Mohon tunggu...
diyah
diyah Mohon Tunggu... Freelancer - Dee

lulusan antropologi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lipa, Simbol Kehidupan Masyarakat Bugis

9 November 2017   20:42 Diperbarui: 10 November 2017   11:58 3660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Koleksi Riri Riza

Belakangan ini pemakai kain sarung, dianggap sebagai simbol pemeluk agama Islam di Indonesia. Padahal tradisi memakai kain sarung merupakan tradisi yang sudah ada turun temurun, jauh sebelum Islam menyentuh bumi Nusantara ini.

Kain sarung merupakan pakaian yang digunakan laki-laki dan perempuan, di berbagai daerah di Nusantara, untuk ke ladang atau sawah, bekerja di rumah, beribadah, dan ke pesta. Saya ingat pernah melihat sebuah foto lama tentang suasana pesta. Di dalam foto tampak para perempuan memakai kebaya dan sarung atau kain batik, sedangkan para laki-laki memakai kemeja, sarung, dan peci hitam. Benar-benar gambaran masyarakat Indonesia.

Sayangnya gambaran tersebut sudah sulit ditemui pada masa kini. Kebanyakan perempuan sekarang memakai baju muslim lengkap dengan jilbab bagi yang beragama muslim, sedangkan yang nonmuslim akan memakai gaun. Para lelaki akan memakai jubah busana Arab, baju koko, baju batik yang beragama muslim, dan baju batik, kemeja, atau jas bagi yang beragama nonmuslim. Sungguh, dengan melihat baju yang dikenakan sekarang kita bisa mengidentifikasi agama yang dianut, sementara dahulu tidak ada perbedaan.

Kembali kepada sarung, para generasi X sampai milenial hanya tahu bahwa sarung biasanya dipakai hanya untuk ke masjid atau bersembahyang cara Islam. Padahal sarung bisa digunakan untuk kegiatan beribadah, tidur, bekerja dll, seperti yang diperlihatkan dalam film "Atthirah".

Film yang berkisah tentang perempuan luar biasa bernama Atthirah ini, juga menampilkan tradisi sarung dalam masyarakat Sulawesi Selatan, terutama suku Bugis. Menurut Riri Riza, pada bincang wastra di Museum Tekstil beberapa waktu lalu, sebelum tradisi sarung ditampilkan dalam film ini, telah dilakukan penelitian selama 1 tahun untuk kehidupan dan tradisi-tradisi dalam masyarakat Sulawesi Selatan, terutama pada masa Ibu Atthirah hidup, termasuk soal sarung.

Ibu Atthirah, digambarkan memiliki ketertarikan pada sarung, sampai menjual sarung untuk membiayai kehidupan sehari-hari, dan menjadi salah satu pelestari sarung Bugis. Ibu Atthirah ini merupakan ibunda dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kecintaan Ibu Atthirah pada sarung Bugis diturunkan kepada anak-anaknya tidak terkecuali Pak Jusuf Kalla. Bahkan beliau memberikan hadiah Sarung Bugis pada puteri presiden Indonesia, Joko Widodo, Kahiyang Ayu, ketika menikah.

Sarung Bugis, atau Lipa (sebutan dalam bahasa Bugis), konon sudah ada sejak abad 1400. Awalnya hanya bercorak vertikal dan horizontal, kemudian pada abad 1600-an mulai ada motif kotak dan lainnya sesuai dengan corak dalam agama Islam. Motif dan warna Lipa kemudian semakin berkembang disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari suku Bugis. Ada motif dan warna yang terinspirasi dari tumbuhan, hewan, dan laut.

Alkisah, masyarakat Bugis percaya bahwa keterampilan menenun nenek moyang mereka diilhami oleh sehelai sarung yang ditinggalkan oleh para dewa di pinggir Danau Tempe. Dan bermula di desa-desa sekitar danaulah tradisi menenun sarung yang bagus kemudian berkembang.

Saat ini, sudah tidak banyak para perempuan Bugis yang menenun sarungnya sendiri karena membuat satu sarung dengan ditenun tangan akan memakan waktu yang lama, dan membutuhkan kesabaran serta ketelitian yang luar biasa. Selain itu bahan baku pembuatan sarung yaitu ulat sutera sudah jarang.

Saat ini, sarung yang terkenal yaitu Bugis Sengkang, karena terdapat kelompok tani yang juga menenun sarung sendiri di sana. Selain itu, sedikit penenun tradisional juga bisa ditemukan di Soppeng, Bone, dan Bulukumba (Diyah Wara).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun