Mohon tunggu...
Dina Daratirta
Dina Daratirta Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Jurusan Sosiologi Universitas Brawijaya

Sosiologi, Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Pandangan Masyarakat terhadap Remaja Penyandang HIV/AIDS

29 November 2022   08:08 Diperbarui: 29 November 2022   08:14 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Pinterest rawpixel.com https://pin.it/7i8v6UH

HIV/AIDS di Indonesia saat ini mengalami peningkatan kasus dan menimbulkan kekhawatiran bahkan ditemukannya pengidap HIV/AIDS berasal dari kalangan remaja. Kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan di Indonesia, yakni di Bali pada tahun 1987 kemudian mengalami penyebaran jumlah kasus hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Kasus Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat sulit ditemukan karena tidak dapat terdeteksi dan orang cenderung menyembunyikannya. Awalnya kasus HIV/AIDS ditemukan pada kelompok homoseksual namun sekarang ini dapat menyebar ke semua orang dan berpotensi terinfeksi virus HIV/AIDS. WHO merekomendasikan bahwa setiap orang yang mungkin berisiko terinfeksi virus HIV/AIDS harus melakukan tes diagnostik. Mereka yang berisiko akan merasa takut dan cenderung menutup diri untuk melakukan tes HIV karena apabila terungkap akan menyebabkan mereka dikucilkan dari lingkungannya.

HIV/AIDS menjadi salah satu penyakit yang harus diwaspadai karena mempengaruhi kondisi kesehatan biologis dan psikis orang dengan HIV/AIDS (ODHA). HIV/AIDS berupa virus yang menyerang sistem kekebalan organ tubuh. Risiko penularan HIV/AIDS relatif besar dengan cara penularan yang berbeda-beda. Hingga saat obat penyakit HIV/AIDS belum sepenuhnya menyembuhkan dan hanya bisa diperlambat proses penyembuhannya. Hal ini dapat dikatakan bahwa perkembangan penyakit dapat diperlambat dan tidak dapat sepenuhnya sembuh. HIV/AIDS merupakan penyakit menular dan menjadi proyeksi penyebab kematian penduduk yang semakin meningkat. Proses penularan HIV/AIDS bermacam-macam, mulai dari penggunaan jarum suntik yang tidak steril atau mengandung bakteri virus HIV/AIDS, hubungan seksual, utamanya remaja yang berada pada tahap eksplorasi dan eksperimen seksual.

Remaja masih memiliki sifat labil dan rasa ingin tahu yang cukup kuat. Bahkan, dengan adanya kecanggihan teknologi melalui media sosial dapat memfasilitasi mereka untuk mengakses informasi yang ingin diketahui. Beberapa remaja di Indonesia belum mampu dalam mengembangkan identitas seksualnya dengan baik. Mengingat bahwa di masa remaja merupakan masa transisi dari usia anak-anak menuju dewasa. Remaja memiliki bentuk perilaku seksual yang memunculkan tingkah laku sebagai dorongan oleh adanya hasrat seksual dari dalam dirinya. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bermacam-macam mulai perasaan tertarik hingga perilaku berkencan, bercumbu dan bersenggama (Sarwono S. W., 2007). Melalui pergaulan atau teman sebaya, remaja dapat terpengaruh akan hal-hal baru yang menyebabkan munculnya rasa ingin tahu. Adanya pergaulan bebas dapat mengakibatkan hilangnya kontrol remaja terhadap hasrat seksualnya dan hanya mementingkan kesenangan semata. Adapun remaja dapat dibekali dengan ilmu pengatahuan maupun ajaran agama yang memumpuni agar terhindar dari sesuatu yang berdampak negatif tersebut.

Kasus HIV/AIDS di Indonesia, misalnya di Kota Bandung terdapat 10.700 kasus berdasarkan akumulasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia selamat 32 tahun, yakni sejak tahun 1991 hingga 2022. Dari total 10.700 kasus, sebanyak 407 diantaranya berasal dari kalangan mahasiswa. Kemudian, berdasarkan data epidemiologi HIV/AIDS secara nasional paling tinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta dengan total kasus sekitar 90.900. Selama pandemi, pelayanan HIV/AIDS di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan karena adanya pembatasan dengan pasien yang terinfeksi Covid-19. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil menegaskan agar ketersediaan obat tercukupi. Salah satu persediaan obat HIV/AIDS, yakni obat multi bulan ARV. Selain itu, di Medan ditemukan kasus remaja berusia 12 tahun mengalami pelecehan seksual hingga terkena HIV/AIDS. Mengingat bahwa jumlah kematian tahunan karena HIV/AIDS di seluruh dunia berkisar antara 480.000-1 juta, dengan rata-rata 680.000 orang meninggal.

Dalam menekan kasus HIV/AIDS pemerintah telah memberikan sosialisasi pencegahan utamanya terhadap remaja di rentan usia 15-20 tahun. Adapun hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS) di Indonesia, yakni perlakuan diskriminasi terhadap seseorang penderita HIV/AIDS. Masyarakat masih memberikan penolakan terhadap keberadaan orang dengan HIV/AIDS. Hal ini tentunya dapat mempengaruhi kualitas hidup dan akses terhadap fasilitas publik maupun sosial. Stigma yang diberikan masyarakat terhadap ODHA menghubungkan seseorang yang terinfeksi HIV dengan nilai-nilai negatif sehingga masih banyak yang menerima ketidakadilan. Masyarakat beranggapan bahwa orang dengan HIV/AIDS disebabkan oleh perilaku amoral yang tidak dapat diterima oleh masyarakat dan dianggap melakukan perilaku menyimpang. Adapun stigma dari masyarakat yang memandang buruk akan berpengaruh terhadap kesehatan mental terhadap orang dengan HIV/AIDS.

Daftar Pustaka

Asteria, E., & Ainy Fardana, N. (2022). Hubungan Antara Pengaruh Teman Sebaya dengan Kecenderungan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja. Riset Psikologi Dan Kesehatan Mental, X(2776–1851). http://e-journal.unair.ac.id/BRPKM

Hariyanto, S., Ekarini, N. L. P., & Lusiani, D. (2019). Stigma Remaja terhadap ODHA Studi terhadap pelajar SMA di wilayah Jakarta Timur. Jkep, 4(1), 12–23. https://doi.org/10.32668/jkep.v4i1.277

Shaluhiyah, Z., Musthofa, S. B., & Widjanarko, B. (2014). Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV / AIDS Public Stigma to People Living with HIV / AIDS. 3, 333–339.

Situmeang, B., Syarif, S., & Mahkota, R. (2017). Hubungan Pengetahuan HIV/AIDS dengan Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS di Kalangan Remaja 15-19 Tahun di Indonesia (Analisis Data SDKI Tahun 2012). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 1(2), 35–43. https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i2.1803

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun