Sengketa perdagangan Internasional antara Negara maju dan Negara berkembang biasanya disebabkan karena kecenderungan dari Negara berkembang dalam mencari jalan pintas yang didasarkan pada peningkatan ekonomi nasional untuk kepentingan perdagangan internasional, sehingga ada beberapa perjanjian yang sudah disepakati sering dilanggar. Kasus sengketa dagang Internasional yang penulis ambil disini adalah kasus proyek mobil Timor di Indonesia. Mobil Timor sendiri merupakan proyek kerjasama antara Indonesia dengan perusahaan mobil asal Korea selatan, yaitu KIA Motors.
Jadi permasalahannya pada waktu itu diawali dengan lahirnya mobil Timor sebagai mobil nasional yang menimbulkan polemik dan akibat yang besar, khususnya di bidang Ekonomi. Hal itu didasarkan dari mobil Timor yang memperoleh perlakuan khusus/ istimewa dari pemerintah. Misalnya bea masuk dan pajak mewah pada penjualan mobil ini dipangkas sehingga harganya menjadi separuh harga dari rata-rata harga mobil pada saat itu. Nah kebijakan itu diprotes oleh Jepang dan Amerika, serta beberapa Negara Uni Eopa lainnya. Tapi pada saat itu Jepanglah yang paling berusaha keras, alasannya karena Jepang mempunyai kepentingan yang sangat kuat dalam industri otomotifnya yang telah menguasai pasar hampir 90% pangsa mobil di Indonesia. Reaksi lain juga datang dari Amerika dan beberapa Negara Eropa lainnya yang gelisah, karena mereka berencana untuk investasi dalam insdustri otomotif di Indonesia.
Kemudian, terjadilah dialog antara Jepang dan Indonesia. Tapi dialog itu tidak menghasilkan kesepakatan apapun. Sehingga, tindakan Jepang selanjutnya melalui Wakil Menteri Perdagangan Internasional dan Industri menyatakan bahwa mereka akan membawa masalah ini ke WTO (World Trade Organization). Gugatan Jepang ke WTO atas sengketanya dengan Indonesia memiliki tiga poin, yaitu:
1. Perlakuan khusus impor mobil dari KIA Motors hanya memberikan keuntungan pada satu Negara. Kebijakan ini melanggar pasal 10 GATT mengenai perlakuan bebas tarif masuk barang impor.
2. Perlakuan bebas pajak atas barang mewah yang diberikan kepada pihak produsen mobil nasional selama dua tahun itu juga melanggar pasal 3 ayat (2) GATT.
3. Menghendaki perimbangan muatan lokal secara intensif. Seperti mengizinkan pembebasan tarif impor dan membebaskan pajak barang mewah dibawah program mobil nasional. Hal itu sesuai dengan pelanggaran pasal 3 ayat (1) GATT dan pasal 3 Kesepakatan Perdagangan Multilateral.
Pada akhirnya, WTO memutuskan bahwa Indonesia telah melanggar prinsip-prinsip GATT yaitu National Treatment dan memberikan penilaian bahwa kebijakan mobil nasional tidak sesuai dengan perdagangan bebas yang diusung WTO. Kemudian WTO menjatuhkan putusan untuk menghilangkan subsidi serta segala kemudahan yang diberikan PT Timor Nasional Putra selaku pihak produsen.
Kesimpulannya menurut penulis, adanya sengketa perdagangan Internasional di Indonesia mengenai mobil Timor itu disebabkan karena kebijakan pemerintah yang melanggar pasal-pasal GATT, dan juga kebijakan tersebut dianggap sebagai bentuk diskriminasi dan melanggar prinsip-prinsip dari perdagangan bebas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI