Mohon tunggu...
Moch Diki Widianto
Moch Diki Widianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Mahasiswa yang hobi pada Jurnalistik dan ingin terus belajar menggali ilmu jurnalistik lebih dalam lagi serta menjadi jurnalis yang independen

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hyperlibido Harta dan Tahta, Rakyat Sengsara

10 Juli 2015   06:34 Diperbarui: 10 Juli 2015   06:34 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Permasalahan yang terjadi di negeri ini kian lama kian menyedihkan. Melihat kenyataan yang saat ini terjadi dengan berfikir secara logika, permasalahan di Indonesia sangat ironis. Mengapa demikian ?

Elit dalam hal ini legislatif, eksekutif dan yudikatif beserta jajarannya seakan menutup mata terhadap rakyat dan menjadikan semua ini seakan bukan aib negara. Kita bisa liat dan saksikan pemandangan yang tidak akan bisa ditutupi lagi "kemiskinan". Elit sebetulnya kumpulan orang pilihan massa yang sengaja dinanti, sengaja dipilih untuk membuat perubahan kearah yang lebih baik lagi. Namun sangat disayangkan mereka selalu mengecewakan.

Libido akan kekuasaan dan harta menjadi dalih lama yang kian berbudaya dari masa ke masa. Berkedok malaikat namun iblis dibalik semuanya. Kurang lebih itu yang Saya rasakan, mengapa demikian ?

Tak usah kita pergi ke Nasional, lihat lah daerah kita masing-masing. Ada banyak dari mereka yang ingin dipilih untuk menjadi nomor satu di masing-masing daerah atau menjadi perwakilan daerah ke Nasional. Sebelum hari pemilihan, sogokan telah diberikan, baik yang berupa kertas bernominal atau iming-iming sandang dan pangan. Modal dari manakah kiranya ? Andai masyarakat tahu. Namun itu sudah berbudaya walau di layar kaca dan spanduk-spanduk dijalan bertuliskan "Stop Money Politic". Cara jitu mereka melihat kemiskinan ilmu, pengetahuan dan harta dari masyarakat. Sangat disayangkan, ini terjadi di Nasional. Marketing politik yang tak seimbang menjadikan "Pull Marketing" ajang memperbaiki nama baik, "Push Marketing" ajang berbagi rizki untuk dipilih dan "Pass Marketing" ajang untuk menggaet tokoh karena ada maunya.

Itu semua baru pembukaan !

Rakyat bahagia kurang lebih 5 tahun sekali saat calon elit ikut serta dalam pemilu, mayoritas setelah berkuasa mereka lalai. Itu budaya menurut Saya dan wajar bagi Saya. Kenapa wajar ? karena caranya saja sudah salah, kalau mereka belajar agama itu sudah pasti salah. Mereka terlalu pengecut dan tidak percaya diri.

Jelas rakyat pasti dikecewakan sehingga akan timbul ketidakpercayaan terhadap calon pada pemilu. Akan banyak rakyat yang apatis seperti yang terjadi saat ini, namun disamping itu permasalah besar lainnya datang.

Dimana elit tak mampu menyelesaikan permasalahan yang terjadi seperti krisis ekonomi, banyaknya pengangguran, banyaknya kriminalitas sebagai implikasi dari kemiskinan, banyaknya cacat moral dan sektor-sektor pangan menipis, kesenjangan sosial semakin tinggi, yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin dan lain-lain membuat negara ini tak sungkan bisa melakukan reformasi. 

Disaat elit menutup telinga dari rintihan tangis masyarakat. menutup mata dari rentetan permasalahan kemiskinan, itu akan mendekatkan pada revolusi masyarakat. Jangan salahkan rakyat bila mereka tak terarah karena dan Saya dan mereka butuh sosok elit yang tidak hyperlibido oleh harta dan kekuasaan.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun