Kartu Prakerja mulai digulirkan pemerintah tahun 2020 nanti. Â Sebagai tahap awal Kartu Prakerja diujicobakan di Kota Bandung Maret 2020 sebelum diberlakukan secara menyeluruh di Indonesia Agustus 2020.
Di awal saat digagas oleh Presiden Joko Widodo, tak luput dari kelirunya persepsi sebagian besar masyarakat. Kartu Prakerja dipersepsikan sebagai program "menggaji" pengangguran sehingga kemudian program ini tak luput dari tudingan minor.
Memang dengan Kartu Prakerja ada alokasi dana hingga Rp 7 juta per peserta. Selain itu, peserta memperoleh insentif Rp 500 ribu sebagai biaya transport.
Program Kartu Prakerja diperuntukkan bagi sekitar 2 juta orang dalam usia produktif alumnus SMA/SMK maupun perguruan tinggi  yang masih menganggur. Selain itu juga program Kartu Prakerja bisa diikuti oleh korban PHK maupun tenaga kerja yang ingin meningkatkan  kompetensinya.
Kekeliruan persepsi itu sudah diluruskan oleh Presiden Joko Widodo. Menurut Presiden Joko Widodo, Kartu Prakerja merupakan upaya pemerintah meciptakan angkatan kerja terampil sehingga dapat terserap kebutuhan industri atau dunia usaha. Lainnya adalah lahirnya para entrepreneur yang diharapkan mampu meningkatkan produktifitas perekonomian nasional.
Saat ini pemerintah sedang merancang sistem dan ekosistem dari program ini. Nantinya, para peserta Program Kartu Prakerja mengikuti berbagai pelatihan yang dibuat pemerintah.
Yang menarik tetap dilibatkannya industri maupun pelaku usaha dalam program Kartu Prakerja ini. Menurut Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagaimana dikutip dari Tribun Jabar, 11 Desember 2019, menyebutkan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) serta Apindo dilibatkan membangun learning ekosistem.
Program Kartu Prakerja ini merupakan bagian dari upaya pemerintah menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Unggul. Harus diakui SDM secara kualitas masih jauh dari harapan. Mayoritas SDM di Indonesia belum memiliki nilai lebih sebagai SDM berdaya saing yang mumpuni. Baik itu dari aspek pendidikan, Â hingga faktor skill (keahlian) yang sesuai dengan kebutuhan pasar baik lokal maupun secara global.
Padahal secara kuantitas Indonesia memiliki modal berharga yakni soal ketersediaan SDM. Malah, di tahun 2030-2040 nanti Indonesia akan mendapat apa yang disebut bonus demografi. Dimana dalam  kondisi  bonus demografi itu  jumlah penduduk Indonesia yang berusia antara 15 tahun-64 tahun yang masuk katagori produktif mencapai 64 persen.
Jika tidak disiapkan sebagai SDM unggul, bukan tidak mungkin bonus demografi itu hanya melahirkan persoalan sosial ekonomi. Kita memang perlu was-was, terlebih menilik kondisi SDM yang ada saat ini.
Lihat saja angka pengangguran yang masih tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) hingga Agustus 2019 sebesar 5,28 persen. Artinya, dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia, ada 5 orang yang menganggur.