Mohon tunggu...
diyah
diyah Mohon Tunggu... Freelancer - Dee

lulusan antropologi

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Nostalgia Lebaran dengan Film "Warkop"

28 Mei 2020   19:13 Diperbarui: 29 Januari 2021   13:04 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun ini perayaan lebaran sedikit berbeda dengan lebaran sebelumnya untuk industri perfilman Indonesia. Kenapa? Karena biasanya lebaran selalu ada film yang di edarkan untuk merayakan lebaran, tapi tahun ini tidak ada.

Bioskop pun ditutup entah sampai kapan. Pandemi covid 19 telah merubah semua kebiasaan pada waktu lebaran termasuk menonton film di bioskop, dan peredaran film. Tapi tentunya, kita masih bisa menonton film di televisi, channel youtube, atau lainnya, yang bernuansa lebaran. Salah satu film yang selalu hadir pada saat lebaran yaitu film “Warkop DKI (Dono Kasino Indro)”, yang lebih dikenal dengan sebutan “Warkop” saja.

“Warkop” dibentuk pada era 1970an, semula bernama Warkop Prambors, karena awalnya memang berada di Radio Prambors, sebagai acara hiburan radio anak muda saat itu. “Warkop” saat itu terdiri dari Rudi Badil, Nanu Mulyono, dan Kasino, mahasiswa FISIP UI yang diketahui senang membanyol. 

Tahun 1973, mereka bertiga mempunyai acara khusus setiap kamis malam di Radio Prambors bernama “Obrolan Santai di Warung Kopi”. Dari sinilah kata “Warkop” yang merupakan singkatan dari Warung Kopi muncul. Setahun berikutnya, Dono ikut bergabung, dan di tahun 1976, Indro bergabung.

Kekhasan banyolan mereka yang satir, dan bahkan menyerempet isu politik kemudian menjadi terkenal di kalangan mahasiswa, dan anak muda, serta lainnya, sehingga mereka sering di’tanggap’ panggung offair. Ketika sering tampil inilah, Rudi Badil mengundurkan diri karena merasa tidak pede untuk tampil. 

Rudi Badil pun memilih berprofesi sebagai wartawan. “Warkop” Prambors kemudian berganti nama menjadi “Warkop DKI” untuk menghindarkan pembayaran royalty kepada pihak Radio Prambors karena memakai kata Prambors. DKI artinya Daerah Khusus Jakarta.

Banyolan khas “Warkop” pun membuat prosedur film berminat memfilmkannya. Di era 1980an, film-film “Warkop” menjadi hits, dan meraup keuntungan yang besar, bahkan melahirkan artis film terkenal di kemudian hari seperti Chintami Atmanegara, Meriam Bellina, Nurul Arifin, Lidya Kandouw, Ayu Azhari, Ira Wibowo, dan lainnya. Tercatat ada 34 film “Warkop” yang diproduksi selama 1979 sampai 1994, yaitu

  • Mana Tahan (1979)
  • Gengsi Dong (1980)
  • Pintar-Pintar Bodoh (1980)
  • GeEr/Gede Rasa (1980)
  • Manusia 6.000.000 Dollar (1981)
  • IQ Jongkok (1981)
  • Setan Kredit (1981)
  • Dongkrak Antik (1982)
  • Chips (1982)
  • Maju Kena Mundur Kena (1983)
  • Pokoknya Beres (1983)
  • Itu Bisa Diatur (1984)
  • Tahu Diri Dong (1984)
  • Kesempatan Dalam Kesempitan (1985)
  • Gantian Dong (1985)
  • Atas Boleh Bawah Boleh (1986)
  • Sama Juga Bohong (1986)
  • Depan Bisa Belakang Bisa (1987)
  • Makin Lama Makin Asyik (1987)
  • Saya Suka Kamu Punya (1987)
  • Jodoh Boleh Diatur (1988)
  • Malu-Malu Mau (1988)
  • Godain Kita Dong (1989)
  • Sabar Dulu Dong (1989)
  • Mana Bisa Tahan (1991)
  • Sudah Pasti Tahan (1991)
  • Bisa Naik Bisa Turun (1992)
  • Lupa Aturan Main (1991)
  • Masuk Kena Keluar Kena (1992)
  • Salah Masuk (1992)
  • Bebas Aturan Main (1993)
  • Bagi-Bagi Dong (1993)
  • Saya Duluan Dong (1994)
  • Pencet San Pencet Sini (1994)

Banyolan “Warkop” yang satir, dan cerdas mencerminkan para anggotanya yang memang merupakan mahasiswa di salah satu universitas terkemuka di Indonesia. 

Saya ingat ketika saya sedang menimba ilmu di kampus berjaket kuning ini, dosen saya menceritakan bahwa bahan mata kuliahnya yang berisi kekonyolan masyarakat Indonesia pernah dijadikan sebagai bahan lawakan “Warkop”. Jadi kekonyolan khas “Warkop” bukan kekonyolan tanpa tujuan atau tidak jelas, tapi ada pesannya. 

Misalnya pada adegan film “Mana Tahan (1979)”, ketika Kasino berkata muka Dono mirip kendaraan roda tiga alias bemo, maka Nanu menimpali dengan perkataan sudah harus dilestarikan, di Cagar Alam. Bukan mengarah pada museum, tapi Cagar Alam. Disini “Warkop” menyampaikan pesan bahwa Cagar Alam merupakan tempat pelestarian untuk satwa langka. 

Sementara pada tahun tersebut, perubahan Cagar Alam mulai terjadi, dengan menjadikan banyak Cagar Alam di Indonesia menjadi tempat wisata, bukan lagi tempat melestarikan satwa langka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun