Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pemimpin yang Dicintai

21 April 2018   18:34 Diperbarui: 21 April 2018   18:52 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada dasarnya manusia sejak lahir adalah seorang pemimpin. Apabila dilihat dari maknanya, memimpin adalah memandu sebuah anggota untuk melakukan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh sang pemimpin. Anggota yang dimaksud tidak hanya dalam artian manusia, namun seperti memandu gerak-gerik kita yaitu setiap anggota badan agar menjalankan sesuai dengan apa yang kita inginkan juga merupakan bentuk kepemimpinan. Oleh karena itu manusia sejak lahir sudah menjadi pemimpin, minimal dia memandu tubuhnya sendiri, "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua akan dimintai pertanggungjawaban." (QS. Al Israa': 36).

Kepemimpinan yang hendak dibahas adalah bagaimana kepemimpinan seseorang ketika memimpin manusia. Seperti pembahasan di awal bahwa setiap manusia pasti menjadi pemimpin, minimal memimpin dirinya sendiri. Namun dalam hal lain seperti kepemimpinan dalam hal memimpin orang banyak, memang tidak semua orang melakukannya. 

Akan tetapi, apabila kita mencermati sabda Nabi Muhammad tentang kepemimpinan, maka kita akan menyadari bahwa setiap diri kita pasti melakukan sebuah kepemimpinan. Nabi Muhammad bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya. Maka seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawabannya. 

Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya, dan ia pun akan dimintai pertanggung jawabannya. Dan seorang budak juga pemimpin atas harta tuannya dan ia juga akan dimintai pertanggung jawabannya. Sungguh setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya." (HR. Bukhori: 4789). 

Dari pesan Nabi Muhammad tersebut dapat kita petik kesimpulan bahwa manusia memang pasti diberikan amanah untuk memimpin, hanya saja berbeda objek yang dipimpinnya. Maka dari itu yang menjadi kunci dalam hal memimpin adalah terlaksananya amanah yang telah diberikan kepada pemimpin tersebut.

Menjalankan sebuah amanah merupakan salah satu ciri orang yang beriman, "Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya." (QS. Al Mu'minuun: ayat 8). Dari sini telah jelas bagi kita semua yaitu memimpin artinya menjalankan sebuah amanah. Maka pemimpin yang baik adalah yang menunaikan amanah yang diberikan kepadanya. Sekarang adalah bagaimana cara menunaikan amanah tersebut, bagaimana menjalankan kepemimpinan tersebut.

Untuk mencari sosok pemimpin yang baik, ada banyak teladan yang bisa kita contoh dari karakter beliau. Dan yang paling sesuai untuk menjadi contoh bagi kita tidak lain adalah Nabi Muhammad dan para sahabat beliau. Salah satu contoh nya adalah sahabat Umar. Ketika beliau menjadi Khalifah, dikisahkan suatu hari Khalifah Umar bin Khattab berjalan menyusur ke arah Harrah, sebuah tempat di pinggiran kota Madinah. Kala itu dia ditemani oleh Aslam. 

Dalam perjalanan itu mereka melihat ada sebuah perapian kecil. Ketika sampai di sana, hanya didapati seorang ibu dan beberapa anaknya  yang sedang menangis. Sang ibu tampak memasak air di atas api. Ternyata ibu itu sedang memasak air untuk menenangkan anaknya yang sedang kelaparan dengan merasa yakin bahwa makanan sedang dipersiapkan untuk mereka. Melihat hal tersebut Umar langsung menangis, kemudian beliau bersama Aslam kembali ke kota dan langsung menuju ke baitul maal. 

Dia mengambil karung yang diisi dengan tepung, kurma, lemak, pakaian, dan sejumlah uang. Ketika semua karung sudah siap, dia meminta Aslam untuk menaikkan bawaan itu ke punggungnya dan berencana segera kembali ke tenda keluarga ibu yang kelaparan tadi. Aslam berniat untuk membantu Umar, namun hal tersebut ditolak oleh Umar. Aslam pun mengurungkan niatnya membantu Umar. Dia hanya membuntuti Umar yang berjalan dengan cepat dengan memanggul karung. Setelah sampai tenda, Umar menaruh sedikit tepung, beberapa kurma, dan lemak pada panci lalu dimasaknya di atas api. 

Dia juga meniu`p dengan mulutnya agar api makin menyala. Sampai-sampai, asap api itu mengenai jenggot Umar. "Apakah kamu tahu mengapa aku duduk di sana, Aslam? Aku telah melihat mereka menangis dalam kesusahan. Aku suka melihat mereka tertawa dan bahagia untuk beberapa waktu," ucap Umar pada Aslam di tengah perjalanan pulang. Begituluah sedikit kisah dari Umar yang dipetik dari buku "Cerita para Sahabat" oleh Syaikh Muhammad Zakariyya Kandhalvi.

Hikmah dari perilaku yang dilakukan oleh Umar adalah beliau menjalankan amanah nya sebagai pemimpin rakyatnya. Sebagai seorang pemimpin tentunya Umar ingin keadilan dirasakan oleh seluruh rakyatnya, dan apabila ada rakyat yang merasakan ketidakadilan maka Umar pun berikhtiar untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut hingga seluruh rakyatnya merasa telah mendapatkan perlakuan yang adil dari pemimpinnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun