Mohon tunggu...
Dinda Ayu Arta Savira
Dinda Ayu Arta Savira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya Jurusan Bimbingan dan Konseling

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bimbel Meningkatkan atau Justru Menurunkan Mutu Pendidikan Siswa?

11 Desember 2022   22:20 Diperbarui: 11 Desember 2022   22:21 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

    Bimbingan belajar adalah kegiatan belajar yang dilakukan di luar sekolah. Bimbel memang menjadi pilihan orang tua dalam memberikan pembelajaran tambahan di luar sekolah kepada anaknya. Dengan mengikuti bimbel, para orangtua tentu saja mengharapkan anaknya bisa lebih berprestasi di pendidikan, terutama di sekolah. Bimbel atau bimbingan belajar secara umum akan membantu siswa mendongkrak nilai ujian yang akan dihadapi siswa. Dalam upaya untuk ikut mendukung program pemerintah yaitu ikut mencerdaskn kehidupan bangsa ada sebagian orang mewujudkannya dengan mendirikan bimbingan belajar. Banyak siswa dengan antusias mengikuti bimbingan belajar terutama bagi mereka yang ingin mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri.

   Seperti yang saya ketahui dan saya alami bimbel akan men-drill siswa dengan terus menerus mengerjakan soal latihan. Menurut saya model pembelajaran seperti ini memang benar akan membantu siswa mendapatkan nilai yang tinggi, tetapi siswa tidak menguasai materi. Mereka hanya disiapkan untuk mendapatkan nilai yang tinggi dalam tes sehingga berdampak pada cara belajar siswa yang tidak lagi membaca buku tetapi membaca tes. Konsep pembelajaran seperti ini akan menjerumuskan anak karena mereka mendapatkan prestasi yang hanya sebatas kamuflase. Nilai yang tinggi akan dianggap sebuah prestasi tetapi pada kenyataannya para siswa tidak menguasai materi yang diajarkan sama sekali. Di sisi lain model pembelajaran seperti ini akan membunuh kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan berpikir kreatif.

   Pembelajaran di kelas-kelas bimbingan belajar dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan para siswa untuk terampil dalam mengerjakan soal-soal ujian. Materi pembelajaran diberikan secara singkat dan padat. Dalam mencapai target, materi yang sangat padat biasanya kelas-kelas di bimbingan belajar tersedia proyektor sebagai alat bantu. Pembelajaran semacam ini mungkin sesuai untuk program intensif dalam menghadapi ujian masuk perguruan tinggi negeri maupun untuk kelas yang dirancang khusus untuk mempersiapkan siswa mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri.

   Akan tetapi pembelajaran yang bebeda harus dilakukan untuk kelas regular di mana pemahaman terhadap materi pembelajaran tidak dapat diabaikan dan harus menerapkan sistem literasi yang cukup. Oleh karena itu diperlukan pendekatan yang berbeda antara pembelajaran program regular danprogram intensif. Pemisahan semacam inilah yang belum disadari dalam penyelenggaraan bimbingan belajar yang ada.

Jika dilihat dari sudut pandang metode belajar yang modern yang berkembang saat ini maka pembelajaran yang berlangsung di bimbingan belajar (khususnya pada program regular), meskipun telah dirancang sedemikian rupa agar tidak membosankan, menurut saya seharusnya dapat digolongkan sebagai berikut.

Yang pertama, pembelajaran berpusat pada guru atau tentor (teacher centered learning) bukan berpusat pada aktivitas (activity driven learning). Menurut penelitian pembelajaran, lebih efektif melalui pengalaman dan dengan siswa langsung berinteraksi dengan bahan yang sedang dipelajari. Sementara itu, pembelajaran di bimbingan masih menempatkan guru atau tentor sebagai pemberi materi dan siswa dianggap sebagai wadah yang harus diisi dengan ilmu.

Kedua, Pembelajaran harusnya berbasis multimedia (multimedia based learning), bukan berbasis media tunggal (single-media based learning). Multimedia di sini bukan berarti computer yang dilengkapi multimedia. Tetapi, multimedia yang saya maksud yaitu penggunaan berbagai macam media yang dapat memudahkan siswa memahami materi pelajaran. Selama ini seorang pengajar telah menganggap bahwa jika menggunakan alat bantu proyektor itu berarti telah menggunakan media belajar.

Dan yang terakhir, pembelajaran pada bimbel cenderung berbasis pada isi (content based learning) bukan berbasis pada konteks (context based learning). Materi pelajaran yang ada di kelas bimbingan dan belajar biasanya telah terjadwal dan tiap materi harus selesai pada satu pertemuan atau tiap pertemuanakan ada jadwalnya sendiri. Sehingga, jika sudah dijadwalkan misal, materi bab 1 harus sudah selesai pada pertemuan sekian, jadi pada bimbingan belajar semua siswa semua siswa dianggap sama dalam menyerap pelajaran dan selesainya materi dianggap juga dengan pahamnya siswa terhadap materi yang sudah disampaikan. Padahal setiap siswa berbeda mempunyai cara berpikir, daya ingat, dan pola penyerapan yang berbeda terhadap materi dan ini merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab apabila kita menganggap selesainya materi juga berarti seluruh siswa telah memahami materi yg sudah diberikan.

Melihat kondisi seperti yang sudah dituliskan diatas, perlu dilakukan tinjauan ulang tentang sejauh mana peran bimbingan belajar dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hingga saat ini belum ada hasil-hasil yang mencerminkan evektifitas dari apa yang telah dijalankan selama ini. Tentunya tidak ada orang ingin merasa aktivitas yang telah dijalani tersebut menjadi sia-sia. Bukanlah suatu hal yang bijaksana apabila kita terus mempertahankan kondisi yang seperti ini.

Ada juga imbas munculnya karakter-karakter negatif dengan adanya bimbel, diantaranya adalah ketidakjujuran yang dikarenakan adanya janji-janji peningkatan nilai siswa. Akibatnya bimbel akan mencari segala cara agal har tersebut tercapai dengan memberikan atau menjual bocoran ujian. Rasa malas dan ketidakpedulian juga tumbuh baik pada siswa maupun guru, karena menggantungkan nilai pada pola bimbel saja. Melihat fakta-fakta tersebut bisa kita simpukan bahwa dengan adanya kehadiran bimbel mutu pendidikan Indonesia semakin terpuruk.

Untuk itulah demi menjaga mutu pendidik yang tinggi, ada baiknya agar setiap pendidik memiliki Surat Registrasi Guru (SRG), seperti yang dimiliki oleh profesi lain. SRG adalah dokumen yang menyatakan bahwa seseorang memenuhi persyaratan sehingga secara hukum diakui oleh negara sebagai guru yang mempunyai kualifikasi untuk melakukan tindakan keguruan. Mereka wajib memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial seperti yang diamanatkan dalam pasal 10 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun