Mohon tunggu...
Dionisius Riandika
Dionisius Riandika Mohon Tunggu... Guru - Seorang Educator, Hipnomotivator, Hipnoterapis, Trainer, Penulis

Lahir di Kota Ambarawa, Kabupaten Semarang

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Misteri Manusia dan Hujan

13 Februari 2021   21:16 Diperbarui: 13 Februari 2021   21:38 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sejak era nenek moyang manusia jutaan tahun lampau, air ibarat pasangan pengantinnya. Ketika musim kering melanda, nenek moyang kita akan menggelar pesta sekaligus ritual kepada Sang Kuasa supaya menurunkan hujan segera. Segala rupa sesaji dihidangkan, mantra-mantra doa dilitanikan, bahkan lagu serta nyanyi-nyanyian dikumandangkan sambil menciptakan tari-tarian. 

Saat hujan yang dirindu-rindukan datang, pesta serta ritual yang tak kalah sakral diselenggarakan di bawah hujan. Ya, di bawah hujan. Artinya, manusia menyatu dalam sukacita bersama sang hujan. Ini merupakan luapan kebahagiaan tiada tara.

Namun, jauh di zaman setelahnya. Di zaman manusia sekarang, air tak lagi jadi pasangan pengantin yang dirindukan. Justru, manusia menganggap sang air sebagai kutukan.

Lihat saja ulah para orang tua yang melarang anak-anaknya bermain dan bermesraan bersama hujan. Hujan diklaim sebagai sumber penyakit, "Jangan hujan-hujanan, nanti sakit!"

Lihat pula diri kita. Saat di jalan, lalu tiba-tiba turun hujan, kita pasti buru-buru berteduh. Kita berupaya menghindar dari hujan.

Manusia lupa bersyukur atas hujan. Manusia cenderung menganggap hujan sebagai persoalan. Maka, tak heran jika kini hal itu yang benar-benar terjadi dalam kehidupan ini. Hujan datang menghadirkan keresahan, menjadi banjir serta rupa-rupa bencana.

Masih ada kesempatan untuk mengembalikan keintiman, kemesraan, dan kesakralan relasi manusia dan hujan. Kesempatan itu harus diciptakan dalam pikiran. Lalu, kita bisa yakin, tak akan lagi ada bencana karena hujan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun