Mohon tunggu...
Didi R Muryadi
Didi R Muryadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Journalist

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apakah Teknologi Sedang Membunuh Budaya Kita?

13 November 2018   00:17 Diperbarui: 15 November 2018   16:48 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saya masih ingat betul dimana teknologi tidak secanggih sekarang ini, akhir tahun 80an ketika itu usia saya masih belasan tahun, selayaknya anak usia belasan saya masih suka bermain bersama teman teman sebaya selepas pulang sekolah.

"Didi..., main yuk"..?!? Saya pun langsung lari keluar rumah mendengar suara teman memanggil nama saya, tidak perlu minta duit dulu sama ibu karena permainan kami tidak perlu biaya, di lapangan kecil belakang rumahlah kami bermain, sangat tradisional sekali permainan kami, tolak kadal, tapak bintang, petak umpet, kelereng dan banyak lagi. Semua senang tanpa uang, tidak ada tangisan di antara kita karena iri hati, tidak perlu ada pengawasan dari Bapak Ibu ketika kami sedang bermain, semua senang, semua gembira dan semua tertawa.

Sekarang saya sudah punya anak dan anak saya usianya sudah lima tahun, banyak orang bilang anak saya wajahnya sangat mirip dengan saya, secara fisik setelah saya lihat foto saya di jaman kecil memang sangat mirip sekali. Tapi, anak saya terlahir dalam budaya teknologi yang canggih alias modern, dia tidakn pernah tau permainan ayahnya saat seumurannya saat ini, yang dia tau hanya handphone untuk lihat yutube, game online dan permainan modern lainnya yang ada di gadget.

"lalu kemana permainan saya di era itu...?!? siapa yang memusnahkan dan membunuh permainan itu"...?!? adakah yang mau bertanggung jawab atas musnahnya permainan tradisional?? Meskipun saya tidak tahu siapa pencipta tolak kadal, tapak bintang dan lainnya tapi saya merasa kehilangan dan kangen dengan permainan itu, pernah terlintas di pikiran saya untuk mengajak anak saya bermain permainan tradisional tapi nanti setelah dia bisa bermain dan ingin mengajak temannya bermain, apakah temannya mengerti permainan tradisional? Akhirnya keinginan untuk mengajarkan permainan tradisional itupun tergeser oleh perasaan sia sia.

Canggihnya teknologi memang memudahkan kita untuk mengakses segala hal tapi terlepas dari itu semua kita juga harus memikirkan budaya tradisional yang sudah di ciptakan oleh pendahulu kita, apakah kita ikhlas permainan permainan yang dulu saat kecil selalu kita mainkan dan harus punah di bunuh oleh permainan permainan yang berbasis teknologi?!? lkhlas kah anda?!? Saya tidak!!!

Dalam tulisan ini saya ingin mengajak teman teman dan pembaca untuk tetap melestarikan permainan permainan tradisional, mari kita kenalkan anak anak kita, mengajarkan anak kita agar tidak menjadi pecandu gadget dan permainan online yang berbasis teknologi, karena kita tau betapa jahatnya gadget untuk kesehatan mata anak kita dan juga bisa membuat anak anak kita jadi pemalas.

Tanpa kita sadari bahwa kesehatan mata anak kita terganggu akibat gadget dan juga prestasi di sekolah menurun karena intens nya anak terhadap gadget, pada tahun 2014 sekitar 80 persen anak menggunakan kaca mata akibat gadget, dalam acara World Sight Day tahun 2014 terdapat 1.300 anak mendapat bantuan kaca mata gratis, bantuan di tujukan untuk anak anak SD sampai Sekolah Menengah, hadir pula dalam acara itu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kala itu di jabat oleh Linda Amalia Sari.

Mari kita prihatin akan musnahnya permainan permainan tradisional dan rusaknya kesehatan mata anak anak kita akibat dari canggihnya teknologi terutama gadget yang membuat anak anak kita menjadi pecandu gadget yang pemalas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun