Mohon tunggu...
Dinda Afla
Dinda Afla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Halo, aku Hobi benyanyi nih!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pro dan Kontra Regulasi Pemerintah Harga Pertamax terhadap Kelangsungan Ekonomi di Masyarakat Kelas Menengah

29 Juni 2022   18:06 Diperbarui: 29 Juni 2022   18:17 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Agar dapat berjalan dan bekerja dengan baik serta optimal, pengoprasian kendaraan bermotor adalah dengan menggunakan bahan bakar. Banyak nya masyarakat Indonesia dapat berfaktor pada pembelian kendaraan yang meningkat, dalam hal ini pemerintah harus menyediakan bahan bakar yang cukup. Dan sisi negatif dari banyak kendaraan juga dapat menimbulkan polusi udara yang berbahaya bagi kesehatan. Bahan bakar subsidi dan non subsidi semakin menipis yang menyebabkan harga bakan bakar pun naik per liternya. Hal ini berdampak pada masyarakat menengah kebawah yang lebih memilih bahan bakar murah seperti pertalite daripada harus menggunakan bahan bakar jenis pertamax yang harganya melambung tinggi saat ini. Masyarakat memilih pertalite yang dimana pertalite ini memiliki nilai oktan yang rendah dan tidak sesuai dengan Compresion Ratio, kendaraan tersebut juga dapat berdampak dengan berkurangnya performa engine serta emisi gas. Keadaan seperti inilah yang dapat memacu beberapa perusahaan dengan memproduksi zat penambah oktan sebagai solusi untuk pengendara yang menggunakan bakan bakar pertalite.
Kuatnya reaksi masyarakat terhadap kebijakan Bahan Bakar pemerintah menunjukkan bahwa masalah ini sangat membebani daya beli mereka. Pada 4 Mei 1998, melalui Keppres.no.69, pemerintah Indonesia diketahui telah menaikkan harga BBM dari 25% hingga 71,49%. Kebijakan ini didasarkan pada kesulitan keuangan perusahaan minyak Indonesia (PERTAMINA). Kebijakan tersebut berdampak sangat luas, terutama dalam kehidupan masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Hal ini terjadi karena BBM memiliki koneksi (mage) yang sangat luas dengan berbagai sektor perekonomian. Kenaikan harga BBM langsung mendorong harga komoditas lain melalui biaya transportasi dan produksi langsung.
Pada tahun 2011, produksi minyak dalam negeri per hari nya menyentuh nominal 945.000-950.000 barel, namun masih belum dapat memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri sebesar 1,5 juta barel per hari. Hal ini terjadi karena ada dua faktor yaitu tidak ada kilang yang dapat menangani produksi minyak mentah, dan produksi minyak mentah negara tidak terpenuhi. Selain itu, 87% sektor migas Indonesia dikuasai oleh perusahaan asing yang mengekspor 50% produksi minyak Indonesia, yang semakin memperbesar defisit migas negara. Untuk memenuhi kebutuhannya dalam negeri, Indonesia terpaksa harus mengimpor minyak. Peningkatan impor migas sangat pesat 35,28% pada bulan April 2011 mencapai US$3,89 miliar dari bulan Maret yang sebesar US$2,88 miliar yang telah dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut Media Indonesia pada tahun 2011, pada bulan April ekspor migas tercatat US$3,59 miliar atau naik 17,31% dibandingkan dengan ekspor migas Maret sebesar US$3,06 miliar. Hal ini dapat membuat Indonesia ketergantungan karena kebutuhan minyak dalam negeri serta meningkatnya ekspor migas. Permasalahan ini dalam berpengaruh pada stabilitas perekonomian Indonesia terhadap impor minyak dunia.
Tentu saja, ada berbagai orang di dunia, dan masyarakat harus memiliki sesuatu yang dihargai oleh masyarakat. Tanah adalah yang paling berharga bagi negara-negara agraris, uang adalah yang paling berharga bagi masyarakat industri, dan pendidikan adalah yang paling berharga bagi masyarakat perkotaan. Dari sumber-sumber tersebut, baik tanah, uang, maupun pendidikan tinggi akan menempati lapisan masyarakat atas. Dalam  sosiologi, kelas sosial dalam masyarakat  dikenal sebagai kelas sosial. Stratifikasi berasal dari kata layer (jamak berarti lapisan, atau lapisan).
Namun, istilah kelas menciptakan sistem status sosial dasar, tetapi tidak harus memiliki arti yang sama. Sekelompok kelas dalam masyarakat disebut sistem kelas. Dengan kata lain, setiap orang dan keluarganya yang mengetahui posisinya diketahui dan diakui oleh masyarakat umum. Max Weber terus menggunakan istilah kelas untuk semua lapisan. Keberadaan kelas-kelas yang sebagian kembali ke lapisan ekonomi bawah, bergerak dalam ranah ekonomi. Yang dimaksud dengan kelas menengah adalah lapisan masyarakat yang terdiri dari pejabat senior, pengusaha kelas menengah, guru, guru, TNI, dan PNS yang sudah kaya, atau kelas menengah adalah guru sekolah, pekerja sosial, terdiri dari perawat, juru tulis, dan seorang pegawai.
Batasan ekonomi dalam mengelompokkan orang sebenarnya masih abstrak dalam arti tidak ada standar apakah orang dengan jumlah pendapatan tertentu dapat memberikan standar untuk  masuk ke  kelas sosial tertentu, itu tipikal. Namun klasifikasi  faktor ekonomi tersebut dapat dibaca dari gaya hidup masyarakatnya. Sebagai aturan umum, masyarakat kelas sosial di mana kebutuhan hidup selalu ditutupi oleh kebutuhan primer, sekunder dan tersier, dan untuk  kelas sosial sedang, kebutuhan primer dan sekunder biasanya mencakup dengan mengkonsumsi ikan, daging, susu hampir setiap hari.
Selama ini, subsidi BBM tidak bisa dihindari dan menjadi dilema bagi pemerintah jika anggaran negara tidak mencukupi. Pemerintah khawatir kenaikan harga BBM bersubsidi  akan mendongkrak harga komoditas (inflasi). Apalagi, kenaikan harga BBM menurunkan daya beli  masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat miskin pada khususnya. Pemerintah juga khawatir jika harga BBM dinaikkan, akan terjadi demonstrasi di masyarakat. Posisi ini masih menjadi dilema pemerintah.
 
Sebaliknya, jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, kenaikan  konsumsi BBM tahunan akan meningkatkan beban subsidi BBM  APBN dan  akhirnya  defisit APBN. Kecuali ada kenaikan harga, umumnya sulit untuk membatasi penggunaan bahan bakar tambahan. Kenaikan harga BBM bersubsidi seharusnya berdampak positif pada konsumsi yang lebih rendah. Namun hingga Juni 2011, opsi ini belum dilaksanakan oleh Pemerintah dan DPR RI. Pertanyaannya, alternatif apa  yang bisa diambil pemerintah ke depan terkait subsidi harga BBM?
Febrio N. Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy Agency/FCF) Departemen Keuangan, menjelaskan mengapa harga BBM di Indonesia melonjak karena melonjaknya harga minyak dunia, tapi tidak sebaliknya. Bahkan jika harga minyak turun, harga bahan bakar tidak turun.
Penyebabnya, menurut Febrio, harga bahan bakar minyak yang diterima umum di dalam negeri tidak pernah menyamai nilai keekonomiannya. Misalnya, harga Pertamax saat ini Rp12.500 per liter. Padahal, nilai keekonomiannya sebenarnya mencapai Rp 16.000 per liter.  Karena memang hampir tidak pernah harga kita di SPBU itu di atas harga keekonomian.
Harga di SPBU selalu di bawah harga ekonomi. Oleh karena itu, ketika harga minyak dunia turun, harga BBM tidak serta merta langsung turun. Sebab, saat harga minyak dunia turun, nilainya tidak benarbenar menutup besaran anggaran subsidi energi dari pemerintah untuk menyesuaikan nilai keekonomian harga BBM tersebut (CNN Indonesia).
 Pemerintah menilai harga keekonomian BBM tidak sama dengan harga pasar. Dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2005 tidak ada pernyataan harga BBM akan mengikuti keadaan pasar tapi mendekati harga keekonomiannya. Menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Minyak dan Gas Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Erie Soedarmo, harga keekonomian kalau tidak dijaga tidak akan ada badan usaha yang mau memasukkan BBM ke Indonesia. Siapa yang mau usaha BBM kalau tidak dihitung dengan harga keekonomian.
Putusan Mahkamah Konstitusi pada UU Nomor 22 Tahun 2001 itu menyatakan Pemerintah menetapkan harga dengan mempertimbangkan dua hal yang paling penting. Pertama, menjamin bahwa ada badan usaha yang tetap bisa berusaha di Indonesia yaitu dengan menjaga agar mereka berusaha pada tingkat keekonomiannya. Kedua, pada hakikatnya terkait dengan tanggung jawab sosial pemerintah terhadap mereka yang membutuhkan. Secara hukum, dia terus menjamin pemerintah akan mensubsidi bahan bakar tertentu yang dibutuhkan masyarakat miskin.
Jika harga BBM dinaikkan agar sesuai dengan harga pasar, maka subsidi harga tidak berlaku lagi. Menurut harga pasar, harga BBM cenderung berfluktuasi karena fluktuasi harga minyak mentah di pasar global. Jika harga minyak mentah di pasar global naik, maka harga BBM pasti akan naik. Tetapi Pemerintah tidak menaikkan harga BBM, walaupun harga minyak mentah di pasar dunia sudah naik bahkan melebihi USD100 per barel sekali pun.
Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, mengatakan keputusan menaikkan harga Pertamax menjadi pertimbangan agar tidak berdampak signifikan terhadap masyarakat, terutama kalangan bawah. Bagi sekelompok konsumen, kenaikan harga Pertamax bisa memudahkan peralihan  ke Pertalit. Tetapi kelompok orang yang benar-benar mampu tidak akan beralih. Piter Abdullah mengatakan bahwa mereka lebih mencintai mobil mewahnya. (wartaekonomi.co.id)
Upaya untuk mengurangi beban anggaran subsidi APBN adalah dengan cara menaikkan harga bahan bakar subsidi. Opsi Kebijakan Harga Bahan Bakar naik adalah alternatif optimal daripada opsi lainnya. Ada beberapa strategi sebagai kenaikan harga bahan bakar subsidi, ada periode, dan mempertimbangkan kondisi ekonomi.
 
Kebijakan peningkatan harga bahan bakar juga harus mempertimbangkan instan dan status ekonomi. Ini bukan kasus untuk melakukan harga bahan bakar pada saat deflasi, Idul Fitri, Natal, tahun baru,  serta tahun ajaran baru. Jika pembangunan ekonomi dengan inflasi yang relatif rendah (deflasi), relatif stabil, pemerintah dapat menaikkan harga bahan bakar. Oleh karena itu, tekanan inflasi (efek inflasi) tidak memiliki dampak signifikan.
Untuk menekan subsidi, subsidi dapat diadopsi karena kenaikan harga bahan bakar subsidi, yang melibatkan tuntutan langkah-langkah sosial dan wawasan hak asuh mereka terkait dengan pendidikan. Dalam waktu singkat, pemerintah dapat menerapkan kebijakan bahan bakar subsidi yang berfluktuasi setelah harga minyak bumi. Transfer penggunaan bahan bakar gas untuk memberikan bahan bakar juga mulai disiapkan, diikuti oleh pengguna energi baru dan terbarukan. Ini memungkinkan pemerintah untuk menetapkan dana subsidi bahan bakar untuk lebih banyak kebutuhan.
Upaya untuk mengurangi Subsidi Bahan Bakar juga dapat terjadi dengan mengurangi beberapa pendekatan, yaitu, mengurangi BBM tertentu dan menggunakan alternatif lain. Kemungkinan lain adalah pilihan harga bahan bakar yang tepat. Metode ini dapat dicapai dengan metode berikut: pengurangan biaya distribusi bahan bakar dan menghitung harga keekonomian pasokan bahan bakar. Alternatif solusi lain adalah dengan merasionalkan harga jual BBM sesuai dengan harga pasar, sebagaimana disebutkan di atas.

Daftar Pustaka  
Chairunnisa, N. (2016). PERBEDAAN PERSEPSI MASYARAKAT KELAS MENENGAH DENGAN KELAS BAWAH TERHADAP PENDIDIKAN SEBAGAI INVESTASI EKONOMI DAN INVESTASI SOSIAL (Studi Masyarakat Keluruhan Kamal Kalideres Jakarta Barat). 15-21.
Kelas Menengah Tak Terpengaruh Kenaikan Pertamax, "Lebih Sayang Mobilnya". (2022, April 22). Retrieved from wartaekonomi.co.id: https://wartaekonomi.co.id/read404305/kelas-menengah-tak-terpengaruh-kenaikan-pertamax-lebih-sayang-mobilnya?page=2https://wartaekonomi.co.id/read404305/kelas-menengah-tak-terpengaruh-kenaikan-pertamax-lebih-sayang-mobilnya?page=2
Kemenkeu Ungkap Alasan Harga BBM Naik Saat Harga Minyak Lompat. (22, April 22). Retrieved from CNN Indonesia: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220404133439-532-779964/kemenkeu-ungkap-alasan-harga-bbm-naik-saat-harga-minyak-lompat
Kristanto, T. D. (2012). ANALISIS SEGMEN PENGGUNA BAHAN BAKAR MINYAK (PREMIUM DAN PERTAMAX) SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI PEMASARAN (STUDI KASUS: PEMILIK MOBIL PRIBADI DI WILAYAH KOTA SURAKARTA). digilib.uns.ac.id, 1.
saragih, J. P. (2011). DILEMA KEBIJAKAN SUBSIDI HARGA BAHAN BAKAR MINYAK. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik,, 2(2), 589-6021.
Suharto. (1998). HARGA ENERGI DAN KETAHANAN EKONOMI MASYARAKAT MENENGAH KEBAWAH. JEP, 94.
Zikri, A., Ismet, F., & Putra, D. S. (2015). PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR PERTAMAX DENGAN BAHAN BAKAR BENSIN DITAMBAH ZAT PENAMBAH OKTAN TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA SEPEDA MOTOR HONDA BEAT TAHUN 2012. ejournal.unp.ac.id, 2.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun