Mohon tunggu...
Sosbud

Problematika Perempuan dan Kesadaran Gender

21 April 2019   23:55 Diperbarui: 22 April 2019   00:00 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ulasan Buku: Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas"

Pada kesempatan kali ini, penulis akan mengulas salah satu buku yang dari judul saja para pembaca akan mengetahui buku ini akan membahas tentang apa. Kali ini, penulis akan mengulas buku yang ditulis oleh Neng Dara Affiah yang berjudul "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas" buku ini menarik untuk diulas karena dinilai menjadi salah satu buku pegangan yang cukup komperhensif jikalau ingin mengetahui tentang perempuan dan perspektif islam. Penulis beberapa waktu yang lalu sempat juga mengulas buku yang ditulis oleh Neng Dara Affiah juga yang berjudul "Muslimah Feminis" dimana dalam buku tersebut membahas autobiografi serta juga pengalaman yang dialami oleh Neng Dara Affiah dalam sepak terjang kehidupannya sampai pada akhirnya berjuang pada ranah gender sampai dengan sekarang ini.

            Adapun perbedaan cara penulisan yang menurut penulis sangat kentara antara buku "Muslimah Feminis" dengan buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas". Dimana dalam buku Muslimah Feminis Neng Dara Affiah sangat menggambarkan dirinya dan menggunakan perspektif orang pertama, sedangkan pada buku Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas ia menggunakan perspektif orang ketiga dan penulisannya lebih kepada inti suatu topik sehingga akan terasa akan berbeda bobotnya antara buku Muslimah Feminis dengan buku Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas. Walaupun memiliki bobot yang agak serius buku ini masih dapat dinikmati apalagi ditemani oleh secangkir kopi dan beberapa roti sebagai teman membaca karena cara penyampaian bahasa dalam buku ini juga tidak terlalu berbelit-belit dan juga tidak terlalu berat seperti buku sejenisnya.

            Dalam buku ini Neng Dara Affiah membedah tiga pokok bahasan utama, yaitu: a.) Islam dan Kepemimpinan Perempuan, b.) Islam dan Seksualitas Perempuan, dan c.) Perempuan, Islam, dan Negara. Neng Dara berhasil memberikan sebuah pembabakan permasalahan yang dialami oleh perempuan secara bertahap dari mulai problematika kepemimpinan, problematika seksualitas, sampai dengan problematika peran perempuan dalam negara.

            Dalam sub-bab yang ada dibuku ini seperti yang saya sudah paparkan di atas buku ini memiliki topik-topik sendiri dalam sub-bab tersebut dimana membantu kita untuk tau apa yang akan kita baca nanti. Neng Dara memulai penulisan buku ini pada problematika perempuan dan kepemimpinan, seringkali masyarakat memandang rendah kepemimpinan seorang perempuan dan perempuan seringkali dilihat sebagai entitas yang lemah dan tidak dapat mengatur dirinya sendiri. Lalu, seringkali makna "kepemimpinan" dieratkan pada lelaki bukan kepada perempuan, padahal hal ini sudah disinggung oleh Nabi dalam hadisnya yang berbunyi: "Masing-masing kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing kamu bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya" (H.R. Ibn Abbas). Dalam hadis ini tidak disebutkan bias jenis kelamin, maka dari itu pemaknaan atas "kamu" adalah universal dan berlaku untuk kesemuanya tidak untuk satu jenis kelamin seperti yang sudah merasuk ke alam bawah sadar masyarakat kebanyakan. Dan terbukti juga bahwasanaya kepemimpinan suatu kerajaan atau bahkan negara yang dipimpin oleh perempuan juga tertulis dalam sejarah Aceh seperti kepemimpinan Ratu Tajul Alam Shafiyatuddin Syah (1641-1675), Ratu Nur Alam Naqiyatuddin Syah (1675-1678), Ratu Inayatsyah Zakiyatuddin Syah (1678-1688), dan Ratu Kamalat Syah (1688-1689).

            Selanjutnya, Neng Dara melanjutkan tulisannya pada problematika perempuan dan seksualitas dimana perempuan seringkali ditempatkan pada posisi yang dianggap inferior serta sub-ordinat. Dan banyak sekali kebijakan-kebijakan Islam tradisional yang dianggap diskriminatif kepada perempuan dimana pada kasus ini dinyatakan boleh dilakukannya poligami jikalau seorang istri mengalami kemandulan atau kecacatan, namun tidak dinyatakan bahwa seorang istri dapat melakukan poliandri jikalau sang suami mengalami kemandulan atau kecacatan. Disini sudah terlihat bias gender dalam hukum keluarga Islam, yang dirasa harus direvisi sesuai dengan perkembangan zaman, Neng Dara juga menjelaskan bahwasanya praktik poligami sendiri yang banyak dilakukan tidak lagi berasaskan untuk mensejahterakan para janda seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yang melakukan praktik poligami untuk mensejahterakan janda. Namun, banyak sekali praktik poligami pada hari ini berasaskan hanya pada nafsu seksual lelaki yang "dianggap" lebih besar daripada perempuan, dan melekatnya stigma buruk yang dialami oleh perempuan yang melakukan poligami menjadi istri kedua, atau ketiga, dst nya yang seringkali masyarakat menganggap mereka sebagai penggoda dan juga istri pertama pun tak luput dari stigma buruk yang dilihat sebagai perempuan yang tidak mampu melayani kebutuhan suami sehingga suami kawin lagi.

            Dalam sub-bab problematika perempuan dan seksualitas tak luput juga Neng Dara membahas tentang perempuan dan jilbab sebagai suatu hal yang nyatanya pun problematik juga. Dimana dalam hal ini perempuan yang mengenakan jilbab mengalami diskriminasi pada era orde baru di Indonesia, perempuan juga seringkali dianggap sebagai sumber fitnah dan kemaksiatan maka dari itu dianjurkannya untuk mengenakan jilbab. Pernyataan semacam tadi adalah logika yang salah, karena apabila logika tersebut benar adanya pastilah perempuan yang mengenakan jilbab atau pakaian tertutup lainnya terhindar dari kekerasan seksual baik yang verbal dan non-verbal. Namun nyatanya banyak sekali perempuan di luar sana yang telah menggunakan pakaian tertutup namun masih mendapat pelecehan ataupun kekerasan seksual. Disini dinyatakan bahwasanya yang salah adalah pandangan para lelaki yang tidak dapat menahan nafsu seksual mereka dan maka dari itu mereka melakukan pelecehan kepada para perempuan yang dijadikannya objek seksual mereka. Problematika tentang hukum Islam yang bercorak patriarkis ini masih banyak sekali menjadi pegangan sumber hukum dikarenakan sumber hukum yang lain tidak banyak yang membahas ini seperti dalam perspektif liberal mereka tidak banyak membahas tentang hukum keluarga dikarenakan mereka menganggap bahwa hukum keluarga berada dalam ranah privat.

            Dan pada akhir buku nya Neng Dara secara spesifik mulai menjelaskan tentang feminisme dan bagaimana gerakan-gerakan progresif yang bercorak feminisme. Neng Dara juga menjelaskan bahwasanaya feminisme adalah teori yang berusaha menganalisis pelbagai kondisi yang membentuk kehidupan kaum perempuan dan menyelidik beragam jenis pemahaman kebudayaan mengenai apa artinya menjadi perempuan. Lebih lanjut lagi ia memaparkan bahwasanya feminisme dan Islam merupakan teori yang menjembatani kesenjangan antara konsepsi keadilan yang mempengaruhi dan menopang penafsiran dominan terhadap syariah di satu sisi, dan hukum hak asasi manusia (HAM) di sisi lain. Gerakan-gerakan feminis juga mendapat hambatan dari banyaknya gerakan Islam konservatif atau puritan yang salah mengartikan tentang feminis itu sendiri dan menolaknya sebagai upaya menolak sekulariasi atau liberalisasi yang berasal dari barat. Dalam sub-bab terakhir Neng Dara mengangkat beberapa kasus tentang komunitas Ahmadiyah yang mengalami diskriminasi terutama diskriminasi kepada perempuan dimana perempuan Ahmadiyah dianggap halal untuk diperkosa dan diskriminasi pun tetap berlanjut diranah ekonomi, politik, dan kewarganegaraan dimana mereka tidak diakui sebagai Islam yang sah. Neng Dara juga memaparkan bahwasanya pria juga berperan penting dalam gerakan-gerakan perempuan seperti Mansour Faqih yang mengenalkan tentang konsep kesetaraan dan keadilan gender pada awal tahun 90-an yang kemudian diadopsi oleh sejumlah gerakan perempuan. Buku yang ditulis Neng Dara ini benar-benar kompehensif dan saling berhubungan satu-sama lain, pembabakan yang dilakukan juga menyatakan bahwasanya ada tiga persoalan penting yang harus dibahas bila itu berbicara tentang Islam, Perempuan, dan Seksualitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun