Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kembalikan kepada Al Quran dan Sunnah

21 Desember 2017   03:46 Diperbarui: 27 Februari 2018   01:36 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Agama adalah sebuah nasihat yang memiliki kandungan untuk mengatur tata kehidupan manusia. Kehidupan tanpa aturan, seperti jalan tanpa marka jalan, tanpa rambu-rambu. Orang akan dengan seenaknya melaju di jalan dan bisa dimungkinkan terjadi kecelakaan yang tidak hanya merugikan orang itu sendiri namun juga dapat mencelakakan orang lain. Oleh karena itu sebagai umat muslim, dalam menjalankan tatanan kehidupan, kita dapat melihat serta menjalankan aturan yang ada di dalam agama Islam yaitu dengan Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad. Segala bentuk tatanan ataupun peraturan yang Allah dan Nabi Muhammad buat tidak lain bertujuan untuk mengatur manusia itu menjadi manusia yang seutuhnya, memuliakan manusia. Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad secara keseluruhan telah selesai, dengan meninggalnya Nabi Muhammad dan selesainya turunnya wahyu, maka telah selesailah firman Allah yang tercantum dalam Al Quran dan hadits-hadits Nabi Muhammad juga telah selesa. Allah telah menyampaikan, "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai  agamamu." (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 3).

Dengan demikian, seluruh aspek tatanan kehidupan telah diatur secara keseluruhan oleh agama Islam. Tatanan yang telah Allah dan Nabi Muhammad buat memang selesai lebih dari 14 abad yang lalu. Namun tidak berarti dalam kehidupan yang kita jalani saat ini agama Islam tidak bisa digunakan karena perbadaan zaman yang jauh. Tidak demikian, ini adalah kesalahan kita dalam memahami setiap ayat Al Quran maupun hadits Nabi Muhammad hanya secara sempit. Al Quran yang merupakan kumpulan firman Allah yang telah diwahyuhkan kepada Nabi Muhammad, serta seluruh apa yang telah Nabi Muhammad lakukan berupa hadits-hadits beliau, sangat bisa dan bahkan perlu menjadi pedoman kita menjalankan kehidupan ini. Karena tidak mungkin tatanan aturan yang Allah dan Nabi Muhammad buat hanya relevan di zaman itu, tetapi sangat relevan hingga kini dan seterusnya, hal ini bisa kita pahami apabila memaknai setiap firman Allah dan hadits Nabi Muhammad secara menyeluruh, tidak secara sempit. Allah telah menyampaikan, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa’ (21): ayat 107). Nabi Muhammad diutus membawa agama Islam adalah diperuntukan bagi seluruh alam semesta, hal ini berarti tidak hanya pada zaman beliau saja berlakunya ajaran dan tatanan yang diatur dalam agama Islam, melainkan sampai dunia ini berakhir, hingga kiamat. Sehingga sudah jelas jika Al Quran dan hadits-hadits Nabi Muhammad sangat relevan digunakan di setiap zaman, dan dalam aktivitas apapun agama Islam tidak luput untuk mengaturnya. Sekali lagi, aturan-aturan tersebut tidak lain untuk memuliakan manusia itu sendiri.

Oleh karena itu, dalam menjalankan setiap aktivitas hendaknya kita tidak luput dalam memahami aturan yang telah Allah dan Nabi Muhammad buat yang dapat kita lihat dari Al Quran dan hadits Nabi Muhammad. Sehingga apabila ada suatu perbedaan pendapat, mari kita kembalikankan kepada Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, sebagaimana petunjuk Allah, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa (4): ayat 59). Dalam petunjuk Allah tersebut, kita diperintahkan untuk mengembalikan atau melihat bagaimana aturan menurut Allah dan Nabi Muhammad sesuai dengan perkara yang sedang kita hadapi. Allah mengatakan agar kita melihat Al Quran, karena Al Quran tidak lain adalah petunjuk kehidupan kita, Allah telah katakan di permulaan Al Quran, “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,” (QS. Al Baqarah (2): ayat 2). Sehingga pilihan yang sangat tepat sekali apabila kita ingin mengetahui tentang aturan suatu hal, kemudian kita melihat bagaiamana Allah mengatur itu melalui Al Quran. Begitu pula dengan perintah Allah untuk mengembalikan atau melihat bagaimana aturan menurut Nabi Muhammad, karena beliaulah suri tauladan yang di dalam diri beliau segala aspek kehidupan telah beliau contohkan, Allah menyampaikan dalam petunjukNya, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu..” (QS. Al Ahzab (33): ayat 21).

Mengembalikan kepada Allah dan RasulNya adalah dengan melihat bagaimana Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad mengajarkannya. Lalu timbullah pertanyaan, bagaimana Al Quran dan Sunnah mengatur penggunaan media sosial, aturan berkendara di jalan raya, karena pada saat itu belum ada hal-hal tersebut. Inilah yang kemudian saya makhsudkan di awal, yaitu kesalahan kita dalam memahami setiap ayat Al Quran maupun hadits Nabi Muhammad hanya secara sempit. Dalam memahami Al Quran dan hadits Nabi Muhammad tidak hanya sekedar kita melihat TEKSTUAL yaitu apa yang tertulis, tetapi juga harus mengetahui makna dibalik itu semua. Inilah yang terkadang tidak kita perhatikan. Kita terjemahkan secara tekstual apa yang dicantumkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, tetapi tidak kita dalami apa makna dibalik itu semua.

Marilah kita ambil suatu perumpamaan, yaitu sejarah pembuatan peta dunia. Apabila kita pernah melihat peta-peta yang pada waktu awal dibuat akan membuat kita bingung menterjemahkan isi dan makhsud peta tersebut, bagaimana cara membacanya, yang kita lihat hanya gambar-gambarnya. Saya kutip dari laman www.101dunia.com, sebagai misalnya adalah peta di tahun 1569 yang dibuat oleh Gerardus Marcator. Anda akan sulit sekali membaca peta tersebut, yang bisa kita lihat hanyalah ada gambar-gambar, garis, dan tulisan-tulisan. Tapi ketika kita disuruh menterjemahkan dan membacanya, apakah kita bisa?. Jawabannya adalah bisa, ketika kita mengetahui ilmu membaca peta atau ilmu kartografi. Maka jika kita tidak memiliki pemahaman terkait ilmu membaca peta, kita tanyakan kepada orang-orang yang memiliki ilmu tersebut, dari situlah kemudian para kartografer (orang yang ahli membuat peta) kemudian membuat peta-peta yang dapat dengan mudah kita baca, maka hasilnya adalah peta yang saat ini kita lihat di atlas dan lain-lain termasuk makhsud dari gambar-gambar yang ada pada peta tersebut yang memudahkan kita dalam membaca dan mengartikan peta tersebut.

Maka begitulah bagaimana kita bisa memahami Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, adalah dengan ilmu. Tidak semerta-merta kita terjemahkan artinya dalam bahasa Indonesia saja, maka yang kita dapat hanya terjemahan tekstual, lalu bagaimanakah makhsud dari firman Allah dan hadits Nabi Muhammad tersebut?, bisa jadi kita salah mengartikan dikarenakan tidak memiliki ilmu dalam menafsirkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad. Maka ketika kita ingin mengembalikan kepada Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, maka menterjemahkannya dengan ilmu. Ketika kita menggunakan ilmu, maka akan kita temui bahwa segala yang telah Allah dan Nabi Muhammad atur, sudah mencakup segala aspek kehidupan kita, mulai dari kita bagun tidur dan tidur lagi, tidak ada yang luput dari aturan Allah dan Nabi Muhammad, hal ini sekali lagi dapat kita pahami ketika kita memiliki ilmu dalam menterjemahkan kandungan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad. Oleh karena itu ketika kita tidak memiliki ilmunya, jangan sampai kita menterjemahkan secara asal sehingga berdampak pada penyesatan tidak hanya pada diri sendiri, bisa jadi berdampak pada orang lain, yaitu berdampak kesalahpahaman. Allah telah sampaikan dalam petunjukNya, "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 36).

Lalu bagaimana jika kita tidak memiliki ilmu tersebut?. Sebagaimana perumpamaan membaca peta tadi, jika kita bisa membacanya, maka bacalah terjemahan yang telah para ahli peta itu buat. Maka ketika kita tidak memiliki ilmu dalam menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, yang harus kita lakukan adalah bertanya pada ahlinya, yang memiliki ilmunya, yaitu para ulama yang memiliki ilmu dalam menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad. Allah telah sampaikan dalam petunjukNya, “maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (QS. An Nahl (16): ayat 43). Dengan bertanya kepada ulama kita akan mengetahui makna dari Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, yaitu dengan melihat pendapat-pendapat beliau yang tertuang dalam banyak karyanya beliau, buku-buku beliau misalnya. Maka dari itu ketika kita tidak memiliki ilmu untuk menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad, kita melihat hasil terjemahan yang telah dibuat para ulama.

Para ulama inilah yang akan menuntun kita ketika kita tidak mengetahui ilmu menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad. Sebagaiman seorang yang sangat hafal dengan suatu jalan, kita meminta beliau untuk mengantarkan kita ketujuan yang kita makhsud. Ketika kita tidak memiliki pengetahuan akan jalan tersebut kita akan tersesat, dan bisa ikut menyesatkan orang lain apabila kita tidak hanya sendiri. Tetapi dengan kita meminta untuk diantarkan oleh orang yang telah memiliki pengetahuan akan jalan tersebut, kita akan sampai ke tujuan yang kita makhsudkan. Para ulama yang kita lihat hasil terjemahan beliau adalah orang-orang yang berilmu, dan orang berilmu pastilah takut kepada Allah, sebagaimana Allah telah sampaikan, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya, hanyalah ulama.” (QS. Faathir (35): ayat 28). Maka beliau-beliau dalam menterjemahkan Al Quran dan hadits Nabi Muhammad pastilah berhati-hati.

Agama Islam sudah kompleks dan segala aspek kehidupan kita telah diatur dengan baik. Tiada tujuan lain melainkan memuliakan manusia itu sendiri. Maka apabila ada perselisihan di antara saudara kita, mari kita kembalikan kepada Al Quran dan hadits Nabi Muhammad dengan ILMU. Karena ilmu adalah cahaya, sedangkan kebodohan adalah bahaya, al ‘ilmu nuurun wal jahlu dlaarun. “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujuraat (49): ayat 10).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun