Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Author, BNSP Certified Screenwriter, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sigmund Freud Bicara tentang Tertawa, Humor dan Alam Bawah Sadar di Bukunya Ini

31 Juli 2025   12:41 Diperbarui: 31 Juli 2025   12:41 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tertawa Menurut Sigmund Freud di Bukunya,  tentang Humor dan Alam Bawah Sadar, Sumber Foto: Pinterest

Apa yang membuat kita tertawa saat mendengar lelucon? Apakah itu sekadar respons spontan terhadap sesuatu yang lucu? Dan Sigmund Frued paham betul jawabannya.

Bagi Sigmund Freud, jawabannya jauh lebih kompleks. Dalam bukunya yang terkenal Jokes and Their Relation to the Unconscious (1905), Freud menjelaskan bahwa lelucon atau joke adalah jendela menuju alam bawah sadar manusia.

Buku ini merupakan salah satu karya penting Freud dalam upayanya memahami bagaimana pikiran bawah sadar bekerja, sejajar dengan karya lainnya seperti The Interpretation of Dreams dan The Psychopathology of Everyday Life. 

Ia menempatkan lelucon sebagai bentuk komunikasi yang tidak hanya menghibur, tetapi juga membuka ruang bagi ekspresi hasrat dan konflik batin terdalam.

Lelucon sebagai Jalan Pintas ke Alam Bawah Sadar

Menurut Freud, lelucon memiliki kemiripan struktural dengan mimpi. Keduanya menggunakan mekanisme psikologis yang sama: kondensasi, pengalihan makna, dan distorsi. 

Namun, kalau mimpi terjadi dalam keadaan tidur, lelucon terjadi dalam konteks sosial dan ditertawakan.

Freud membedakan dua jenis lelucon utama: lelucon tendensius (tendentious jokes) dan lelucon tidak tendensius (non-tendentious jokes). 

Lelucon tendensius biasanya membawa muatan seksual, agresi, atau superioritas, yang dibungkus dalam bahasa simbolik dan disampaikan melalui kelucuan.

Ia menulis, "A joke saves us the expenditure of psychic energy." Artinya, lelucon memungkinkan kita menyalurkan dorongan terlarang tanpa harus menanggung konflik internal. 

Dalam bahasa Freud, ini disebut ekonomisasi energi psikis kita tertawa sebagai bentuk pelepasan tegangan psikologis yang telah ditahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun