Mohon tunggu...
Diva Dewi
Diva Dewi Mohon Tunggu... Mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Jejak Retorika dari Zaman Kuno sampai Zaman Kini

1 Oktober 2025   13:05 Diperbarui: 1 Oktober 2025   13:05 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.differencebetween.net/language/the-difference-between-rhetoric-and-dialectic/

Retorika adalah seni berbicara dan menyampaikan gagasan secara meyakinkan. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani rhetorike, yang berarti kemampuan berbicara. Sejak zaman kuno, retorika sudah dipandang penting karena menjadi sarana untuk berdebat, meyakinkan orang lain, serta menyampaikan pendapat di ruang publik. Dalam perjalanan sejarah, retorika berkembang dari Yunani, diteruskan oleh bangsa Romawi, hingga kemudian mengalami perubahan besar pada era modern.

Di Yunani kuno, retorika lahir bersamaan dengan munculnya sistem demokrasi di Athena pada abad ke-5 SM. Pada masa itu, warga negara sering berbicara di sidang politik atau di pengadilan, sehingga kemampuan berbicara menjadi sangat penting. Tokoh besar yang berpengaruh adalah Socrates, Plato, dan Aristoteles. Socrates menggunakan retorika lewat dialog untuk mencari kebenaran. Plato awalnya mengkritik retorika sebagai alat manipulasi, tetapi kemudian menilai bahwa retorika bisa bernilai jika digunakan untuk tujuan yang baik. Aristoteles menyusun teori retorika secara lebih sistematis dalam bukunya Rhetoric. Ia memperkenalkan tiga unsur utama: ethos (kredibilitas pembicara), pathos (daya tarik emosi), dan logos (logika). Teori Aristoteles inilah yang menjadi dasar retorika klasik dan masih dipakai sampai sekarang.

Setelah Yunani, retorika berkembang pesat di Romawi. Pada masa itu, retorika menjadi bagian penting dari pendidikan kaum elit, terutama bagi calon pengacara dan politisi. Tokoh yang paling terkenal adalah Cicero dan Quintilianus. Cicero, seorang orator dan negarawan, menulis buku De Oratore yang menekankan bahwa seorang pembicara harus menguasai pengetahuan luas, memiliki moralitas, dan mampu menggugah massa dengan kata-kata. Sementara itu, Quintilianus dalam Institutio Oratoria menekankan bahwa retorika bukan hanya seni berbicara, tetapi juga harus mendidik karakter dan moral pembicara. Dengan demikian, di Romawi retorika menjadi bagian inti dari pendidikan klasik dan kehidupan politik.

Memasuki Abad Pertengahan, retorika mengalami perubahan. Pada masa ini, retorika banyak digunakan dalam konteks keagamaan, terutama oleh gereja Kristen. Khotbah menjadi salah satu bentuk retorika yang paling dominan. Tokoh penting pada masa ini adalah Agustinus, yang menulis De Doctrina Christiana. Ia mengajarkan bahwa retorika bisa digunakan untuk menjelaskan dan menyebarkan ajaran agama. Pada masa Renaisans, retorika kembali dihidupkan dengan semangat humanisme. Para pemikir seperti Erasmus dan Petrus Ramus berusaha menggabungkan retorika klasik dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan modern.

Pada era modern, retorika tidak hanya dipandang sebagai seni berbicara, tetapi juga berkembang menjadi kajian ilmu komunikasi. Retorika mulai dikaitkan dengan media, politik, sastra, hingga budaya. Tokoh modern seperti Kenneth Burke menyatakan bahwa retorika adalah penggunaan bahasa sebagai alat simbolis untuk membangun kerja sama dalam masyarakat. Pemikiran modern juga menekankan bahwa retorika bukan hanya soal gaya berbicara, melainkan juga tentang bagaimana bahasa bisa membentuk opini, menyampaikan ideologi, bahkan memengaruhi kekuasaan.

Secara singkat, perjalanan retorika dari zaman Yunani, Romawi, hingga modern menunjukkan bahwa retorika selalu beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Di Yunani, retorika menjadi bagian dari demokrasi; di Romawi, ia menjadi dasar pendidikan hukum dan politik; di Abad Pertengahan, ia dipakai untuk menyebarkan agama; sementara di era modern, retorika meluas ke berbagai bidang komunikasi dan budaya. Hal ini membuktikan bahwa retorika adalah keterampilan yang terus relevan sepanjang sejarah, karena kemampuan berbicara dan meyakinkan orang lain selalu dibutuhkan manusia dalam kehidupan sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun