Samar-samar suara adzan terdengar di alun-alun Banyumas, Jawa Tengah. Suara merdu azan setelah sebelumnya suara bedug terdengar memanggil masyarakat di sekitar tempat tersebut untuk beribadah berasal dari sebuah bangunan masjid lama. Masjid Agung Nur Sulaiman namanya.
Bangunan masjid ini tercatat didirikan pada tahun 1939, dari sumbangan berbagai pihak di Banyumas. Nama nya semula Masjid Jami Kabupaten. Dan pada tahun 1992 dirubah namanya menjadi Masjid Agung Nur Sulaiman berasal dari nama Nur Daiman, arsitek masjid, dan Sulaiman, penghulu masjid pertama.
Masjid ini sudah menjadi bangunan cagar budaya dikarenakan usianya lebih dari 50 tahun, dan salah satu agung yang masih memiliki arsitektur Islam Jawa, dipadukan dengan arsitektur Eropa. Sementara di Pulau Jawa, arsitektur masjid agung seperti ini sudah jarang sekali ditemukan.
Bukti keberadaan masjid ini dapat dilihat pada gantungan bedug yang berangka 1312H/1890 M, yang kemungkinan berkaitan dengan angka tahun pembuatan bedug atau pemugaran masjid. Dari penanggalan tersebut, kemungkinan masjid juga sudah dibangun sebelum tahun 1939, melainkan pada tahun 1899. Dari cerita yang beredar di masyarakat, ketika peristiwa bencana banjir terjadi pada tahun 1861, masjid ini dijadikan salah satu tempat mengungsi, karena lokasinya yang berada di perbukitan.
Pada awal berdiri, konon lantai masjid merupakan plesteran saja, namun pada tahun 1929 terjadi pergantian sehingga sekarang lantai masjid dari bahan tegel warna-warni yang cantik, motif yang berbeda-beda di antara ruang yang ada, tebal, dan kuat,, serta sudah tidak diproduksi secara besar-besaran pada saat ini.
Bangunan masjid ditopang oleh tiang-tiang kayu dari jati yang diukir onamen khas Jawa, demikian juga kusen jendela, dan pintu. Hampir 50% kusen dan kisi-kisi jendela dan pintu, masih asli dari kayu jati, dan 50% sisanya sudah berganti dengan kayu Kalimantan karena keropos. Atap bangunan masjid ini juga masih memakai gaya Jawa, seperti yang ditemukan di keraton atau rumah khas jawa, Joglo.