multilateral (MDB) lainnya untuk mendukung negara-negara berkembang yang dilanda krisis dan meningkatkan perdagangan dan infrastruktur Memastikan bahwa kita memiliki sumber daya yang cukup untuk menyediakan keuangan terstruktur .
Selanjutnya, pada pertemuan yang diadakan di London, Inggris pada bulan April 2009, disepakati bahwa: Rencana tersebut menyatukan berbagai rencana kerja yang komprehensif untuk mengimplementasikan berbagai prinsip yang diuraikan di atas dan mendesak Menteri Keuangan untuk bekerja untuk memastikan bahwa rencana aksi tersebut dilaksanakan secara penuh dan penuh semangat, dan sepakat bahwa reformasi hanya dapat berhasil jika mereka adalah fondasinya. Kewajiban kebebasan dilakukan oleh prinsip-prinsip pasar. Ini termasuk regulasi, penghormatan terhadap properti pribadi, perdagangan dan investasi terbuka, pasar kompetitif dan sistem keuangan yang diatur secara efektif dan efisien. (setneg.go.id).
Kesepakatan-kesepakatan dan inisiatif-inisiatif di atas dapat dijadikan acuan bagi langkah-langkah kebijakan domestik yang berwawasan ke depan untuk mengatasi dampak krisis keuangan global yang mempengaruhi pemulihan ekonomi global. Kesepakatan ini sangat masuk akal jika semua anggota G20 dapat mengimplementasikan rencana aksi untuk mengatasi dampak krisis keuangan melalui kebijakan nasional dan kerja sama multilateral. Namun sudah jelas sejak awal bahwa kesepakatan yang dicapai di forum G20 tidak serta merta menyelesaikan krisis global. Dampak krisis global yang dialami negara-negara di dunia datang dalam berbagai wilayah, skala dan karakteristik. Oleh karena itu, faktor penentu keberhasilan mengatasi krisis global adalah komitmen yang kuat dari anggota G20 untuk mengimplementasikan kesepakatan yang dicapai dan mengimplementasikannya secara heterogen.
Pada pertemuan G20, antusiasme dan komitmen negara-negara anggota untuk bersama-sama menghadapi krisis global sangat tinggi. Hal ini terlihat dari sikap AS yang selalu menentang reformasi regulasi di sektor keuangan global. Forum tersebut juga menetapkan aturan dasar negosiasi liberalisasi perdagangan untuk meningkatkan akses pasar bagi negara berkembang. Sikap negara-negara maju yang mulai menyadari peran ekonomi berkembang dalam menjaga stabilitas ekonomi global harus ditekankan dan menunggu tindakan nyata. Langkah-langkah yang diambil pada pertemuan kepala negara dan pemerintahan G20 pada November 2008 dan April 2009 diharapkan secara bertahap memulihkan kepercayaan, meredakan kepanikan global, dan memulihkan ketenangan. Kesehatan sektor keuangan mulai pulih secara bertahap dan likuiditas global mulai mengalir kembali. Sementara itu, ekonomi global mulai pulih karena langkah-langkah siklus dan pembayaran likuiditas.
G20 telah mengimplementasikan komitmen yang dibuat pada KTT Washington dan London. Pertama, menerapkan stimulus fiskal setara 2% dari PDB atau US$1,4 triliun; Kedua, rekapitalisasi perbankan dan restrukturisasi aset yang tertekan dengan biaya US$2 triliun menjadi US$2,5 triliun. Ketiga, tambahkan $500 miliar ke pundi-pundi IMF dan alokasikan $250 miliar ke SDR untuk meningkatkan likuiditas global. Keempat, peningkatan modal ADB sebesar $200 miliar, $300 miliar tambahan dana dari bank pembangunan multilateral/regional, dan $250 miliar dalam pembiayaan perdagangan untuk mengimbangi penurunan aliran modal ke negara berkembang. Peran baru G20 mencerminkan pengakuan yang berkembang di antara negara-negara maju bahwa krisis keuangan global saat ini tidak dapat diselesaikan sendiri tanpa keterlibatan pihak lain. Harmoni atau kerjasama antar bangsa sangat diperlukan untuk mengatasi krisis keuangan global yang melanda dunia.

KESIMPULAN
Pergeseran paradigma yang terjadi menunjukkan bahwa sejarah memang berulang. Dimulai dengan perlunya peran sentral negara dalam urusan ekonomi (merkantilisme), ekonomi sebagai aktor utama negara, dan pembangunan, hingga pasar sebagai aktor utama (liberalisme). Kegagalan pasar adalah masalah kritis dan membutuhkan intervensi aktif dari pemerintah. Hal ini dapat kita lihat pada krisis keuangan global 2008. Pada saat ini, Amerika Serikat dan negara-negara lain melakukan intervensi dalam upaya untuk keluar dari krisis ekonomi.
G20 mencerminkan penguatan peran negara dalam mengatur perekonomian. Adalah kepentingan semua bangsa untuk bekerja sama dengan komunitas internasional untuk berkontribusi pada tujuan yang lebih baik. Ketidakseimbangan fiskal dan perdagangan struktural yang terus-menerus tidak dapat menghasilkan pertumbuhan yang kuat dan berkelanjutan. Tanpa tindakan bersama untuk membuat penyesuaian yang diperlukan untuk mencapai hasil ini, risiko krisis di masa depan dan pertumbuhan yang rendah tetap ada. Semua negara G20 harus bertindak cepat untuk mencapai pertumbuhan global yang berkelanjutan dan seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, Yulius Purwadi. "Legitimasi, Efektivitas dan Akuntabilits G-20 sebagai Klub Ekslusif dalam Pembentukan Tata Kelola Ekonomi Global".  hal. 119-210.

Mardani, Abbas. (2018). "Konsumsi Energi, Pertumbuhan Ekonomi, dan CO2 Emisi di Negara G20: Penerapan Adaptive Sistem Inferensi Neuro-Fuzzy". Visual Post : MDPI Journal Energy, 11 (2771), hal. 1-15.

Wulandari, Purnama. (2010). "G20 dan Krisis Finansial Global". Visual Post : a Jurnal ISIP, hal. 49-56.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun