Mohon tunggu...
Politik

Pendidikan di Indonesia: Mulai dari Jembatan Roboh, hingga Ketidakadilan oleh Korporasi

14 Februari 2017   13:00 Diperbarui: 14 Februari 2017   13:03 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Okezone.com

Perkenalkan nama saya Larasati Adinda, Laras begitu teman-teman saya akrab memanggil saya. Saya adalah seorang mahasiswi ilmu komunikasi di salah satu Universitas di Tangerang. Sebagai mahasiswi ilmu komunikasi, tentu saya memiliki sensitifitas yang cukup kuat dalam merasakan situasi yang terjadi di negeri ini. Ya, tentu pembaca sudah tahu arah tulisan saya di sini lebih dikenal dengan istilah “Curhat”. Saya memang hobi curhat, saya akui itu. Saya ingin menceritakan kegelisahan terhadap dunia pendidikan Indonesia, akhir-akhir ini.

Teman-teman pembaca mungkin sudah banyak mengetahui jika masih banyak permasalahan mendasar dalam pendidikan di Indonesia. Terutama fasilitas belajar mengajar seperti kelengkapan alat dan gedung sekolah di daerah terpencil yang masih memprihatinkan,kurang memadainya akses menuju lembaga pendidikan seperti jembatan rusak yang membahayakan peserta didik, juga termasuk di dalamnya tenaga pengajar yang belum memadai secara kuantitas dan tidak merata secara kualitas. Serta berbagai permasalahan lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, namun memiliki urgensi untuk segera ditangani.

Belum juga terselesaikan permasalahan mendasar di atas. Muncul isu baru yakni ketidakadilan yang terjadi pada tenaga pengajar dan lembaga pendidikan. Saat ini sedang berada di permukaan, ketidakadilan pada Pak Dika, seorang guru honorer di SMAN 13 Depok. Pak Dika adalah guru Mata Pelajaran Sejarah di sekolah tersebut, yang kemudian dimutasi menjadi tenaga perpustakaan, setelah mengungkap beberapa kasus pungutan liar dan dugaan penyelewengan dana di SMAN 13 Depok.

Pak Dika kala itu menumpahkan kegundahan hatinya melalui blog pribadi mengenai anak didik SMAN 13 Depok yang Kartu Ujiannya ditahan, karena belum bisa membayar uang pembangunan sukarela. Dari namanya, uang pembangunan sukarela yang seharusnya tidak bersifat memaksa sampai harus menahan kartu ujian siswa. Lebih dari itu, transparansi anggaran pembangunan sukarela tersebut juga tidak diberikan datanya oleh pihak sekolah.

Sementara itu, di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), terjadi tindakan kesewenang-wenangan oleh korporasi terhadap lembaga pendidikan Swiss German University (SGU). PT. Bumi Serpong Damai, Tbk (BSDE), salah satu perusahaan dalam grup Sinarmas Land, terbukti tidak menghormati proses hukum yang masih bergulir dengan melakukan pemagaran/pemblokiran secara paksa dan sepihak di sekitar area kampus SGU yang terletak di EduTown BSD City Kav. II.1, Pagedangan, Tangerang, sehingga menyebabkan tidak dapat di aksesnya kampus SGU oleh pihak manapun selain pihak PT. BSD/Sinarmas Land. Tindakan pemagaran/pemblokiran secara paksa dan sepihakini dilakukan oleh PT. BSD/Sinarmas Land dengan mengerahkan ratusan preman di hari Sabtu, 17 Desember 2016 lalu.

Untuk diketahui, sebelumnya terdapat kasus sengketa lahan antara PT. BSD/Sinarmas Land dan pihak Swiss German University, yang sampai saat ini proses hukumnya masih berjalan di pengadilan. Selain pemagaran secara paksa, beberapa waktu lalu PT. BSD/Sinarmas Land juga mengancam akan menurunkan kelengkapan kampus yang seperti poster dan baliho yang masih ada di kawasan tersebut. Tentu hal ini tidak dapat dibenarkan, karena proses hukum masih terus berjalan dan belum memiliki kekuatan hukum tetap. Hak seluruh anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan layak seperti diamanatkan UUD 1945, juga terancam oleh aksi kesewenang-wenangan pihak korporasi tersebut.

Sebagai seorang yang masih berstatus mahasiswi, saya tergerak mengajak kawan-kawan semua bersimpati terhadap ketidakadilan yang terjadi pada Pak Dika dan Swiss German University. Simpati jangan hanya dipendam dalam hati. Bergeraklah untuk kawan-kawan kita sesama mahasiswa yang sedang dalam kesulitan. Bergerak tidak perlu dengan aksi turun ke jalan atau demonstrasi. 

Bisa dengan ajakan yang sama terhadap teman yang lain untuk menulis di media sosial pribadi kalian, atau menulis di portal-portal opini untuk menuntut keadilan ditegakan. Ingatlah bahwa korporasi telah banyak mengambil manfaat dari alam di Indonesia, jangan biarkan hak kita untuk mendapat pendidikan turut terampas. Saat ini mungkin Pak Dika dan Swiss German University yang mendapatkan masalah terkait, bisa saja ke depannya kasus serupa terjadi pada Dosen dan kampus tempat saya belajar, kampus kamu, atau kampus lainnya di Indonesia. Jangan biarkan ini terjadi, tanggung jawab kita bersama untuk menghentikannya.

Sekian yang dapat saya sampaikan, semoga membawa manfaat bagi kita semua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun