Mohon tunggu...
Dimas Rofiq Rahmawan
Dimas Rofiq Rahmawan Mohon Tunggu... Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada

Sarjana Hukum, saat ini sedang menempuh studi S-2 pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Memiliki ketertarikan khusus pada Hukum Perdata, Hukum Agraria, dan Pembuatan Akta Otentik.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Relevansi Jaminan Fidusia atas Barang Persediaan dalam Mendorong Akses Kredit UMKM

13 Mei 2025   18:39 Diperbarui: 13 Mei 2025   18:39 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akses pembiayaan adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Meskipun memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, UMKM sering kali terhambat dalam memperoleh kredit karena tidak memiliki aset tetap yang bisa dijadikan jaminan, seperti tanah atau bangunan. Hal ini tentu membatasi kemampuan mereka untuk mengembangkan usaha. Namun, dengan hadirnya Jaminan Fidusia atas Barang Persediaan, pelaku UMKM kini memiliki peluang baru untuk mendapatkan modal yang dibutuhkan untuk memperluas usahanya.

Jaminan Fidusia merupakan bentuk jaminan khusus yang lahir setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF). Latar belakang lahirnya UUJF tersebut adalah kondisi setelah krisis ekonomi 1998, pada saat itu dunia usaha membutuhkan lembaga jaminan yang fleksibel bagi debitor namun tetap memberi kepastian hukum bagi kreditor. Jaminan Fidusia atas Barang Persediaan diatur dalam pasal 20 sampai dengan pasal 23 UUJF, ini merupakan bentuk jaminan yang memungkinkan debitur tetap menguasai barang yang dijaminkan.

Dalam konteks UMKM, barang persediaan baik itu stok barang dagangan, bahan baku, atau produk setengah jadi dapat dijadikan objek fidusia. Dengan demikian, pelaku UMKM tidak perlu melepaskan kontrol atas barang-barang yang mendukung operasional bisnis mereka. Barang persediaan yang selama ini hanya dipandang sebagai barang dagangan atau bahan baku, kini dapat menjadi aset berharga yang dapat dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.

Dalam aturannya, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 21 ayat (1) UUJF, bahwa "Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara dan prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan". Sederhananya, orang atau pihak yang memberikan jaminan fidusia (disebut Pemberi Fidusia) boleh menjual atau memindahkan barang-barang persediaan (seperti stok barang dagangan) yang dijadikan jaminan fidusia, selama dilakukan dengan cara yang wajar atau umum seperti yang biasa dilakukan dalam kegiatan bisnis sehari-hari.

Misalnya, sebuah toko tekstil menjaminkan stok kain di gudangnya sebagai jaminan fidusia ke bank. Toko itu tetap boleh menjual kain-kain itu ke pelanggan, karena itu bagian dari kegiatan dagang yang normal. Asalkan penjualan dilakukan sebagaimana biasanya, tidak melanggar aturan atau niat jahat. Lalu muncul pertanyaan, jika barang-barang persediaan yang dijaminkan tersebut terjual, bagaimana cara debitur atau pemberi fidusia menggantinya.

Hal tersebut ternyata telah diatur dalam pasal 21 ayat (3) UUJF. Ditegaskan bahwa "Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diganti oleh Pemberi Fidusia dengan objek yang setara", jika dipahami secara sederhana, sesuai contoh diatas, yang mana sebuah toko tekstil ternyata menjaminkan 100 roll kain warna putih sebagai jaminan fidusia ke bank, karena barang jaminannya yakni 100 roll kain warna putih sudah dialihkan (dijual), maka pihak toko harus mengganti jaminan itu, misalnya dengan 50 roll kain yang kualitasnya 2 kali lipat lebih baik dari kain yang difidusiakan sebelumnya, serta penggantian tidaklah harus dengan warna yang sama, boleh diganti dengan warna hitam, asalkan nilainya setara.

Bagi UMKM, ini adalah langkah maju yang sangat berarti. Dengan adanya jaminan fidusia atas barang persediaan, mereka dapat memperoleh pembiayaan tanpa harus mencari aset tetap yang tidak mereka miliki. Hal ini membuka peluang bagi pelaku usaha kecil dan menengah untuk mengakses modal yang sangat dibutuhkan guna meningkatkan kapasitas produksi, memperluas pasar, dan meningkatkan daya saing di pasar yang semakin kompetitif.

Namun, meskipun menawarkan banyak keuntungan bagi UMKM, penerapan jaminan fidusia atas barang persediaan tidak terlepas dari tantangan, terutama bagi pihak kreditur. Salah satu risiko terbesar adalah sifat barang persediaan yang mudah berubah bentuk, habis terjual, atau berpindah tangan. Risiko ini membuat pengawasan terhadap barang yang dijaminkan menjadi krusial. Kreditur harus dapat memastikan bahwa barang yang dijaminkan tetap ada dan bisa dieksekusi apabila terjadi wanprestasi dari debitur. Tanpa mekanisme pengawasan yang baik, jaminan fidusia atas barang persediaan bisa menjadi masalah.

Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang jelas dan sistem pemantauan yang efektif. Pendaftaran fidusia harus dilakukan dengan prosedur yang transparan dan melibatkan teknologi yang dapat memantau perputaran barang secara real-time. Teknologi informasi yang canggih, seperti sistem manajemen inventaris digital dan pencatatan berbasis cloud, dapat membantu memastikan bahwa barang yang dijaminkan tetap terpantau dengan baik. Dengan demikian, kreditur dapat memperoleh kepastian hukum dan mengurangi risiko yang dihadapi.

Dalam konteks ini, pemerintah juga memiliki peran penting dalam memberikan dorongan dan fasilitasi. Dukungan terhadap sistem pendaftaran fidusia, serta pengembangan platform teknologi yang memungkinkan pemantauan barang persediaan, akan memberikan jaminan hukum yang lebih kuat bagi kedua belah pihak. Pembenahan regulasi dan penguatan infrastruktur hukum yang terkait dengan fidusia akan meningkatkan kepercayaan lembaga pembiayaan terhadap jaminan fidusia atas barang persediaan.

Dengan adanya jaminan fidusia ini, UMKM dapat memperoleh akses pembiayaan yang lebih mudah dan terjangkau, sementara kreditur juga memiliki kepastian hukum yang lebih baik dalam hal eksekusi jaminan. Lebih jauh lagi, penerapan jaminan fidusia atas barang persediaan akan mendorong inklusivitas dalam sistem pembiayaan, memperluas kesempatan bagi pelaku UMKM untuk berkembang, dan pada akhirnya, menggerakkan perekonomian nasional.



Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun