Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Meramal "New Normal" dalam Situasi Abnormal

25 Mei 2020   05:30 Diperbarui: 25 Mei 2020   08:08 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai detik ini, kita tidak akan pernah selesai membicarakan penyebaran virus mematikan ini. Bahkan dari berbagai perspektif sekalipun, kita belum mampu memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang begitu masif. Sangat jelas, bahwa belum surutnya wabah corona, menimbulkan banyak persoalan, di berbagai sendi kerhidupan. Saya yakin, kita semua pasti sudah/sedang merasa bosan atau jenuh dengan situasi ini, situasi yang 'tidak biasa', sebab aktivitas kita terhambat dan segala rencana pun banyak yang tidak terlaksana.

Ditengah situasi 'abnormal' ini, Pemerintah tengah berjuang memberi himbauan dan instruksi untuk mencegah penyebaran Covid-19. Anjuran pencegahan dalam protokol kesehatan sudah dikumandangkan sampai ke elemen masyarakat akar rumput. Akan tetapi, penambahan jumlah kasus positif saban hari tetap ada dan bahkan terus meningkat. Akibatnya, banyak penilaian, komentar dan kritikan yang dialamatkan pada kinerja Pemerintah termasuk perilaku masyarakat yang tidak terkontrol.

Ada yang menilai Pemerintah tidak tegas, tidak konsisten dan seolah 'kurang' serius dalam menangani wabah ini. Hal tersebut terjadi manakala berkembang wacana bahwa Pemerintah akan 'melonggarkan' PSBB. Ditambah lagi, Pemerintah juga menghimbau agar masyarakat 'berdamai' atau hidup berdampingan dengan Covid-19, sehingga dalam waktu dekat kita akan masuk dalam situasi di mana kita beraktivitas seperti biasa, tetapi tetap memperhatikan protokol kesehatan. Di lain kata, aktivitas kita dilakukan secara normal di tengah situasi 'abnormal' dengan tetap memperhatikan semua himbauan agar tidak terpapar virus mematikan ini. Inilah pemahaman sederhana dari konsep 'new normal' yang sedang ramai diperbincangkan.

Saya sependapat dengan perkataan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, yang memaknai 'new normal' sebagai perubahan budaya masyarakat untuk berperilaku hidup sehat (Kompas.com - 19/05/2020). Makna, 'new normal' yang bisa dilihat dari aktivitas dan perilaku kita antara lain; selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), memakai masker kalau keluar rumah, mencuci tangan, menjaga jarak dalam keramaian, dan seterusnya.

Memang ini niat yang mulia dan wajib kita indahkan agar jumlah kasus bisa menurun. Akan tetapi, kita tak bisa menutup mata bahwa perilaku masyarakat saat ini, masih jauh dari kata 'disiplin' apalagi 'taat'. Saya melihat, perilaku masyarakat kita seolah tidak peduli dan tidak takut dengan virus ini. Mereka kelihatan 'masa bodoh' dengan protokol kesehatan yang sudah sering disampaikan. Akibatnya, para tenaga medis (kesehatan) pun merasa kesal dan memprotes perilaku masyarakat yang tidak taat, tidak peduli dan cuek terhadap protokol kesehatan dengan membuat tagar 'Indonesia Terserah'.

Munculnya tagar ini, menimbulkan banyak gagasan, analisis, serta komentar, tidak saja untuk Pemerintah tetapi juga kepada perilaku masayrakat. Saya kira, saat ini bukan waktu yang tepat untuk saling mempersalahkan, atau mencari mana yang benar dan mana yang salah. Sekalipun tagar itu bernada pasrah, tetapi kita tidak boleh menyerah dengan keadaan. Tagar itu, hendaknya dijadikan bahan refleksi bagi kita agar lebih mewas diri dalam beraktivitas di luar rumah.

Tagar itu haruslah menjadi peringatan kepada kita yang akan memasuki 'new normal' di tengah situasi 'abnormal'. Kita tidak boleh berjalan sendiri dan menjadi individualis dalam perjuangan melawan wabah ini, sebab semangat kita adalah 'gotong royong'. Karena itu, sikap saling menjaga, saling memperingati, saling membantu, saling berbagi, dan saling peduli harus terpatri dalam nurani kita.

Situasi 'new normal' tidak boleh membuat kita menjadi individualis, egois, dan tidak peduli dengan sesama, apalagi tidak taat pada protokol kesehatan. Justru sebaliknya, 'new normal' harus membuat kita menjadi semakin peka, peduli, dan disiplin dalam menjaga kesehatan diri.

Kalau membaca data dan melihat situasi saat ini, hemat saya, kita masih belum bisa masuk dalam 'new normal'. Mengapa? Karena esensi dari 'new normal' bukan saja soal mengikuti protokol kesehatan, melainkan lebih kepada new paradigm, new behavior, dan new activity yang lebih tertib, lebih disiplin, dan saling menjaga satu sama lain. Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, mampukah kita menjalaninya? Sudah tertib dan disiplinkah kita dalam setiap aktivitas? Saya kira, jawabannya kembali ke pribadi kita masing-masing.

Untuk dapat mengetahui mengapa aktivitas masyarakat saat ini seolah 'tidak' peduli terhadap protokol kesehatan, maka saya coba menganalisisnya dengan pendekatan teori atribusi dalam psikologi sosial, sebab teori ini memberikan gambaran dan perhatian pada bagaimana seseorang sesungguhnya bertingkah laku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun