Mohon tunggu...
Pendidikan

90 Tahun Sumpah Pemuda, "Saatnya Generasi Muda yang Bertani"

2 November 2018   13:00 Diperbarui: 2 November 2018   13:12 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita -- cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali" (Tan malaka, Madilog).

Setidaknya kutipan diatas harus menjadi renungan bagi kita generasi muda, kutipan tersebut meminta kita untuk tidak sombong sebagai kaum terdidik. Rasanya akan sangat percuma setinggi apapun ilmu yang kita miliki, ketika ilmu yang telah kita dapatkan tersebut tidak digunakan untuk kepentingan masyarakat, karena dengan mengenyam pendidikan maka sudah seharusnya kita mampu terjun di tengah-tengah masyarakat untuk meyelesaikan problem yang terjadi hari ini, terutama disektor pertanian yang sampai hari ini masih banyak terjadi ketimpangan, baik itu ketimpangan kepemilikan atas lahan maupun ketimpangan kesejahteraan petani secara umum.

Ada dua hal yang harus diperhatikan kaum muda pada momentum sumpah pemuda tahun ini, yaitu kesadaran politik akan identitasnya dan mengorganisir diri untuk mewujudkan cita-cita bangsa: masyarakat adil dan makmur. Sementara identitas diri sebagai kaum muda hanya akan sebatas nama(identity) belaka, manakala kaum muda tersebut tidak memahami sejarah yang pernah terjadi di negri ini, karena atas jasa para pemuda lah bangsa Indonesia bisa memproklamirkan kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Perlu dicatat bahwa pemuda-pemuda yang resah akan masa depan negrinya waktu itu berkonsolidasi, hingga menghasilkan sebuah pandangan progresif dan revolusioner terkait masa depan bangsa ini. Peran pemuda tidak berhenti pada tataran gagasan saja, namun juga diimplementasikan dalam bentuk gerak perlawanan. Tepatnya pada kongres pemuda II pada tanggal 27-28 Oktober 1928, para pemuda yang berasal dari persatuan pelajar dari berbagai daerah saat itu, diantaranya : Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Roekoen, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dll, mereka bersepakat untuk mengusung satu rumusan tentang satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa : Indonesia, yang sekarang kita maknai sebagai hari sumpah pemuda.

Sumpah pemuda hadir sebagai reaksi atas persamaan nasib, mereka sama-sama ditindas ratusan tahun oleh kolonialisme. Para pemuda yang berasal dari berbagai daerah, berbeda adat, suku, agama dan aliran politik tapi masih miliki kesamaan, persaudaran, satu ibu pertiwi tersebut berkumpul untuk menyatukan pandangan bahwa selama ratusan tahun musuh yang sama adalah bangsa penjajah. Karena itu mereka sadar bahwa untuk bisa mencapai masyarakat yang adil dan makmur bangsa ini harus merdeka dari penjajahan. 17 tahun kemudian, Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan berdirinya negara baru: Republik Indonesia. Dengan demikian, satu cita-cita dari para pemuda yang bersumpah pada tahun 1928, yaitu satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, sudah tercapai.

Semangat sumpah pemuda dan persoalan sektor agraria

Momentum sumpah pemuda adalah sebuah kristalisasi nilai-nilai perjuangan kemerdekaan Indonesia. Jika dimaknai dalam persprektif agraria dan konsep negara agraris, maka ini merupakan awal untuk mengembalikan eksisitensi bangsa Indonesia sebagai sebuah entitas yang menyatu satu sama lain dengan kata : "bertanah air satu : Tanah air Indonesia".

Konsep negri agraris adalah suatu keadaan negri dimana profesi penduduknya sebagian besar adalah bertani. Pertanian menjadi sektor yang utama pada negri agraris dengan sumber daya alam yang bermacam-macam. Penduduk yang bekerja disektor pertanian merupakan kontributor yang memiliki peranan penting bagi masyarakatnya. Negri agraris menggantung perekonomian dari sektor pertanian dan menggambarkan banyak wilayah yang digunakan untuk bertani bagi penduduknya. Indonesia termasuk negri yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dibandingkan profesi lainnya. Tentu ini karena banyaknya lahan yang dimanfaatkan oleh penduduk untuk bercocok tanam atau bertani. Contoh beberapa negri agraris lain seperti, Brazil, India, China, Afrika, Thailand, Vietnam, Filipina, dll.

Setidaknya badan pusat statistik(BPS) pada Februari 2017 mencatat bahwa 39,68 juta orang atau 31,86%  dari jumlah penduduk bekerja yang jumlahnya 124,54 juta orang masih menggantungkan hidup disektor pertanian, menurut Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta. Artinya sektor pertanian masih menjadi penyerap tenaga kerja terbanyak. Oleh karena itu, sektor pertanian harus memperoleh pertahatian khusus dari pemerintah mengingat sektor ini sangat penting bagi perekonomian bangsa.

Kenyataan yang terjadi, jika pada masa kolonial dulu penjajah secara terang terangan menampakkan wajahnya, tapi saat ini penjajah datang dalam bentuk modal dan investasi. Mereka datang kembali mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam bentuk perusahaan asing dan rendahnya upah kerja yang diberikan kepada para pekerja kita. Inilah yang kemudian kita maknai sebagai neokolonialisme atau penjajajahan gaya baru.

Neokolonialisme hari ini menjadi sebuah wabah penyakit yang sangat akut di Indonesia. Semua sektor baik ekonomi, politik, hukum, pendidikan, kebudayaan, agraria dan sebagainya sudah terjangkit virus mematikan ini. Akibatnya kedaulatan bangsa ini manjadi semu karena tidak bisa secara penuh menentukan kebijakannya sendiri, semua kebijakan dipengaruhi oleh bangsa-bangsa Higher Power. Mereka menggunakan kekuatan kontrolnya melalui lembaga-lembaga finansial dunia (IMF dan World Bank) dalam setiap kebijakan ekonomi dan politik yang ada di negri Indonesia ini. Contoh dari kebijakan yang dikeluarkan IMF adalah menurukan standar UMR namun dengan jam kerja maksimal. Hal ini menyebabkan banyak investor asing yang mengeksploitasi tanaga kerja Indonesia dengan menerapkan politik upah murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun