Tak heran, Inggris dan Amerika Serikat kini masih menjadi dua negara adikuasa utama di dunia. Mereka menjaga tradisi menyeleksi pemimpin dengan ketat. Para kandidat pemimpin diharuskan menempatkan 'skin in the game', berani dipermalukan dan dimintai pertanggungjawaban. Lihatlah debat presiden AS yang sangat bernas. Rakyat AS dibantu untuk melihat seluruh potensi yang dimiliki calon pemimpinnya via debat tersebut.
KPU dan Tantangan Mencari Lelananging Jagad di Indonesia
Sayangnya Indonesia menuju arah yang sebaliknya. KPU sebagai lembaga yang diberi mandat untuk merancang sistem seleksi pemimpin bangsa justru tidak mau membangun tradisi seleksi yang ketat. Padahal mereka punya kesempatan untuk menguatkan peradaban bangsa ini lewat sistem pemilihan yang lebih progresif.
Bukannya memperberat kriteria untuk menjadi pemimpin, KPU justru berusaha mempermudah proses seleksi agar para calon pemimpin 'tidak dipermalukan'. Ini artinya menghilangkan 'skin in the game' dalam kontestasi, sekaligus memberi kesempatan bagi calon untuk bersembunyi dibalik aturan sehingga kelemahannya tidak diketahui rakyat.
Sistem seleksi semacam ini cenderung berpihak pada kandidat yang berkualitas rendah. Mereka yang seharusnya kurang layak maju menjadi pemimpin, akan mendapat kesempatan untuk ikut berkontestasi. Dukungan elit dan pemodal pencari rente bisa membantu kandidat berkualitas rendah untuk memenangkan kontestasi. Tentunya dengan manipulasi media dan membeli oknum aparat serta oknum penyelenggara pemilihan umum.
Karena itu, saya usul agar KPU mengganti visi misinya. Visi yang pas bagi KPU adalah 'lembaga yang bertugas mencari pemimpin bangsa dengan kualitas terbaik'. Dengan sendirinya visi ini akan mendorong KPU untuk memperbaiki diri, membenahi carut marut manajemen internalnya. Marwahnya juga akan naik di mata parpol dan kandidat, karena mereka yang berfisik loyo, berjiwa lemah dan berkualitas rendah, akan kencing berdiri ketika diuji dalam seleksi KPU.
Dalam masa yang singkat ini, hal yang masih bisa dibenahi KPU adalah konsep debat. Masih ada empat kali Debat Pilpres dalam 80 hari ke depan. Segera ubah konsep debat menjadi lebih ketat dan tanpa batasan waktu. Panggil intelektual terbaik bangsa untuk menguji mereka dalam tanya jawab yang panjang dan menekan. Biarkan moderator dan panelis menguji kandidat sampai limit terakhir yang membuat mereka tidak mampu menyembunyikan kelemahan mental, kebodohan intelektual, dan kekerdilan jiwa.
Jika ingin maju, bangsa ini harus mencari lelananging jagad untuk menjadi pemimpin. Diantara dua paslon di Pilpres 2019 ini, yang memiliki potensi menjadi 'lelanganging jagad' adalah mereka yang berusaha mencapai kualitas tertinggi di semua bidang. Dia harus berusaha menyamai intelektualitas Bung Hatta, harus berusaha bernas seperti Bung Karno, harus lugas bersiasat seperti Haji Agus Salim, harus patriotik seperti Jendral Soedirman, harus berwawasan global seperti Tan Malaka, harus pernah bertaruh nyawa demi Indonesia seperti Bung Tomo seperti dan harus menjadi panutan umat seperti Buya Hamka.
Bantulah rakyat untuk menemukan paslon yang memiliki kualitas-kualitas seperti itu.
Tidak ada kata terlambat bagi KPU. Ini bukan lagi hanya urusan Jokowi-Ma'ruf atau Prabowo-Sandi, tapi menyangkut hal yang jauh lebih besar, yaitu keseriusan kita membangun peradaban. Mulailah sekarang, dan dapatkanlah amal jariyah yang terus mengalir karena kalian adalah KPU pertama yang meletakkan dasar bagi sistem pemilihan pemimpin yang lebih berkualitas.