Mohon tunggu...
Dimas Agus Hairani
Dimas Agus Hairani Mohon Tunggu... Administrasi - Man Jadda Wajada

S1 Manajemen Unesa | S2 Sains Manajemen Unair | Part of LPDP_RI PK 163

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Manusia Memiliki Rasa Malu ?

2 September 2017   23:39 Diperbarui: 27 Februari 2018   01:03 4002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia sesungguhnya bisa melakukan apapun semaunya. Perkembangan yang ada pada saat ini merupakan salah satu bukti bahwa manusia tidaklah memiliki rasa puas, yang ada adalah untuk terus menerus mencari kepuasan. Apabila dipikir lagi, memang manusia bisa melakukan apapun sesuai dengan kemampuannya. Tetapi ada satu hal yang membatasi perilaku manusia itu, yaitu rasa malu. Rasa malu menjadi suatu isyarat bahwa perlakuan yang dilakukan manusia tersebut tentunya tidak perlu untuk dilakukan. Hal inilah yang membuat manusia tidak melakukan semua yang dia inginkan. Sebagai contohnya, manusia sudah pasti memiliki rasa ingin berhubungan secara seksual, akan tetapi manusia tidak melakukan hal tersebut di depan umum karena naluri mereka mengatakan perlakuan itu perlu untuk disembunyikan tidak untuk diperlihatkan di depan umum. Bandingkan dengan hewan, tak peduli ada makhluk yang melihat mereka, proses berhubungan itu pun tak sungkan untuk mereka lakukan. Oleh karena itu manusia dibekali akal, dan akal inilah yang mengatakan jika melakukan sesuatu yang tidak semestinya maka akal berkata "kamu seharusnya malu".

Akal yang sehat akan mengatakan bahwa manusia tak akan mencuri barang yang bukan barangnya, tak akan membunuh orang yang bukan haknya. Karena rasa malu itulah yang menjadi pagar dirinya. Rasa malu erat kaitannya dengan akal dan nafsu. Manusia memiliki keduanya yang memang harus dikendalikan agar berjalan sesuai dengan tempatnya. Nafsu yang menjadikan manusia memiliki hasrat, akal yang mengendalikan agar tidak keluar batas. Nafsu manusia mengatakan makan, akal manusia mengatakan berhenti ketika kenyang.

Hal yang perlu untuk dikendalikan pula adalah nafsu yang bisa mengalahkan akal. Hal ini mengakibatkan manusia mencari pembenaran terhadap apa yang dia lakukan untuk memenuhi nafsunya, hal ini lah yang sering disebut sebagai hawa nafsu. Sebagaimana yang dikatakan Buya HAMKA, hawa merupakan gelora, layaknya api yang berkobar terkena angin. Ketika tidak dikendalikan maka api itu bisa membakar sekelilingnya bahkan yang menyalakan api tersebut. Api yang bisa dikendalikan akan menjadi suatu kebermanfaatan, inilah yang disebut akal mengendalikan nafsu.

Perlunya nafsu pada diri manusia membuat manusia memiliki hasrat kehidupan. Perlunya akal pada manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Sebagai contoh mari kita simak ayat cinta dari Tuhan Semesta Alam berikut ini yang menyampaikan kepada manusia bahwa akal perlu digunakan untuk mengendalikan nafsu. Allah berfirman, "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS. Ar-Rum 30: Ayat 21). Pada ayat tersebut Tuhan menyampaikan manusia memiliki pasangan, kenapa ada pasangan karena memang manusia memiliki nafsu kepada lawan jenisnya. Ketika manusia tersebut menggunakan akalnya maka dia akan mencari hal yang semestinya dilakukan agar berpasangan dengan seharusnya, baik itu dipandang secara norma, hukum, atau agama yang mengaturnya.

Rasa malu keluar ketika manusia itu akan melakukan sesuatu yang seharusnya tidak perlu. Rasa malu inilah isyarat bahwa sesungguhnya yang dia lakukan akan membawa kepada hawa nafsu. Tetapi malu di sini jangan diartikan malu berbicara atau malu dalam melakukan aktivitas kebaikan. Malu yang dimaksud disini adalah tidak ingin perbuatannya diketahui orang lain. Ketika diketahui dia merasa menyesal melakukan hal tersebut. Adapun manusia ketika diketahui perbuatannya sudah tidak malu lagi maka perlu dia perhatikan sendiri dalam dirinya apakah akal yang mengendalikannya atau nafsu yang menungganginya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun