Pemetaan kompetensi ASN level IIIb ke atas itu terasa seperti badai yang menerpa di tengah keringnya Oktober yang baru seminggu berjalan. Para ASN mendadak terhenyak ketika soal-soal muncul di layar laptop, trrlebih laptop saya yang sebagian layarnya sudah penuh noda hitam karena rusak, seakan menambah dramatisasi ujian ini. Rasanya seperti dilempar ke arena Class of Champions (CoC) ala Ruangguru, hanya saja di sini tak ada musik penyemangat, tak ada jeda napas. Di sana pemain bisa senyum-senyum sambil menjawab, sementara di sini ASN lebih mirip gladiator yang dilempar ke koloseum dengan kapur tulis tumpul.
Soal-soal itu muncul seperti ninja yang menuntut dibaca tiga detik lalu dijawab secepat kilat. Dan masalah pun terjadi kalau ada angka yang tersembunyi di balik noda hitam laptopku, mana mode ujiannya harus full screen, jadilah ilmu kira-kira muncul seketika untuk membacanya.Â
Di CoC, anak-anak bisa dengan enteng menekan opsi jawaban, sedangkan kami butuh membaca ulang, merenung, lalu mencakar-cakar kertas sambil berharap ada ilham turun dari langit. Baru satu soal selesai dicerna, tiba-tiba satu menit sudah lenyap. Kalau di CoC pelajar tangkas bisa melahap pertanyaan sambil tersenyum, kami di sini justru harus membaca ulang, mencermati, lalu buru-buru mencoret-coret kertas dengan tangan yang mulai gemetar. Baru selesai mencerna satu soal, tiba-tiba sudah lewat satu menit. Kuota waktunya habis, jawaban tak sempat diisi, diisi pun sekadar menghargai waktu yang berlalu.
Bayangkan saja ada satu part ujian itu berisi lima puluh soal yang harus diselesaikan hanya dalam lima belas menit. Untuk ASN yang sudah mulai merapat ke senja usia, ini bukan lagi ujian, tapi seperti dipaksa ngebut dengan sepeda butut ala Iwan Fals di jalan tol yang dipenuhi mobil balap. Atau lebih parahnya kayak lomba makan kerupuk, tapi kerupuknya digantung bukan di tali, melainkan di atas drone yang terbang zig-zag di langit. Keringat bercucuran, ngos-ngosan, pikiran melayang, dan yang tersisa hanyalah rasa getir, apakah pemetaan ini benar-benar mengukur kompetensi, atau hanya menguji seberapa cepat kita bisa berpacu dengan waktu yang kejam? Sementara yang masih muda pun ikut meratap, "Ini ujian apa prank?".
Ujian ini sungguh unik karena bukan sekadar pemetaan kompetensi, tapi juga pemetaan kesabaran, ketahanan jantung, dan kecepatan tangan dalam mengklik jawaban acak. Sambil keluar ruangan, beberapa ASN hanya bisa bergumam lirih, "Ini bukan tes kompetensi, ini tes iman." disertai ketawa lepas melepaskan beban seolah habis memikul ransel 50 kg  di tanjakan Bawakaraeng.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI